- Diapresiasi Ketua KPPU RI, Dandim 0402 Sebut Pembangunan Koperasi Merah Putih di OKI Sudah 83 Persen
- Menhan dan PWI Pusat Agendakan 200 Wartawan Ikut Retret di Akmil Magelang
- Jelang Pergantian Tahun, Pemerintah Percepat Pemulihan Bencana Sumatera
- Dianiaya di SPBU, Istri Almarhum Ketua SMSI Musi Rawas Polisikan Tetangga
- Jejak Melayu Jambi di Nganjuk, Hidup Damai Seribu Tahun
Nasib Sriwijaya FC seperti Gelas Retak, Baju Klub Diduga Bau Partai
# Saham PT SOM Bakal Dimiliki Masyarakat Sumatera Selatan
PALEMBANG, SIMBUR – Polemik kepemilikan saham dan sekelumit permasalahan dalam tubuh Sriwijaya FC di bawah manajemen PT Sriwijaya Optimis Mandiri (PT SOM) semakin kompleks. Oleh sebab itu, Gubernur Herman Deru mengarahkan agar saham Sriwijaya FC dapat dimiliki masyarakat Sumatera Selatan. Namun sayang, Direktur utama PT SOM, Mudai Madang terlihat merasa berat terhadap solusi yang ditawarkan itu saat konferensi pers di Hotel Horison Ultima, Sening (7/1).
Nasib Sriwijaya FC seperti gelas retak. Terlebih lagi setelah klub kebanggaan masyarakat Sumsel itu terdegradasi ke Liga 2. Karenanya, Gubernur memastikan dirinya akan segera mengundang para pemangku kepentingan termasuk perwakilan suporter untuk menggelar urung rembuk.
“Saya mengamati dan mendorong SFC untuk keluar dari jurang degradasi. Ternyata nasib belum berpihak. SFC harus rela terdegradasi ke Liga 2 untuk musim 2019. Waktu itu saya berpikir kalau ini (SFC) adalah gelas retak. Kalau saya ambil (sentuh) akan pecah, tapi jika dibiarkan tetap ada rasa memiliki,” katanya.
Dari asumsi itulah, maka Herman Deru mengajak seluruh pihak untuk duduk bersama membicarakan dan mencari solusi terbaik bagi PT SOM dan SFC ke depan. “Salah satu (solusi) yang ada di pemikiran saya, dalam waktu dekat atau sebelum 15 Januari, saya ingin mengundang PT SOM milik Mudai Madang, para tokoh sepakbola Sumsel, pers, dan perwakilan supporter untuk duduk rembuk. Tujuannya untuk mencari solusi apa yang harus dilakukan demi kebaikan SFC. Membenahinya agar tetap menjadi tim sepakbola yang membanggakan Sumsel,” tegasnya.
Pertemuan itu nantinya, lanjut Gubernur, diharapkan menjadi wadah bagi semua pihak untuk menyalurkan unek-unek serta mencarikan solusi mengenai masa depan SFC. Semuanya demi perbaikan SFC. “Benahi ini, biar SFC tetap jadi tim sepakbola kebanggan kita. Saya akan dengar langsung masukan dari semua, termasuk soal kepemilikan saham mau dibawa ke mana SFC. Saya akan ajak PT SOM melibatkan masyarakat,” tambahnya.
Gubernur juga meminta agar pemilik saham PT SOM dalam hal ini Muddai Madang dan seluruh timnya untuk mematuhi apa pun hasil yang dicapai pada urung rembuk nanti. “Apapun hasil rembuk nanti, saya minta PT SOM patuh terhadap hasil musyawarah. PT SOM juga tetap menyikapi, menjalankan pertandingan-pertandingan SFC dalam mengarungi Liga 2 musim 2019 yang akan bergulir Mei mendatang,” tekannya.
Gubernur berharap SFC harus menjadi klub kebanggaan masyarakat (Sumsel) dan bersyukur kalau nanti dapat dimiliki masyarakat. “Mari ambil hikmahnya di Liga 2. Kita bisa perbaiki dari awal. Saya sebagai Gubernur akan memberikan perhatian untuk SFC jadi lebih baik. Saya juga berharap agar Mudai Madang dan tim legowo jika nanti keputusan (rembuk) harus mendegradasi saham milik Mudai Madang,” candanya.
Menurut Deru, pasca Pilkada Juni lalu ia tahu betul kalau kepemilikan saham Pemprov di Sumsel masih 58 persen, namun kepemilikan itu berubah pada bulan Juli 2018 dimana kepemilikan saham Pemorov menjadi 11 persen saja.
Sementara, dugaan sebagian masyarakat khususnya suporter Sriwijaya FC (SFC) bahwa terdepaknya SFC ke Liga 2, sedikit banyaknya karena kepentingan politik yang masuk di dalamnya. Karena stigma yang bergulir dan menjadi bola panas itu, Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel), Herman Deru tidak ingin SFC identik dengan salah satu partai.
“Saya akan memulai dari diri saya, dan tidak ingin ini (SFC) tercoreng-moreng hanya untuk urusan-urusan sesaat. Termasuk warna baju, saya sebagai Gubernur akan meminta (kepada pengurus) jangan yang berbau partai lah. Itu dari mulai warna baju, kalau perlu songket saja warna bajunya,” ujarnya.
Selain itu, Deru juga menegaskan jika dirinya melarang tegas keluarganya untuk menjadi pengurus klub kebanggaan masyarakat Sumsel itu. “Saat ini kami belum belum berbicara secara teknis kepemilikan saham. Pemprov mengambil alih ini (SFC) bukan hanya saham saja karena kami ingin SFC profesional. Peran Gubernur hanya pembina, pengawas bahkan anak-anak saya, menantu tidak boleh (jadi) pengurus (SFC). Tegas ini. Saya tidak mau ini jadi komoditas keluarga atau politik. SFC harus lepas dari semua kepeningan, tetapi tetap menjadi milik masyarakat Sumsel,” tegasnya.
Dijelaskan, dengan adanya keputusan itu, bukan berarti seorang politisi tidak boleh menjadi pengurus SFC. “Kalau orang yang berminat (pengurus SFC) bisa saja dari unsur apapun termasuk politisi. Tapi saya akan memulai dari diri saya. Orang (politisi) yang berkinginan itu boleh, tapi itu kan akan dikendalikan oleh pemilik saham. Walaupun di dalamnya ada politisi, harus tetap profesional dalam mengelola tim sepak bola ini,” ungkapnya seraya menambahkan, “Saya sangat ingin profesional. Karena, kalau profesional, saya yakin ini (SFC) akan besar. Saya sebagai Gubernur menegaskan tidak akan melibatkan keluarga saya dalam urusan ini,” harapnya.
Di tempat yang sama, Direktur Utama PT SOM Muddai Madang tidak ingin berkomentar banyak dan memilih tidak ikut-ikutan. “Masalah apakah ada kepentingan politik yang akan masuk di dalam tubuh SFC, itu tergantung. Saya tidak ingin ikut-ikutan, itu nanti biar Gubernur saja. saya ikut saja,” pungkasnya.
Pada dasarnya, Muddai Madang akan siap mendukung dan patuh dengan kebijakan yang dihasilkan dari urung rembuk nanti. “Intinya saya yakin dan percaya bahwa apa yang disampaikan Gubernur itu adalah baik untuk kemajuan olahraga di Sumsel khususnya sepakbola Sumsel. Saya selaku Direktur Utama PT SOM siap dan patuh dengan segala kebijakan, apalagi nanti kami akan urung rembuk dengan tokoh dan masyarakat termasuk suporter,” terangnya.
Karena pada dasarnya, lanjut Muddai, dirinya mengakuisisi PT SOM adalah untuk menyelamatkan menyelesaikan kompetisi Liga 1. “Jika saat itu SFC satu kali saja tidak ikut kompetisi, maka lima poin sudah berkurang. Dua kali sepuluh poin, lebih dari itu didiskualifikasi. Alangkah malunya kita, jika ini (SFC) tidak diteruskan,” ungkapnya.
Terkait caci maki yang diterima di medsos, Mudai menegaskan jika dirinya tidak bermaksud untuk mengambil alih PT SOM dan SFC. “Saya ini orang bisnis, nanti tambah pening. Apalagi ini maaf ya, masyarakat hanya bisanya mencaci (lewat medsos) tidak tahu, tapi okelah. Di sini juga saya mohon maaf kepada masyarakat (Sumsel) pencinta olahraga khususnya pencinta SFC, dimana saat ini SFC tidak bisa ikut di Liga 1 karena ada beberapa persoalan,” lanjutnya.
Ditambah lagi, kata Mudai, saat itu atmosfer sepakbola tanah air sedang tidak sehat. “Sangat tidak sehat atmosfernya. Saat SFC lemah, atmosfernya tidak sehat, yah memang SFC salah satu yang menjadi bulan-bulanan. Kita sama-sama tahu dan mendapat informasi bahwa banyak yang terbukti bermain di luar ketentuan-ketentuan yang ada. Bahkan yang lebih sedihnya lagi, ada EXCO PSSI yang terlibat langsung. Itu membuktikan bahwa memang ekosistem sepakbola (tanah air) kurang sehat,” tutupnya. (dfn)



