- Kejati Sedang Bidik Kasus Big Fish di Sumsel, Kejari Palembang Jadikan Deliar Marzoeki Tersangka Gratifikasi karena Bikin Resah Pengusaha yang Berinvestasi
- Rumah Kadisnakertrans Sumsel Deliar Marzoeki di Talang Jambe Digeledah
- Kadisnakertrans Sumsel Deliar Marzoeki Ditangkap, Diduga Terlibat Suap
- Presiden Prabowo Direncanakan Bakal Hadiri Hari Pers Nasional (HPN) 2025 di Riau
- Kepala BNPB Pastikan Pembangunan Hunian Tetap Pasca-Bencana di Sukabumi Cepat dan Tepat
Rugikan Negara Rp32,7 Miliar, Dituntut 7 Tahun
PALEMBANG, SIMBUR – Jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Agung RI membacakan tuntutan pidana penjara terhadap terdakwa EW selaku Dirut PT Perkebunan Mitra Ogan tahun 2013. Terkait dugaan usaha patungan sawit fiktif PT Perkebunan Mitra Ogan dan PT SMS di Kabupaten OKI, Sumsel yang merugikan keuangan negara Rp 32,7 miliar lebih tahun 2011-2018.
Tuntutan pidana tersebut dibacakan di hadapan majelis hakim Mangapul Manulu SH MH dan Efrata Happy Tarigan SH MH. Sidang berlangsung di Pengadilan Negeri Tipikor Palembang, kelas IA khusus, Jumat (1/7/22) pukul 15.00 WIB.
Dengan pertimbangan memberatkan, perbuatan terdakwa EW tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi. Akibat perbuatan terdakwa mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp32,7 miliar. Pertimbangan meringankan terdakwa belum pernah dihukum, terdakwa merasa bersalah dan tidak menikmati hasil kejahatan.
“Menuntut terdakwa EW, menyatakan terdakwa EW, telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah. Melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama, sebagaimana diatur diancam dalam dakwaan primer Pasal 2 ayat 1 junto Pasal 18 UU No 31/1999, sebagaimana telah diubah dan ditambah UU No 20/2001 tentang perubahan UU No 31/1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Junto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP,” tegas JPU.
“Menjatuhkan tindak pidana penjara terhadap EW selama 7 tahun. Dikurangi selama ditahan, dengan perintah terdakwa tetap ditahan di Rutan Pakjo Palembang kelas I. Menghukum terdakwa EW dengan pidana denda sebesar Rp 500 juta, subsider 6 bulan,” tukas Jaksa Kejagung RI.
Setelah pembacaan tuntutan, Mangapul Manulu SH MH menunda persidangan hingga Rabu tanggal 13 Juli 2022 pukul 13.00 WIB dengan agenda tuntutan. “Persidangan kami tunda, dengan agenda pledoi. Pembelaan baik dari terdakwa maupun kuasa hukumnya,” tukas ketua majelis hakim.
Sebelumnya, terdakwa dihadirkan di muka persidangan Pengadilan Negeri Tipikor Palembang, kelas IA khusus. Pada Jumat (24/6/22) pukul 14.15 WIB. Dikatakan terdakwa EW lahan di Sungai Menang, Kabupaten OKI, menurutnya bagus itu milik Dedek. Dimana Dedek ini kata Imron Muslimin, merupakan pengusaha bonafit kelapa sawit. Lahan itu kosong, yang ingin mengenal dengan direksi PT PMO.
Kata dia, Dede punya lahan yang bisa dikerjakan, tidak tahu lahan pribadi atau perusahaan. “Luas lahannya sekitar 4.000 hektar, surat-suratnya SKT, tapi tidak ditunjukan, lahan itu saya cek sama kades, tapi saya tidak cek surat SKT nya,” ujarnya hari itu.
Mangapul juga keheranan terhadap terdakwa terkesan tidak memeriksa keakuratan surat lahan tersebut. “Jadi lahan 5.200 hektar yang berhak dikelola, maka penting saudara pegang surat SKT kalau tidak dikejar orang. Kemudian modal dikucurkan dari PT PMO 60 persen atau Rp 15 miliar dan PT SMS 40 persen sekitar Rp 10 miliar tapi belum dikucurkan juga,” urainya.
Disebutkan terdakwa, Anjapri sebelumnya sebagai Dirut PT Sawit Menang Sejahtera (SMS) tahun 2011 selama 9 bulan, dan Dede sebagai Komisaris Utama di PT SMS, kantornya di Jalan HBR Motik, Palembang.
“Sekitar uang Rp 20 miliar dari PT PMO dikucurkan saat direkturnya pak Anjapri, sebagai pinjaman kepada PT SMS. Lahan itu milik PT SMS, pertama untuk land clearing, pembuatan jalan, pembuatan parit, pembelian bibit, pembelian mobil, bangun kantor dan pemeliharaan,” beber Elka.
“Laporan penggunaan keuangan itu ada, saya tidak detail cek pekerjaanya. Iya berarti PT Mitra Ogan dibohongi,” kata Elka.
“Faktanya yang ambil hasil sawit itu Dedek. Uang Rp 20 miliar itu dari Perusahaan Perkebunan Negara merupakan BUMN dan mengalir ke PT PMO mengucur ke PT SMS,” cetus Mangapul.
“Kesalahan saya yang mulia, pak Dede wanprestasi dan kami direksi tidak melakukan tindakan apa pun,” kelit terdakwa.
“Laporan keuangan Rp 20 miliar ada, dengan ditambah bukti fisik, saya bekerja di PT PMO dan di komisaris PT SMS sampai 2013,” timpal terdakwa.
Efrata, juga masih keheranan terkait peruntukan uang Rp 20 miliar habis dalam 9 bulan, ditangan Dirut PT PMO Anjapri dan Dede dari PT SMS. Modal PT PMO belum kembali sampai sekarang dan dirugikan. Terdakwa Dirut PT PMO digantikan Anjapri lagi, inikan kong kalikong. Ini orangnya bermasalah. Auditnya keuangan hanya formalitas,” seru majelis hakim.
“Saya mencairkan uang Rp 27,5 miliar. Kemudian uang Rp 4,5 miliar dicairkan Anjapri. Lalu uang Rp 500 juta dicairkan AF, uang Rp 500 juta lagi dicairkan NS, kemudian dicairkan lagi Rp 50 juta totalnya Rp 32 miliar lebih. Kemudian lahan seluas 1.200 hektar sudah land clearing, lahan seluas 700 hektar sudah di tanam, tanah status HGU seluas 520 hektar. Tapi belum ada penyitaan terhadap saya atas kerugian negara,” tukas EW.
Jaksa penuntut umum (JPU) Kejagung RI, Budy Marselius Nenggolan SH menegaskan kepada Simbur bahwa menyinggung joint venture, ternyata usaha kebun sawit ini, tidak memberikan kontribusi baik kepada PT SMS juga PT PMO sendiri, padahal uang dikucurkan Rp 32,7 miliar lebih. Berdasarkan ahli BPK karena tujuan dan manfaat tidak tercapai.
“Tidak ada kontribusi kembali, jadi perhitungan kerugian negaranya total loss atau kerugian total. Dari fakta persidangan, jelas kita akan membidik tersangka baru. Karena tidak mungkin melakukan tindak pidana di perseroan dilakukan sendiri, pastilah ada pihak-pihak yang diuntungkan. Pasti harus kita tarik juga,” tegas Budi.
Pada periode terdakwa EW itu, sebanyak uang Rp 27,5 miliar dikucurkan, alasannya untuk uang Rp 15 miliar penyertaan modal, sisanya pinjaman ke PT SMS. “Padahal inikan joint venture itukan tidak merubah restrukturisasi perusahaan. Dua perusahaan sama besar dan mencari keuntungan bisnis. Tapikan faktanya PT SMS tidak menyetorkan modal dan bekerja selalu mendapat dana dengan dalih pinjaman. Saat ini perusahaan tidak beroperasi lagi, dan inikan penyelidikan dari Bareskrim Polri,” tukas jaksa Kejagung RI ini. (nrd)