- Dukung Penuh HPN 2025 di Riau, Pj Gubernur: Perkuat Peran Pers dalam Pembangunan
- Ratusan Warga Mulai Eksodus, Gunung Ibu Naik Status dan Terus Meletus
- Dalami Dugaan TPPU dan Temuan 117 Amplop Misterius, Jaksa Sita Dua Rumah dan Satu Mobil Milik Kadisnakertrans Sumsel Deliar Marzoeki
- Kuasa Hukum Sebut Lelang Online Tanah Tunggu Putusan Sidang Pengadilan
- Perempuan dan Anak-anak Relawan di Jalur Gaza Jadi Target Serangan Israel
Jelajah Jalur Pansela, Menatap Mata Pencaharian Rakyat untuk Bertahan Hidup Puluhan Tahun
Pelukis Bersaing Sehat di Pasar Seni, Tidak Ada Hal Spesifik Menghalau Kecanggihan Teknologi dan Modernisasi
Bandung menjadi salah satu kota yang masih menyimpan dan melestarikan karya seni dan budaya. Hal itu dilihat dari aktivitas warga Paris Van Java yang berkreasi di Jl Braga.
Media ini coba menelusuri aktivitas masyarakat, khususnya di Jl Braga Kota Bandung. Salah satu yang menonjol adalah pasar seninya. Terutama lukisan yang dijual di kaki lima hingga toko.
Iin Solihin (53) misalnya. Dia mengaku sudah puluhan tahun menjadi pelukis dan menjual karya lukisannya. “Cukup lama. Kurang lebih 30 tahun terjun ke lukisan,” ungkapnya kepada Simbur, Rabu (27/9).
Dikatakannya, para pelukis berasal dari berbagai daerah di Jawa Barat. Akan tetapi, seniman Bandung masih mendominasi. “Ratusan pelukis didominasi orang Bandung tapi ada juga yang dari Jawa Barat. Banyak dari pelosok punya potensi melukis,” ungkapnya.
Harapannya, kata Iin, dirinya beserta para pelukis lainnya selalu bersyukur. Meski demikian, kualitas karya lukisan dan pelayanan terhadap konsumen harus maksimal. “Kami syukuri selama ini tidak ada kendala. Berusaha bgaimana memberikan yang terbaik kepada konsumen, baik kualitas maupun pelayanan, imbuhnya.
Mengenali harga lukisan dan siapa pelukisnya, Iin menambahkan, harga lukisan bervariasi. “Harga relatif dari ratusan ribu hingga puluhan juta ada,” ujarnya.
Intinya, lanjut Iin, kami merangkul orang sudah punya nama besar. Kami kontak orangnya. “Ada juga yang sudah ready. Ada yang sudah ikut lelang atau pameran dan punya jam terbang lebih banyak,” terangnya.
Terkait bahan lukisan yang digunakan, Iin menjawa pakai Aklirik dan cat minyak. Sekarang, kata dia, lebih banyak aklirik karena mengejar waktu. “Kalau lokasi toko sempit kami pakai aklirik agar suasana tidak pengap. Jika menunggu keringnya lama kalau pakai cat minya,” ujarnya.
Ditanya ancaman yang dihadapi, Iin bersama pelukis lainnya menanggapi dengan dingin. Memang, lanjut dia, apapun usaha selalu terancam. “Termasuk lukisan di sini. Sekarang sejak dibebaskan masuk Chinese painting. Kalau menyerbu Bandung bahaya juga. Orang tidak tahu kualitas seni aslinya. Padahal itu bukan lukisan tapi printing,” imbuhnya.
Meski demikian, Iin tidak melihat siapa saja para kompetitor. Dia dan komunitas pelukis tetap beraktivitas seperti biasa. “Silakan saja. Semua berjalan dan bersaing secara sehat. Kami harus sadar dengan kecanggihan alat dan modernisasi. Tidak ada hal spesifik untuk menghalaunya,” paparnya.
Selama ini, kata Iin, belum ada pedagang lukisan di sini yang mendapat dukungan pemerintah. “Kami memohon keberadaan pelukis dan pasar seni di Bandung dapat diperhatikan pemerintah,” harapnya.
Selain menghilangkan kesan kumuh, tambah dia, bisa menampilkan ikon kota Bandung. “Kami mohon pemerintah untuk memberi dukungan, bagaimana bisa memberikan dana segar dalam bentuk pemodalan,” harapnya.
Mengenai jumlah kunjung, lanjut Iin, pengunjung yang datang ke Bandung sangat banyak. “Jangan bicara weekend. Trotoar macet. Lalu lalang pengunjung luar biasa. Orang Jabodetabek kayaknya tumpah ke Bandung. Kulinernya banyak belum lagi fashionnya. Termasuk seninya. Bandung punya banyak bahan baku sampai barang jadi,” terangnya.
Menurut Iin, tingkat kreatif orang Bandung lebih tinggi dari kota lain. Seniman Bandung juga lebih banyak daripada pedagang. “Dukungan dari pemerintah sangat diharapkan untuk bersinergi,” pintanya.