- Satu Warga Probolinggo Tewas Tertimpa Pohon Tumbang
- Diapresiasi Ketua KPPU RI, Dandim 0402 Sebut Pembangunan Koperasi Merah Putih di OKI Sudah 83 Persen
- Menhan dan PWI Pusat Agendakan 200 Wartawan Ikut Retret di Akmil Magelang
- Jelang Pergantian Tahun, Pemerintah Percepat Pemulihan Bencana Sumatera
- Dianiaya di SPBU, Istri Almarhum Ketua SMSI Musi Rawas Polisikan Tetangga
Belum Ada Alokasi Sudah Diberi Izin, Kuasa Hukum: Tidak Preform, Ada Penalti
PALEMBANG, SIMBUR – Perkara persidangan dugaan tindak pidana korupsi Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi (PDPDE) Sumsel kembali digelar. Sidang berlangsung di Pengadilan Negeri Palembang kelas IA khusus, Senin (10/5) pukul 09.00 WIB.
Ahli tata kelola migas Prof H Akmad Syakroza CA, CRGP PhD, dihadirkan langsung di persidangan yang diketuai Yoserizal SH MH. Didampingi Sahlan Effendi SH MH, Waslan SH MH serta Ardian Angga SH MH. Termasuk jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Agung RI dan Kejati Sumsel serta tim kuasa hukum terdakwa. Terdakwa AN sendiri mengikuti virtual dari Rutan Pakjo Palembang kelas I.
Prof H Akhmad mengatakan kepada majelis hakim, bahwa di perihal migas ini ada namanya titik serah, yakni berpindahnya negara kepada pihak pembali, melalui Kementrian ESDM, dari PT Jambi Merang dengan pembelinya PDPDE Sumsel, yang harus sampai ke sampai konsumen.
“Permohohan BUMD Migas yakni BPH Migas, gas ini jangan hanya mintak saja, lalu mitra dan konsumennya juga harus ada. Betapa rumitnya infrastruktur migas,” timbangnya.
“Seberapa urgensinya menggandeng pihak swasta?” desak JPU.
“Jangan sampai dapat alokasi, namun nanti harus ada juga penyaluran, agar negara tidak rugi,” cetus ahli.
“Maka yang paling urgen itu apa?” timpal jaksa.
“Transmisi dan pembeli. Kalau tidak ada syarat itu, tidak mau juga yang bangun pipa,” tegas ahli.
“Apakah sudah sesuai SOP?” desak jaksa.
“Harus memenuhi persyaratan dari BPH Migas,” timpal saksi.
Tim kuasa hukum terdakwa AN giliran mengajukan pertanyaan, bahwa negara tidak boleh dirugikan sedikit pun, bila telah ada titik serah. “Pembeli betul-betul harus ada, karena jualnya harus surplus, juga melihat perekonomian pembeli, supaya ada cashflow, kemudian bila ada penundaan ya didenda,” terang ahli.
Berikutnya Yoserizal SH MH mengatakan bahwa provinsi penghasil migas, apakah diberi hak membeli migas bagian negara.
“Diberikan melalui pemilik gas negara melalui Pemda, kontraktor dan pembeli. Kemudian kekuasaan tertinggi pengolahan migas ini berada di pemegang saham, diatas aturan RUPS,” tukas Prof Akhmad.
Berikutnya, Dr Soesilo Ariwibowo SH MH MSi mengatakan kepada Simbur, salah satu ahli tata kelola migas Prof Akhmad Sarosa telah berpengalaman di deputi Kementerian ESDM dan deputi juga dalam pengelolaan gas.
“Apa yang disampaikan ahli, bahwa pertama gas bumi itu dikuasai dalam kondisi kontrol oleh negara. Jadi kalau BUMD atau pemerintah daerah menginginkan alokasi gas negara maka harus mengajukan proposal,” ungkapnya.
Dr Soesilo melanjutkan, karena BUMD dikita juga punya keterbatasan kemampuan baik soal keuangan, biaya dan ekspertis, pengalaman ahli, konsumen serta infrastruktur pipa. Maka atas inisiasi BUMD PDPDE Sumsel melakukan kerjasama dengan pihak swasta lain, membentuk anak usaha yang baru. Itu diperbolehkan, bahkan ketika izin alokasi gas itu belum ada, boleh melakukan MOU antara pihak BUMD dengan pihak swasta.
“Sehingga ini bukan sebuah kesalahan, karena ketika BUMD PDPDE Sumsel sudah disetuji dan ditandatangani dapat alokasi gas negara namun tidak perfom maka ada finalty. Maka ini jadi kerugian PDPDE, apabila tidak membayar akan kena denda. Pak AN hanya sebatas membuat 3 surat permohonan. Dipersoalnkan itu belum ada alokasi sudah diberi izin,” jelasnya. (nrd)



