- Satu Warga Probolinggo Tewas Tertimpa Pohon Tumbang
- Diapresiasi Ketua KPPU RI, Dandim 0402 Sebut Pembangunan Koperasi Merah Putih di OKI Sudah 83 Persen
- Menhan dan PWI Pusat Agendakan 200 Wartawan Ikut Retret di Akmil Magelang
- Jelang Pergantian Tahun, Pemerintah Percepat Pemulihan Bencana Sumatera
- Dianiaya di SPBU, Istri Almarhum Ketua SMSI Musi Rawas Polisikan Tetangga
Gempa 7,4 Skala Richter, BMKG Belum Cabut Peringatan Dini Tsunami
JAKARTA, SIMBUR – Tak mau kecolongan seperti gempa dan tsunami yang terjadi sebelumnya, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) hanya merilis peringatan dini tsunami berakhir, bukan dicabut. Hal itu diungkap Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati saat konferensi pers, Jumat (2/8).
Berdasarkan monitoring muka air laut melalui alat pemantau pasang surut, menurut Dwikorita, tidak ada pergerakan air tinggi air laut. Dijelaskannya, setelah menunggu selama dua jam sesuai SOP dari pukul 19.35 hingga pukul 21.35 maka peringatan dini perkiraan adanya tsunami diakhiri. “Bukan berarti dicabut,” ungkapnya kepada pers, Jumat (2/8) malam.
Sebelumnya, BMKG telah mengeluarkan peringatan dini tsunami pascaterjadinya gempa di laut Jawa. Dari hasil pemodelan matematis, menurut Dwikorita, selain guncangan gempa huni tersebut berpotensi tsunami. “Level siaga untuk wilayah kabupaten Lebak dan Pandeglang bagian Selatan serta level waspada untuk wilayah Pandeglang Bagian Utara dan Tanggamus Lampung,” sebutnya.
Dwokorita membenarkan bahwa pada hari Jumat, 2 Agustus 2019 pukul 19.03.25 WIB telah terjadi gempa. “Wilayah Samudera Hindia sebelah selatan Selat Sunda telah terjadi gempa tektonik hasil analisis BMKG berkekuatan 7,4 skala Richter yang selanjutnya dimutakhirkan menjadi 6,9 skala Richter. Episenter pusat gempa berada pada koordinat 7,32 derajat LS dan 104,75 derajat Bujur Timur. Tepatanya berlokasi di laut pada kedalaman 48 km pada jarak 164 km arah Barat Daya Pandeglang, Provinsi Banten,” terangnya.
Dengan menerhartikan lokasi episenter dan kedalaman hiposenter, tambah Dwikorita, gempa yang terjadi merupakan jenis gempa dangkal akibat adanya defonasi batuan di dalam lempeng Indo-Australia.
“Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan bahwa gempa terjadi akibat mekanisme pergeseran naik atau patahan dari lempeng tersebut,” paparnya.
Masih kata Dwokorita, dampak dari gempa bumi yang kami catat berdasarkan alat pencatat gempa bumi yang ada di BMKG yang diverifikasi dari laporan masyarakat guncangaan gempa ini juga dirasakan di Liwa, Tanggamus, Bandarlampung, Krui, dan daerah sekitar dengan skala 4-5 mmi. “Artinya getaran dirasakan hampir semua penduduk barang besar bergoyang,” ungkapnya.
Selain itu, lanjut dia, getaran juga dirasakan di daerah Kebumen, Banyumas, Tanjung Sakti-Lahat, Ciputat, Pamulang, Serpong, Bengkulu Selatan dengan skala 3 mmi. “Skala 3 mmi artinya getaran dirasakan banyak orang, jendela dan pintu berdering,” jelasnya.
Getaran juga dirasakan di Klaten, Yogyakarta, Padalarang, Kotabumi, Sukadanana, Karawang dan Purworejo dengan skala 2-3 mmi. “Artinya getaran dirasakan banyak orang seperti ada truk berlalu, ada truk melaju,” ujarnya lagi.
Kemudian getaran dirasakan juga di Bengkulu, Kepahyang, Parung, Bogor Barat, Bandung, Buleleng, dan Sumbawa barat dengan skala 2 mmi. “Artinya getaran dirasakan beberapa orang seperti benda ringan bergoyang,” sebutnya.(tim)



