Selewengkan Uang Ganti Rugi Lahan Tol Kapal Betung, Hakim Kutuk Saksi yang Berbohong

PALEMBANG, SIMBUR – Perkara dugaan tindak pidana korupsi ganti rugi lahan rawa Jalan Tol Kapal Betung, Banyuasin, tahun 2016 yang merugian keuangan negara Rp 1 miliar 264 juta, digelar dengan agenda keterangan saksi – saksi dan terdakwa. Terdakwa Abdul Kadir sebagai Kades Sukamulya, Kecamatan Banyuasin 3, Banyuasin, hadir langsung di persidangan. Saksi Camat Banyuasin 3, Sekdes dan perangkat desa serta saksi PT Srim juga hadir langsung.

Dengan persidangan diketuai majelis hakim Sahlan Effendi SH MH. Sidang berlangsung di Pengadilan Negeri Tipikor Palembang kelas IA khusus, pada kemarin Rabu (18/1/23) pukul 15.00 WIB.

Saksi Camat Banyuasin 3 mengatakan kepada majelis hakim, surat hak tanah perlu tanda tangan camat menjasi SKT, kalau tidak ada, maka tidak bisa diproses. “Dari pemohonan, warga membuat tim ukur, dari kecamatan membawa GPS untuk menentukan titik koordinat. Supaya jelas, misalkan itu tanah terlarang, atau hutan lindung, baru ditandatagani kades dan register tanda tangan camat,” ungkap Camat.

Diteruskannya bahwa untuk Desa Sukamuliya, tanah itu rawa yang semula diperuntukan untuk sawah. Dibuatlah SKT camat, namun tanah belum dikuasai warga selama 3 tahun. Baru dibuatkan saat ada ganti lahan tol saja. Kemudian saksi dari PT Srim, saat pengukuran tanah, saat itu ada perangkat desa saja sewaktu ukur tanah. Tanah ada tumbuhan pohon Nipah dan Kumpai. “Untuk Desa Sukamulya ganti rugi lahan tol, dihargai Rp 17,5 ribu permeter, uang dari PT Srim yang dibayarkan untuk pemilik lahan,” ungkap saksi Amir dari PT Srim.

“Terdakwa bilang hanya terima Rp 12 ribu, uang Rp 7 ribunya dipotong PT Srim,” tanya Sahlan Effendi. Namun pihak PT Srim menyangkal hal itu.

“PT Srim sebagai pemegang PPJT Jalan Tol Palembang – Betung. Nanti setelah bebas tanahnya diserahkan ke negara, lalu diaudit BPKP. Kompensasinya dalam bentuk investasi berupa tarif dan lama konsensi, itu semua uang PT Srim bukan uang negara,” timpal saksi.

Sedangkan saksi Sekdes mengatakan
lahan itu berupa tanah rawa dan tanah darat, diketahui milik Bambang, Indra dan saksi yang buat SKT. “Kami cuma ngurus dapat honor ongkos dari pak Kades,” singkat saksi.

Terakhir giliran keterangan terdakwa Kades Abdul Kadir, ia bersikeras bahwa uang Rp 17 ribu itu dipotong Rp 7 ribu oleh pihak PT Srim. “Saya ketemu pak Ujang, dia yang motongnya,” tegas terdakwa.

“Saksi sudah disumpah, maka terkutuklah yang berbohong,” tegur Sahlan Effendi.

“Uang damai Rp190 juta, dengan pihak yang melaporkan kami pak Hakim. Yang melaporkan pihak yang ada disekitar tanah,” ujarnya.

Jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Banyuasin giliran melayangkan pertanyaan “Tanah yang kamu buat SPHT berapa? atas nama istrimu berapa? Keluargamu?”

“Surat tanah saya buat SPHT atas nama saya 3, atas nama istri ada, atas nama keluarga ada Damsir dengan Bambang. Uangnya dikumpul jadi satu, totalnya Rp 450 juta, dari 6 SPHT. Tapi di BAP Rp 500 juta, dipakai untuk damai Rp 190 juta, sisanya habis untuk makan – makan, tidak ada untuk lain,” ungkap terdakwa.

“Sebagian lagi Rp 30 juta dikembalikan ke penyidik Kejaksaan. Saya yang mengumumkan ada ganti rugi jalan tol, yang menentukan tanah perangkat desa dan PT Srim. Setelah lahan di SPHT dari 12 orang warga, separo saya separo lagi Sekdes yang bawa ke Camat,” ungkap terdakwa.

“Terdakwa ganti rugi lahan tol inikan Rp 17,5 ribu permeter yang menentukan harga?” tanya JPU.

“Saya nego sama pak Ujang dan Sarwani, saya cuma diundang tidak sama perangkat desa. Salah satu ganti rugi tanah kas desa, uang dipakai untuk kantor desa,” kata terdakwa.

Diketahui, terdakwa Abdul Kadir Efendi sebagai Kades Sukamulya, Kecamatan Banyuasin 3, Banyuasin, diduga melakukan tindak pidana korupsi, secara melawan hukum menerbitkan surat pengakuan hak atas tanah (SPHAT) tanpa izin dari Desa Sukamulia, terhadap lahan rawa yang diterbitkan SPHAT merupakan tanah negara dan tanah desa tidak dapat diperjual belikan tanpa persetujuan warga desa.

Bahwa SPHAT baru bisa diterbitkan setelah ada penguasaan selama 3 tahun. Tapi nyatanya SPHAT terbit diatas lahan rawa, tidak pernah diusahakan dan dikuasai oleh nama – nama tercantum di SPHAT. Maka ganti rugi lahan Jalan Tol Kapal Betung diatas rawa tahun 2016 bersamaan dengan penerbitan SPHT.

Uang ganti rugi lahan rawa Desa Sukamulya tidak pernah disetorkan ke kas Desa Sukamulya, justru dipakai terdakwa untuk kepentingan pribadi, memperkaya diri sendiri orang lain atau korporasi, yang merugikan keuangan negarra Rp 1 miliar 264 juta lebih. (nrd)