- Diapresiasi Ketua KPPU RI, Dandim 0402 Sebut Pembangunan Koperasi Merah Putih di OKI Sudah 83 Persen
- Menhan dan PWI Pusat Agendakan 200 Wartawan Ikut Retret di Akmil Magelang
- Jelang Pergantian Tahun, Pemerintah Percepat Pemulihan Bencana Sumatera
- Dianiaya di SPBU, Istri Almarhum Ketua SMSI Musi Rawas Polisikan Tetangga
- Jejak Melayu Jambi di Nganjuk, Hidup Damai Seribu Tahun
Diduga Mengandung DNA Babi, Dua Obat Ditarik dari Peredaran
PALEMBANG, SIMBURNEWS – Surat dari Balai Besar POM (BPOM) di Mataram kepada BPOM Palangkaraya tentang Hasil Pengujian Sampel Uji Rujuk Suplemen Makanan Viostin DS dan Enzyplex tablet menjadi viral. Bisa saja kabar tersebut berkembang menjadi isu yang lebih sentitif dan memicu munculnya konflik SARA.
Sumatera Selatan (Sumsel) sebagai daerah yang zero conflict, baik itu konflik antar suku, ras maupun agama, tentu saja harus bertindak cepat. Dengan harapan agar tidak merusak tatanan masyarakat yang sudah terjaga, terlebih menjelang Asian Games 2018.
Untuk menghindari hal tersebut, BPOM Palembang menegaskan bahwa pihaknya jauh hari sebelum berita itu menjadi viral, sudah melakukan pemantauan terkait peredaran Viostin DS nomor bets BN C6K994H dan Enzyplex tablet nomor bets 16185101 yang dinyatakan positif mengandung DNA babi.
“Kami disuruh memantau peredaran. Kami sudah melakukan pemantauan dan penarikan produk. Karena itu adalah isu sensitif, maka kami langsung bergerak ke distributor besarnya,” ungkap Humas BPOM Palembang, Tedi saat dikonfirmasi Simbur, Jumat (2/2).
Dirinya menegaskan jika distributor yang dimaksud sudah menarik produk-produk tersebut. Malah kata Tedi, mereka cenderung ingin menarik semua produk Viostin DS, bukan cuma nomor bets yang bermasalah saja.
“Kami tentu akan melakukan tindakan yang sesuai dengan instruksi BPOM pusat. Yang perlu diketahui, bahwa hanya ada satu nomor bets dari masing-masing produk (Viostin DS dan Enzyplex tablet). Jadi bukan berarti semua produk Viostin DS dan Enzyplex tablet tidak boleh beredar,” ujarnya seraya menegaskan jika produk yang terbukti mengandung DNA babi itu bukan tidak boleh beredar lagi, tapi memang harus ditarik dari peredaran.
“Kami akan memantau terus. Karena sebenarnya sebelum hal ini menjadi viral. Kami sudah melakukan pemantauan,” tambahnya.
Terkait hal tersebut, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) kota Palembang, Saim Marhaban menyayangkan peredaran produk-produk haram tersebut di wilayah mayoritas muslim. “Sampai saat ini, pihak BPOM Palembang belum melakukan koordinasi dengan MUI, namun kami berharap pihak-pihak terkait segera menarik barang seperti itu karena warga Palembang adalah mayoritas Muslim,” ucapnya kepada Simbur.
Khusus untuk umat muslim kata Saim, carilah obat yang tidak ada indikasi mengandung DNA babi. Karena baginya, banyak obat-obat lain yang halal dan tidak mengandung DNA babi. Sebab, jangankan DNA, bulunya babi pun haram bagi umat Islam.
“Jadi, kami mengimbau umat Islam khususnya di kota Palembang, agar mencari makanan atau obat-obatan yang halal. Kecuali jika memang terpaksa, di dalam ajaran Islam (Alquran) itu dibolehkan. Tetapi, dengan syarat, sebelum mengkonsumsi barang itu, harus berusaha mencari yang halal dulu,” pungkasnya
Dirinya berharap kepada pihak yang berkepentingan atau mengerti dengan masalah obat-obatan, makanan dan sebagainya, yang memang mengandung unsur babi untuk segera melakukan penarikan. Dengan begitu, umat Islam tidak resah atau terjebak dengan obat-obat seperti itu.
Sebelumnya, menanggapi berita tersebut, BPOM pusat mengeluarkan penjelasan tentang Hasil Pengujian Sampel Uji Rujuk Suplemen Makanan Viostin DS dan Enzyplex tablet.
Diantaranya, sebagai langkah antisipasi dan perlindungan konsumen, BPOM RI menginstruksikan Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia untuk terus memantau dan melakukan penarikan produk yang tidak memenuhi ketentuan, termasuk yang terdeteksi positif mengandung DNA babi, namun tidak mencantumkan peringatan “mengandung babi”.
Kemudian, BPOM RI secara rutin melakukan pengawasan terhadap keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu produk dengan pengambilan sampel produk beredar, pengujian di laboratorium, serta tindak lanjut hasil pengawasan. (mrf)



