Gelar Perkara Dilakukan Serentak

PALEMBANG, SIMBURNEWS – Demam pilkada sepertinya berdampak pula pada gelar perkara kasus tindak pidana ringan (tipiring). Ungkap kasus 385 KUHP terkait dugaan penyerobotan tanah dengan ukuran objek seluas 60 m2 pun dikabarkan akan dilakukan secara serentak.

Hal itu diketahui setelah pelapor awal, Azhari menanyakan penyidik Bripka Mawazir terkait perkembangan kasus 385 dan 170 KUHP berdasarkan LPB/137/II/2017/SPKT tanggal 22 Februari 2017, di mana Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) Nomor SP2HP/154A/I/ 2018/Dit Reskrim Um mendadak dikirim ke alamat pelapor. Kasus yang ditangani Subdit II Unit 1 Harda Ditreskrimum Polda Sumsel itu terbilang lambat diduga karena adanya laporan balik (split) dari Muhasim dengan nomor LPB/320/V/2017/SPKT tanggal 15 Mei 2017 dengan penyidik Brigadir Yulius. Penanganan kasus yang sama itu di bawah komando Ketua Unit (Kanit) Kompol Rudiansyah dan perwira unit (panit) Iptu Yusron Rizal.

Menurut penyidik, gelar perkara dua laporan itu akan dilakukan secara bersamaan. Dikatakan pula oleh penyidik, oknum anggota propam yang minta gelar perkara dua kasus ini akan dilakukan bersamaan.

Dikonfirmasi, Kabid Propam Polda Sumsel, Kombes Pol Didi Hayamansyah mengatakan, pihaknya tidak pernah memberi perintah untuk gelar perkara bersama. “Langsung tanya sama penyidiknya, alasannya banyak macam. Mana ada perintah itu, mana boleh. (Oknum) Propam tidak boleh merintah-merintah (gelar perkara dilakukan bersamaan) seperti itu,” ungkapnya seraya menjelaskan, secara SOP propam tidak menginterogasi warga sipil, melainkan memeriksa oknum polisi. “Kecuali ada laporan (pengaduan dari warga terhadap kinerja polisi),” tegasnya, Rabu (10/1).

Sebelumnya, Kapolda Sumsel, Irjen Pol Zulkarnain Adinegara menegaskan bahwa jika ada tumpang tindih laporan dengan pasal yang sama, maka laporan pertama (awal) yang harus diselesaikan terlebih dulu. “Jika laporannya sama (pasal yang sama) ketentuannya laporan pertama yang diproses terlebih dulu,” ungkapnya saat dikonfirmasi Simbur, belum lama ini.

Sementara, praktisi hukum dari Bharatayudha Law Firm, Heriyanto SH mengatakan, laporan awal seharusnya diselesaikan dulu. “Nanti terbukti yang benar tetap benar, yang salah ya salah.  Proses penyidikan laporan awal tidak transparan. Terlapor balik tidak bisa masuk pidana karena kasus pidana tidak bisa diwariskan,” terangnya.

Ditanya, kecenderungan dua kasus tersebut diarahkan ke perdata, Heriyanto mempersilakan saja. “Ikuti saja proses hukum. Terserah jika oknum polisi ada unsur dugaan keberpihakan kepada pelapor balik,” tutupnya.

Diketahui, penyerobotan dan pengrusakan awal terjadi sejak 26 September 2014, di mana orang tua korban memiliki sebidang tanah di lokasi tersebut dibuktikan berdasarkan pengoperan tanah usaha No 589/SKR/2009, yang dibuat di kantor PPAT kantor Camat Sukarame, tanggal 22 Juni 2009. Terlapor H Iran Suhadi ST MM selaku pemilik pengembang (developer) Gapura Residence melakukan take over proyek pengembang sebelumnya, Ari Wibowo (Ragam Surya Gemilang) yang membuat jalan dengan cara mengambil tanah warga. Kedua pengembang itu bekerja sama dengan cara bagi bangun bersama keluarga Muhasim (75) selaku pemilik tanah perumahan yang juga berstatus terlapor. Diduga desakan developer H Iran Suhadi ST MM, Muhasim melapor balik pada 15 Mei 2017. (mrf)