Hakim Agung Terjaring Operasi Tangkap Tangan Lembaga Antirasuah

# Tetapkan 10 Tersangka, Sita Uang 205 Ribu Dollar Singapura dan Uang Rp50 Juta

 

 

PALEMBANG, SIMBUR – Operasi Tangkap Tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (OTT KPK) terkait dugaan korupsi, suap pengurusan perkara di tingkat Kasasi Mahkamah Agung. Hasilnya digelar pada Jumat Keramat 23 September 2022 sekitar pukul 08.00 WIB, di gedung Merah Putih KPK RI Jakarta.

Ketua KPK Firli Bahuri didampingi Ipi Maryati Plt Juru Bicara dan Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto, menyampaikan bahwa kerja tangkap tangan terhadap dugaan korupsi pada pengurusan perkara di Mahkamah Agung, pada kegiatan tangkap tangan Tim KPK terkait dugaan tipikor suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung telah mengamankan 8 orang pada Rabu 19 Januari 2022, pukul 15.00 WIB di wilayah Jakarta dan Semarang.

Delapan orang tersangka berinisial DY PNS di Kepaniteraan di Mahkamah Agung, MH PNS kepaniteraan Mahkamah Agung, EW panitera Mahkamah Agung, AB PNS Mahkamah Agung, EL PNS Mahkamah Agung, NA PNS Mahkamah Agung, YP Pengacara dan ES pengacara.

Kronologis tangkap tangan ini sebagai berikut, menindaklanjuti laporan pengaduan masyarakat KPK menerima informasi dugaan penyerahan sejumlah uang kepada Hakim atau yang mewakilinya, terkait penanganan perkara di Mahkamah Agung. Pada Rabu 21 September 2022, sekitar pukul 16.00 WIB, telah terjadi penyerahan uang dalam bentuk tunai, dari saudara ES kepada DY sebagai representasi SD di sebuah hotel di Bekasi. Besoknya Kamis dini hari, Tim KPK bergerak mengamankan DY di rumahnya dengan uang tunai 2500 dollar Singapura. Secara terpisah Tim KPK mencari mengamankan YP dan ES berada di Semarang Jateng, untuk diperiksa.

Mereka diperiksa di gedung Merah Putih KPK,  selain itu AB juga menyerahkan uang tunai Rp 50 juta, sehingga KPK telah mengamankan uang tunai 2500 dollar singapura dan Rp 50 juta.  Dari pengumpulan informasi dan keterangan terkait dugaan tipikor ditemukan bukti permulaan cukup dan meningkatkan ke tingkat penyelidikan.

“Dari keterangan saksi dan alat bukti yang cukup, maka penyidik menetapkan 10 orang sebagai tersangka sebagai berikut. Terdangka SD Hakim Agung pada Mahkamah Agung RI, ETP hakim judisial atau panitera pengganti Mahkamah Agung RI, DY PNS pada kemitraan Mahkamah Agung, MH PNS pada kemitraan Mahkamah Agung, RD PNS Mahkamah Agung, AB PNS Mahkamah Agung, YP Pengacara, ES Pengacara, HT swasta debitur koperasi simpan pinjam ED, EDKS swasta debitur simpan pinjam ED,” terang Firli Bahuri.

“Tim KPK melakukan penahanan terhadap 6 orang selama 20 hari pertama, terhitung 23 September 2022 – 12 Oktober 2022, tersangka ETP ditahan di gedung KPK Merah Putih, DY ditahan di gedung KPK Merah Putih, MH ditahan di Rutan Polres Jakarta Pusat, AB ditahan di Polres Jakarta Timur, YP ditahan di Tahan di Polres Jakarta Pusat, ES ditahan di Polres Jakarta Pusat,” tegas ketua KPK.

“KPK mengimbau dan memerintahkan berdasarkan undang-undang, terhadap  semua pihak yang telah ditetapkan sebagai tersangka agar hadir secara kooperatif sebagai berikut, SD, RD, EDKS dan HT,” tegas Firli.

Kontruksi perkaranya, diawali laporan pidana dan gugatan perdata terkait koperasi simpan pinjam ED di Pengadilan Negeri Semarang, yang diajukan HT dan EDKS. Dengan diwakili melalui kuasa hukumnya YP dan ES, saat proses persidangan ditingkat pengadilan negeri dan pengadan tinggi, HT dan ES belum puas dengan putusan. Selanjutnya mengajukan kasasi pada Mahkamah Agung RI. Ditahun 2022 oleh HT dan EDKS diajukan kasasi dengan masih mempercayakan HT dan EDKS dengan YP dan ES pengacaranya. Dalam pengurusan kasasi ini, diduga YP dan ES melakukan pertemuan komunikasi dengan para pihak di Mahkamah Agung RI, yang dinilai mampu menjadi fasilitator dengan majelis hakim yang nantinya bisa mengkondisikan putusan sesuai keinginan YP dan ES.

Adapun pegawai yang bersedia dan sepakat DY dengan adanya pemberian sejumlah uang. DY kemudian mengajak MH dan ETP untuk serta jadi penghubung penyerahan uang ke majelis hakim. DY dkk diduga sebagai representasi dari SD dan beberapa pihak di Mahkamah Agung RI. Untuk menerima uang dari pihak – pihak yang berperkara di Mahkamah Agung RI.

“Terkait sumber dana diberikan YP dan ES berasal dari HT dan EDKS jumlah uang diserahkan pada DY 202 dollar Singapura atau Rp 2,2 miliar, kemudian oleh DY dibagikan, DY menerima Rp 250 juta, MH menerima Rp 850 juta, ETP menerima Rp 100 juta, dan SD menerima Rp 800 juta yang penerimaanya melalui ETP,” beber ketua KPK.

“Dengan penyerahan uang, putusan diharapkan YP dan ES sebagai kuasa hukum  KSPED untuk dikabulkan dengan menguatkan putusan kasasi. Sebelumnya KSPED pailit. Ketika Tim KPK melakukan tangkap tangan dari DY ditemukan uang Rp 205 ribu dollar Singapura dan penyerahan uang dari AB Rp 50 juta telah disita semua,” cetusnya.

KPK menduga DY dan dkk menerima uang dari pihak lain yang berperkara di Mahkamah Agung. Tentunya ini akan ditindaklanjuti penyidik KPK. Para tersangka sebagai pemberi HT, YP, ES dan EDKS telah melanggar Pasal 5 ayat 1 hurup a hurup b atau Pasal 13 dan Pasal 6 huruf c UU No 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tipikor sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 junto Pasal 55ayat 1ke 1 KUHP.

Sebagai penerima tersangka SD, DS, ETP, MH, RD dan AB telah melanggar Pasal 12 huruf c, atau Pasal 12 huruf a atau b, junto Pasal 11 UU No 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. UU No 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. (nrd)