- Satu Warga Probolinggo Tewas Tertimpa Pohon Tumbang
- Diapresiasi Ketua KPPU RI, Dandim 0402 Sebut Pembangunan Koperasi Merah Putih di OKI Sudah 83 Persen
- Menhan dan PWI Pusat Agendakan 200 Wartawan Ikut Retret di Akmil Magelang
- Jelang Pergantian Tahun, Pemerintah Percepat Pemulihan Bencana Sumatera
- Dianiaya di SPBU, Istri Almarhum Ketua SMSI Musi Rawas Polisikan Tetangga
KPU dan Bawaslu Harus Sinkron
PALEMBANG, SIMBUR – Gesekan antara pendukung saat Pemilu 2019 menjadi sangat berbahaya. Hal itu berdampak pada perpecahan bangsa jika tidak segera diredam oleh pihak-pihak yang memang memiliki wewenang, termasuk KPU dan Bawaslu.
Menurut pengamat politik Sumsel, Prof Abdullah Idi saat ini bukan waktunya untuk dilakukan rekonsiliasi tingkat elite melainkan peran KPU dan Bawaslu yang paling mungkin meredakan ketegangan yang sedang terjadi pasca Pemilu. Isu people power yang tengah berembus kencang sebenarnya bisa cepat diantisipasi jika kedua lembaga tersebut menunjukkan kinerja yang profesional dan tidak cenderung memihak.
“Poeple power sebenarnya itu soal istilah saja. Kalau saya memaknainya sama dengan seseorang atau satu kontestan yang menuntut haknya. Tapi yang perlu kita cari bukan soal poeple powernya, tapi apakah benar penyelenggara pemilu sudah melaksanakan tugasnya dengan baik atau belum,” ujarnya saat dikonfirmasi Simbur beberapa waktu lalu.
Jadi, lanjut Prof Abdullah, sebenarnya kultur Indonesia biasanya Pemilu lancar-lancar saja, tapi kompetensi dari penyelenggara pemilu itu. Apakah selama ini petugas sudah diedukasi dengan baik, apakah mereka layak, itu yang harus dilihat. Efeknya adalah kualitas penyelenggara pemilu dan berkaitan dengan adanya isu people power. “Jadi, itu bisa direduksi atau dikurangi apabila ada keyakinan dari penyelenggara pemilu. Itu tidak akan terjadi apabila kualitas penyelenggara itu berjalan dengan baik. Saya kira yang disoroti saat ini adalah KPU dan Bawaslu. Mereka harus memperbaiki kinerjanya. Kritik dan sorotan dari berbagai pihak anggap sebagai masukan untuk memperbaiki kinerja supaya masyarakat tidak kecewa secara terus-menerus,” lanjutnya.
Dikatakan, media sosial atau media massar yang diduga sudah berafiliasi ke salah satu kontestan pilpres maupun pileg cenderung “mengadu domba”, secara tidak langsung ikut memperuncing semangat people power itu..“Hal yang penting pada real count (KPU) sebisa mungkin dikurangi kesalahannya, karena itu yang ditunggu oleh masyarakat. Kalau ada kesalahan cepat diperbaiki, dan (mau) menerima masukan dari kedua belah pihak. Jadi itu termasuk rekonsialisasi dari kinerja KPU, itu akan mengurangi intensitas konflik,”ujarnya.
Kedua lembaga itu, tambah Prof Abdullah menjadi instrumen “rekonsiliasi” melalui kinerja mereka. “Jadi sekarang bukan rekonsialisasi elit. Kalau itu sudah berjalan dengan baik, baru bisa rekonsialisasi elit atau kedua kontestan tadi. Percuma saja ada pertemuan antar kedua paslon, kalau kinerja itu (KPU dan Bawaslu) tidak diperbaiki. Masyarakat kan mengontrol (pemilu),” pungkasnya.
Sementara itu, Ketua KPU Sumsel, Dra, Kelly Mariana mengatakan, semua penyelenggara Pemilu bisa dituntut atau di (laporkan) ke DKPP jika melanggar kode etik penyelenggara Pemilu. Masyarakat juga bisa langsung melaporkan jika ditemukan kesalahan input data di website resmi KPU. “Kami kan membuka seluas-luasnya laporan, ada namanya helpdesk dan mensosialisasikan kepada masyarakat umum untuk melaporkan jika terjadi kesalahan input data,” imbaunya.
Akan halnya, Koordinator Divisi Hukum, Data dan Informasi Bawaslu Sumsel, Junaidi SE MSi memastikan antara Bawaslu dan KPU sudah melakukan rapat bersama terkait persoalan yang terjadi dalam pemilu 2019. “Bawaslu akan tetap mengawasi. Biarlah mereka (KPU) mengurusi rumah tangganya, Bawaslu mengawasi proses dan apa keputusan yang akan ditindaklanjuti,” pungkasnya. (dfn)



