- Jika Pemda Gelar Program Makan Bergizi Gratis, Pj Gubernur Sumsel: APBD Harus Direvisi
- Jaksa Tolak Eksepsi Terdakwa Penembakan di Kalidoni
- UMP Sumsel 2025 Sebesar Rp3.681.571, Naik 6,5 Persen atau Rp224.697
- Warga Keluhkan Nilai Ganti Rugi Pembebasan Lahan Tol Kapalbetung
- Audiensi dengan Wamenpora, Siwo PWI Pusat Siap Gelar Seminar Evaluasi PON
Tradisi Tarawih Khatamkan Alquran 30 Juz selama Ramadan, Sering Undang Habib Luar
# Melihat dari Dekat Sejarah dan Perkembangan Masjid Agung Palembang
Perkembangan Islam di Bumi Sriwijaya tak lepas dari sejarah Masjid Agung Palembang. Masjid yang terletak di jantung Kota Palembang ini mempunyai catatan penting dalam lembaran sejarah yang mewarnai perkembangan Islam. Berikut wawancara dengan salah satu ulama, Drs H Ansori Madani SI yang pernah menjabat Ketua Yayasan Masjid Agung Palembang Periode 2006-2019.
Ummi Nur Atika – Palembang
MASJID Agung Palembang dulu dikenal dengan sebutan Masjid Sulton. Itu karena yang membangunnya Sultan Machmud Badaruddin I atau Sultan Machmud Badaruddin Jayo Wikramo. Di samping para Sultan Palembang lainnya. H Ansori menjelaskan, Masjid Agung Palembang dibangun Pada tahun 1738 M. Bersamaan dengan Jumadil Akhir 1151 H, kemudian diresmikan pada 26 Mei 1748 M.
Lokasi awal dibangunnya Masjid Agung terletak di “pulau” yang dikelilingi oleh beberapa sungai. “Sebelah Selatan Sungai Musi. Di sebelah Barat Sungai Sekanak, sebelah Timur Sungai Tengkuruk dan sebelah Utara Sungai Kapuran,” ungkap H Ansori seraya menjelaskan, bangunan masjid di sebelah selatan dan utara dari bangunan Darussalam, dibangun 1 lantai. “Sedangkan bangunan yang menghadap ke arah timur (Jalan Jendral Sudirman) dibangun 3 lantai,” rincinya.
Masjid Agung Palembang, kata H Ansori, bagian dari peninggalan kesultanan Palembang Darussalam. Bangunan ini menjadi salah satu masjid tertua di Kota Palembang. “Masjid ini berada di utara istana kesultanan Palembang, dibelakang Benteng Kuto Besak yang berdekatan dengan aliran Sungai Musi,” jelasnya.
Secara administratif, kata Ansori, berada di Kelurahan 19 Ilir Kecamatan Ilir barat 1. Tepat di pertemuan Jalan Merdeka dan Jalan Sudirman. Pada tanggal 10 September 1999 hari Jumat pukul pukul 10.00 WIB merupakan langkah awal yang penuh sejarah, yaitu telah dimulainya pengerjaan restorasi dan renovasi Masjid Agung Palembang.
“Restorasi dan renovasi ini dilakukan Gubernur H Rosihan Arsyad dengan Ketua Umum Yayasan Masjid Agung saat itu adalah (alm) Pof Dr Kiagus H Oejang Gajah Nata DABK, Sedangkan sekretaris dipegang oleh Raden Haji Muhammad Saleh Djon (alm),” terangnya.
Pelaksanaan renovasi ditandai dengan penurunan genting dari atap masjid oleh gubernur diikuti Wali Kota Palembang kala itu (alm) H Husni dan imam Besar Masjid Agung Palembang Al Mukarom Kiagus Haji Muhammad Zen Syukri (alm). “Restorasi dan renovasi dilakukan dengan menambah tiga bangunan yaitu bangunan arah selatan dan bangunan arah utara, bangunan 3 lantai di arah timur, serta bangunan kubah,” paparnya.
Sekarang bangunan Utara ada serambi dalam bentuk U luas 4, 20 m², setelah direnovasi ruangan terbuka berbentuk U diperluas menjadi 9 m ². Atap berundak dengan limas di puncaknya (mustaka), atap tersebut mempunyai jumlah jurai kelompok simbar dan duri yang berbeda pada tiap sisi. Pada dua sisi memiliki masing-masing 13 jurai sedangkan 2 sisi lainnya adalah 12 jurai. “Setelah direnovasi jurai pada tiap sisi memiliki jumlah yang sama yaitu 11 jurai. Namun bukan jumlah bangunannya saja yang mengalami perubahan, lantainya pun semula dari batu tehel merah menjadi batu granit. Renovasi ini menelan biaya Rp32 miliar,” terangnya.
Peresmian renovasi Masjid Agung Palembang ini oleh presiden RI Megawati Soekarno Putri 16 Juni 2013. Selang satu bulan kemudian dikeluarkan Surat Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor: MA/233/2003, tanggal 3 Juli 2003 yang menetapkan status Masjid Agung Palembang sebagai Masjid Nasional dan sebagai warisan budaya masa lalu. Masjid Agung juga dilindungi oleh Undang-undang Nomor 5 tahun 1992 tentang Cagar Budaya serta Surat Peraturan Menteri Nomor : PM .19/UM.101/MKP/2009 tentang Penetapan Objek Vital Nasional Bidang Kebudayaan dan Pariwisata.
Masjid Agung Palembang, kata dia, ini memiliki sarana dan prasarana, untuk pendidikan bisa disebut dengan PKU, Madrasah, TPA. Sarana ibadah sesuai dengan fungsi-fungsi masjid sebagai tempat ibadah, sosial masyarakat dan untuk membina masyarakat dalam rangka meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah swt. Di samping itu juga Masjid Agung ini memfungsikan remaja masjid untuk kegiatan pendidikan iman, pendidikan Alquran terutama di Bulan Ramadan.
“Tradisi yang biasa dilakukan di Masjid Agung ini, tidak lain seperti malakukan salat Tarawih. Setiap malamnya melakukan khataman Alquran. Satu malam 1 Juz sehingga di sepanjang Ramadan bisa khatam Alquran 30 juz,” terangnya.
Dulunya, kata dia, kegiatan ini dipimpin Ki Rasyid Siddiq. Sekarang kegiatan ini diteruskan oleh penerus-penerus seperti, Tarmizi dan para hafiz yang turut menjadi Imam. Ada beberapa ulama yang mengisi kegiatan dakwah di Masjid Agung. Ulama dari luar negeri seperti Malaysia. Dulu para pengurus Masjid Agung bekerja sama untuk mengundang Habib Zainal Abidin yang berasal dari Malaysia. Banyak ulama yang berasal dari luar yang pernah menjadi ulama di Masjid Agung Palembang.
“Menjadikan motivasi bagi masyarakat sekitar untuk lebih giat beribadah di Masjid khususnya kepada remaja. Orang tua sudah menjadi hal biasa jika beribadah di masjid. Akan menjadi hal yang luar biasa jika kaum Remaja beribadah di masjid. Kami harapkan melakukan kegiatan ibadah bukan hanya semata-mata untuk dunia saja, tapi juga untuk akhirat,” tandasnya. (*)