- Sumur Minyak Rakyat Dilegalkan, Menteri Bahlil: Sudah Ada sebelum Indonesia Merdeka
- Sidang Uji Materi Undang-Undang Pers, Pertegas Perlindungan Wartawan
- Delapan Sukontraktor Ancam Bongkar RSUD Sekayu
- Dinas Kearsipan dan Perpustakaan OKI Sukses Gelar Festival Literasi 2025
- Jaksa Gadungan Jadi Tersangka
Ngaben Massal, Harmoni Budaya dan Toleransi di Ogan Komering Ilir

KAYUAGUNG, SIMBUR – Ribuan umat Hindu dari berbagai daerah bahkan luar Sumatera Selatan antusias mengikuti rangkaian acara Ngaben Massal. Kegiatan berlangsung di areal pemakaman atau setra Gandawangi, Desa Tugu Mulyo Kecamatan Lempuing Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Senin, (4/8).
Pelaksanaan ngaben massal ini menunjukkan kuatnya harmoni kerukunan hidup dan toleransi antara masyarakat yang berbeda suku, budaya, ras, dan agama di Ogan Komering Ilir Sumsel.
Arak-arakan Bade dan Lembu
Ngaben merupakan salah satu tradisi pembakaran jenazah bagi masyarakat Hindu. Prosesi pembakaran jenazah itu juga disebut dengan pelebon.
Salah satu sarana yang kerap menjadi perhatian saat rangkaian kegiatan ngaben atau pelebon adalah struktur bade dan lembu. Bade merupakan wadah yang digunakan untuk mengantarkan jenazah dalam upacara yang tergolong ke dalam pitra yadnya tersebut.
Pemrakarsa kegiatan, Made Wijaya Pangabean menjelaskan bade sebagai tempat berukuran besar dan tinggi yang dirancang khusus untuk mengusung jenazah yang hendak dibakar di kuburan (setra). Bade dibuat sesuai dengan aturan, konsep, dan ajaran Hindu. “Pembuatan bade mengadopsi dari konsep gunung dan Tri Angga. Hal itu tercermin dari bangunan bade yang terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian dasar, badan, dan atap,” terang dia.
Wadah, bade, dan lembu umumnya memiliki fungsi yang sama sebagai perlengkapan untuk melaksanakan ritual ngaben. Bedanya, wadah digunakan untuk seseorang yang tidak berkasta, sedangkan bade dan lembu digunakan untuk mereka yang berasal dari golongan bangsawan.
Pelaksanaan upacara Ngaben bagi umat Hindu seringkali dilaksanakan secara perseorangan dan membutuhkan biaya yang besar. Namun ada alternatif lain, yakni dengan mengikuti ngaben massal atau ngaben yang dilakukan secara bersama-sama.
Puluhan sawa atau jenazah diikutkan dalam prosesi ngaben kali ini. Selain untuk kebersamaan memperat hubungan antar krama, ngaben massal ini juga bertujuan untuk meringankan biaya. “Setiap keluarga peserta ngaben massal ini dikenakan biaya belasan juta. Secara nilai, nominal ini terbilang relatif murah jika dibandingkan ngaben yang dilaksanakan sendiri,” ujar Made Sunandre asal OKU Timur.
Sebelum di Aben Massal, kegiatan diawali dengan sejumlah rangkai adat. Setelah semua persiapan selesai, kemudian kerangka diarak untuk di Aben di tempat pemakaman yang telah ditentukan.
Ngaben Massal memiliki tujuan untuk mempercepat proses kembalinya unsur Panca Maha Bhuta bagi keyakinan Agama Hindu yakni “Jika yang berasal dari air kembali ke air, yang dari tanah kembali ke tanah, dari udara kembali ke udara, dan dari api kembali ke api,” terangnya.
Ketua panitia tersebut mengatakan bahwa upacara kali ini diikuti oleh peserta dari luar provinsi, termasuk Jambi, Bengkulu, Kalimantan, dan Nusa Penida. Menurutnya, acara ini menunjukkan bahwa OKI mulai menjadi pusat kegiatan budaya Hindu di luar Bali. “Kami berharap tahun-tahun mendatang, kegiatan ini bisa lebih besar lagi dengan dukungan semua pihak,” kata Made.
Gubernur Sumsel, Herman Deru yang turut hadir pada kesempatan itu mengatakan OKI dan Sumsel pada umumnya adalah daerah yang terbuka dan aman untuk masyarakat dengan etnis ataupun keyakinan berbeda. ”Maka itu, Sumsel nyaris tidak terdengar ada konflik berbau SARA (suku, agama, ras, antaragolongan),” ujar Deru.
Deru menyebutkan masyarakat Bali pertama kali melakukan transmigrasi ke Sumsel pada tahun 1960-an usai Gunung Agung di Bali meletus. “Selama itu pula, Saudara-Saudara kami dari Bali bisa melaksanakan ritual keagamaan maupun kebudayaan dengan damai di sini karena masyarakat Sumsel sangat menjaga toleransi,” kata dia.
Herman Deru mengatakan bahwa Ngaben bukan sekadar tradisi keagamaan, tetapi juga bentuk perwujudan nilai-nilai luhur masyarakat Hindu yang hidup rukun di tengah kemajemukan Sumsel. “Tradisi ini unik, bernilai spiritual tinggi, dan layak menjadi daya tarik wisata budaya. Sumsel harus bangga memiliki masyarakat yang mampu menjaga kearifan lokal,” ungkapnya.
Ia menambahkan bahwa kegiatan seperti ini tidak dapat terlaksana tanpa solidaritas masyarakat dan kepedulian para donatur. Ngaben Massal adalah contoh nyata bagaimana kebudayaan dapat mempererat tali silaturahmi dan mendorong persatuan.
Pemerintah Provinsi, lanjutnya, sangat mendukung kegiatan adat seperti ini agar bisa berkembang sekaligus memperkuat citra Sumsel sebagai provinsi zero konflik dan toleran. “Saya berharap tradisi seperti ini bisa diangkat lebih luas melalui festival budaya atau kemitraan pariwisata. Ini adalah aset berharga,” ujarnya.
Herman Deru juga mendoakan arwah para leluhur yang menjalani upacara Ngaben agar mendapat tempat terbaik disisi-Nya. Ia menekankan pentingnya memaknai kematian sebagai bagian dari perjalanan spiritual yang penuh nilai.
Kepada masyarakat Bali di Sumsel, ia memberikan penghargaan tinggi atas kontribusi mereka dalam pembangunan daerah, khususnya dalam menjaga keharmonisan sosial. “Warga Bali di Sumsel luar biasa. Mereka punya semangat kerja keras dan cinta damai. Ini sejalan dengan semangat kita membangun Sumsel yang inklusif,” tuturnya.
Sementara, Bupati OKI, H Muchendi mengatakan pemerintahnya mendukung penyelenggaraan peribadatan oleh masing-masing umat beragama maupun upaya-upaya pelestarian budaya. “OKI ini bukan hanya luas wilayahnya, tapi juga kaya akan keragaman suku, agama, dan budaya. Salah satunya suku Bali dan pemeluk agama Hindu yang cukup banyak di sini. Mungkin inilah salah satu alasan mengapa OKI dipercaya menggelar acara ini,” ujar Muchendi.
Menurut Bupati, keberagaman yang menyatu di OKI menjadi kekuatan dalam menjaga harmoni sosial dan kearifan lokal. Ia juga mengapresiasi semangat gotong royong warga Desa Tugu Mulyo yang sukses menggelar acara besar ini secara swadaya. “Kami pemerintah daerah sangat berterima kasih kepada panitia, donatur utama Made Wijaya Panggabean, dan seluruh masyarakat atas kebersamaan yang luar biasa. Ini bukti kekompakan warga yang patut kita banggakan,” tambahnya.
Bupati menegaskan bahwa pihaknya akan mendukung usulan penyediaan lahan untuk ritual adat tersebut, sekaligus memperkuat branding pariwisata budaya OKI di tingkat nasional. “Ini bagian dari kekayaan budaya nasional yang wajib kita pelihara dan banggakan,” tandasnya.
Melalui ngaben massal terang dia menjadi jalan untuk bisa bayar utang terakhir kepada keluarga dan orangtuanya tanpa harus pergi ke Bali sehingga biaya relatif murah. Selain Gubernur Sumsel dan Bupati OKI, kegiatan tersebut juga dihadiri Kapolda Sumsel dan Kasdam II Sriwijaya. Masyarakat pun turut menyaksikan prosesi sakral tersebut.(red)