Sebut Dakwaan Kabur dengan Nominal Berbeda, Tidak Terima Dikatakan Wanprestasi

# Sidang Dugaan Korupsi Turap Sungai di RS Rivai Abdullah

 

 

PALEMBANG, SIMBUR – Perkara persidangan tindak pidana korupsi proyek turap (dam sungai) di RS dr Rivai Abdullah (RS Kundur Mariana), Kabupaten Banyuasin digelar di Pengadilan Negeri Tipikor kelas IA khusus Palembang, Selasa (2/11) sekitar pukul 11.15 WIB. Adapun agenda sidang yakni pembacaan eksepsi atau keberatan oleh tim penasihat hukum terdakwa.

Terdakwa R (49), Kasubag Rumah Tangga dr Rivai Abdullah bersama J (46) selaku kontraktor atau Dirut PT Palcon Indonesia. Kedua terdakwa mengikuti persidangan secara virtual dari Lapas Pakjo Palembang. Dengan persidangan diketuai majelis hakim Sahlan Effendi SH MH.

Penasihat hukum terdakwa J, yakni Agustina Novitasari SH MH kepada Simbur mengatakan, ada empat poin penting dalam keberatan yang disampaikan dalam persidangan ini.  “Bahwa dakwaan jaksa itu kabur tidak jelas. Karena di dakwaan jaksa itu ada kerugian negara sebesar Rp3,1 miliar lebih. Sedangkan di dakwaan jaksa lain LHP BPK RI bahwa kerugian Rp5,5 miliar lebih. Sedangkan di dakwaan jaksa dia menjelaskan kerugian negara Rp4,8  miliar. Di poin lain jaksa mendakwa klien kami terdakwa J telah memperkaya diri, dengan nilai Rp 3,1 miliar. Ditambah untuk Anwar sebesar Rp10 juta. Kalau ditotalkan itu Rp3,1 miliar plus Rp600 sekian. Jadi pertanyaan kami yang mana acuan kerugian negara? Karena berbeda-beda semua nominalnya,” tegas Agustina.

Kedua, diteruskan Agustina bahwa pihaknya menganggap ini perbuatan perdata. Terbukti sebelum perkara ini di-P21 jaksa penuntut umum, pihaknya sudah mengajukan gugatan perdata di Pengadilan Negeri Pangkalan Balai, dengan menggugat terdakwa R dan KPA. “Bahwa kami tidak diberi perpanjangan waktu. Seharusnya memang diberikan kepada kami dengan denda 5 persen, tapi itu tidak diberikan mengakibatkan pekerjaan tidak selesai. Tidak selesai karena disetop tidak diberi perpanjangan waktu,” timbangnya.

Terkait hibah, Agustin mengatakan setelah disetop kliennya diberi waktu perpanjangan waktu 5 hari, diselesaikan pekerjaan sekitar 9,2 persen bila dinominalkan Rp1,1 miliar lebih. “Cuma itu tidak dibayarkan negara ke kami, malah terdakwa 1 meminta kami agar menghibahkan pada negara dan ada surat hibahnya. Satu lagi kami binggung, bahwa BPK itu menerangkan 2 LHP, satu di tahun 2018 setelah terima pekerjaan tidak ada kerugian negara, setelah 2 tahun ada lagi LHP BPK tahun 2021 menyatakan kerugian negara. Salah satunya adalah volume pasir,” cetusnya.

Secara logika, lanjut dia, volume pasir yang sudah ditimbun, karena tidak ditahan jadi otomatis berkurang. “Walaupun pasir itu dianggap berkurang tapi ada kelebihan. Dari pembelian kami dari tiang pancang beton, ada nota pembelian asli Rp 6,5 miliar. Sedangkan negara hanya membayar kami Rp 4,8 miliar, jadi klien kami merugi. Klien kami menguntungkan negara. Jadi tidak tepat kalau seorang anak bangsa, memberikan prestasi kepada negara dengan modal pribadinya dianggap merugikan negara. Keuntungan diberikan Rp 1,1 miliar lebih, kelebihan yang kami sumbangkan ke negara. Sekarang negara membuat kami jadi seorang pesakitan. Ada 4 point keberatan kami,” bener Agustina Novitasari.

Penasihat hukum terdakwa R, yakni Lisa Merida SH MH juga keberatan atas dakwaan jaksa yang kabur, karena tidak cermat dan jelas dalam perhitungan negara.  “Disebut Rp 4,8 miliar, terdakwa 2 merugikan negara Rp3 miliar lebih. Saat dijumlahkan tidak sampai Rp4,8 miliar jadi kabur. Justru untuk di sini, karena setelah pekerjaan habis waktu 31 Desember 2017, terdakwa 2 minta perpanjangan waktu, karena tidak tersedianya dana untuk tahun berikutnya jadi pekerjaan tidak bisa dilanjutkan,” jelasnya.

PT Palcon Indonesia disebutlah telah menerima 100 persen atau Rp12,3 miliar itu tidak benar. Kliennya cuma membayar sebesar prestasi pekerjaan, fisik pekerjaan 47,3 persen.  “Terus ada lagi sisa pembayaran kepada kontraktor pengawas Rp98 juta dikembalikan ke negara, terus sisa kontraktor perencana dibagikan ke negara. Dalam perkara ini juga asuransi  Rp638 juta dikembalikan ke negara. Artinya negara diuntungkan, dirambah lagi ada kelebihan pekerjaan, ada Rp 1,1 miliar,” terang Lisa.

Terkait gugatan perdata terhadap terdakwa 1, uangnya sudah dipasang di bangunan. “Dikatakan wanprestasi kita tidak terima. Kami keberatan kalau wanprestasi,” tukas Lisa.

Selepas pembacaan keberatan, ketua majelis hakim Sahlan Effendi SH MH mengatakan bahwa sidang dilanjutkan pekan depan. “Sidang kembali Selasa 9 November 2021, dengan tanggapan jaksa penuntut umum atas eksepsi penasihat hukum terdakwa,” tukas Sahlan. (nrd)