Tahun 2021, Bakal Banyak Korban Banjir dan Longsor

# Sepanjang 2020, 370 jiwa meninggal dan 39 orang hilang

PALEMBANG, SIMBUR – Data tren bencana selama satu dekade, menunjukan bahwa kejadian cukup meningkat. Perlu diwaspadai, bahwa semua kejadian bencana, disebabkan hidrometeorologi. Dr Raditya Jati selaku Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB menyatakan, tren kejadian bencana alam tinggi, diawal dan akhir tahun 2020.

“Kita prediksi Januari-Februari 2021, terdapat peningkatan yang signifikan.  Maka kedepan harus kita antisipasi, bahwa korban jiwa, korban yang hilang dari tahun 2020 menunjukan, mayoritas disebabkan oleh banjir, puting beliung, tanah longsor dan karhutla, atau hidrometeorologi” sebutnya.

Artinya ini masalah hidrometeorologi basah dan kering. “Dilihat dari trend kejadian bencana ini mayoritas 99 merupakan bencana hidrometeorogi. Masyarakat harus selalu diberi edukasi, sebagai upaya mengurangi resiko dan membangun ketangguhan itu sendiri. Termasuk komitmen kepala dan pemerintah daerah bisa mengatasi bencana,” timpalnya.

Potensi bencana tahun 2021 sendiri, sekali lagi menurut Dr Raditya Jati, pencegahan dan mitigasi menjadi hal penting dalam upaya penanggulangan bencana. Apalagi dari BMKG tahun 2021 di Januari-Februari masih puncak musim hujan, harus diantisipasi dengan baik.

Terpisah Muhammad Fadli MSi, Kepala Sub Bidang Prediksi Cuaca BMKG mengatakan cuaca dan iklim sepanjang Januari-Desember 2020, siklus bencana terus meningkat, terutama bajir longsong.

Januari-April terjadi hujan lebat, dan banjir, bulan Juli-Agustus kekeringan dan kebakaran cukup tinggi. November-Desember potensi angin puting beliung, angin kencang hingga hujan es.

Bahkan cuaca ekstrem diwilayah tertentu terjadi berpotensi bencana. Dimana terjadi 1.425 hujan lebat, 458 kali angin kencang, 198 kali angin puting beliung serta petir 19 kali, hujan es 10 kali, hingga suhu ekstrem 3 kali terjadi sepanjang tahun 2020.

“Di Jabar terjadi 21 kali angin puting beliung dan 5 kali hujan es yang mendominasi. Diwilayah Jatim terjadi angin puting beliung maupun suhu ekstrem, begitu juga terjadi konsentrasi di Sumata Utara dan Jambi,” ungkapnya.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB) Indonesia, merilis Kaleidoskop, peristiwa terkait bencana alam di Indonesia sepanjang tahun 2020, serta prediksi fenomena dan potensi bencana tahun depan 2021. Rilis tersebut disampaikan, Selasa 29 Desember 2020 pukul 13.00 WIB, melalui siaran live streaming Zoom dan YouTube BNPB Indonesia.

Kepala BNPB Let Jend TNI Doni Monardo mengatakan, bahwa sering disampaikannya, Indonesia merupakan salah satu dari 35 negara yang memiliki resiko ancaman bencana tertinggi dunia, sesuai rilis World Bank.

“Hal ini harus kita akui, Indonesia memang memiliki 500 gunung api, dengan 127 diantaranya gunung api yang aktif. Tiga gunung letusan terbesar tercacat para pakar dan ahli, yakni dari Gunung Danau Toba, Gunung Tambora dan Gunung Krakatau,” sebutnya.

Terdapat 300 patahan lempeng bumi, yang tersebar di seluruh wilayah, terutama di Pantai Barat Sumatera, Jawa, Sulawesi, bagian Timur dan Papua.

“Kita juga berada pada tiga pertemuan lempeng bumi, yang sangat berpotensi terjadi gempa dan tsunami berulang kali.  Dihadapkan 2 musim, kering yang diikuti kebakaran hutan dan lahan, lalu musim basah diikuti banjir, banjir bandang, tanah longsor, angin puting beliung ditambah abrasi pantai,” terangnya.

Memiliki wilayah land subsiden, artinya permukaan daratan lebih rendah, dari permukaan air laut. Sehingga pendudukan disepanjang pantai terdampak banjir.

“Tidak salah, bila ada pakar dan sekelompok orang mengatakan, Indonesia sebagai supermarket bencana. Karena hampir semua jenis bencana ada. Namun kita harus optimis, didukung pakar dan peneliti, untuk menyusun strategi, yang harus diikuti kebijakan dari pusat hingga RT/RW, untuk bersama menjaga keseimbangan ekosistem, terutama masyarakat ada di wilayah aliran sungai,” timbangnya.

Data dari BNPB per 01 Januari – 28 Desember 2020, total tercatat terjadi 2925 bencana. Dengan 1065 peristiwa bencana banjir, angin puting beliung 873 kejadian, dan 572 kejadian tanah longsor. Lalu kebakaran hutan dan lahan sebanyak 326 kejadian. Kemudian gelombang pasang dan abrasi 36 kejadian, menyusul erupsi gunung api, 7 kejadian.

Bencana ini mengakibatkan jatuh korban, 370 jiwa meninggal, 39 orang hilang, serta 536 orang luka-luka, dimana 6,4 juta orang mengungsi, hingga kerusakan sarana publik.

Kejadian bencana ini mengalami penurunan, dibandingkan tahun sebelumnya 2019, yang lebih tinggi sesuai data BNPB, peristiwa bencana tahun 2019 total 3.796 mengalami penurunan 23 persen di tahun 2020. Dengan korban meninggal dunia lebih tinggi di tahun 2019, yakni 548 orang meninggal dan hilang. Luka-luka 3.420 jiwa, pengungsian 6,1 juta jiwa. Kemudian kerusakan 73.544 rumah warga.

# Pandemi Covid-19

Dipenghujung kaleidoskop tahun 2020, kepala BNPB Let Jend Doni Monardo menyampaikan, evaluasi penanganan Covid-19, yang memasuki bulan ke-10, atau sebentar lagi sudah 10 bulan, sejak pemerintah memutuskan Perpres tentang status kekarantinaan.

“Kita juga belum tahu, kapan Covid ini berakhir. Tetapi ketika kasus berada pada posisi akhir September 2020, kita bisa menekan hingga 12 persen, sampai pada tanggal 10 November 2020. Ini merupakan strategi tepat pemerintah yang didukung masyarakat. Kita dapat menurunkan kasus aktif dengan signifikan,” sebutnya.

Ia juga menekankan, agar tidak cukup disiplin pada diri sendiri saja, dan membiarkan orang lain tidak disiplin. Maka melindungi bagian sensitif wajah hidung dan mata, disiplin prokes merupakan strategi jitu menghindari virus Covid-19.

“Kesadaran pribadi dan kolektif, harus dijaga, waspada tidak boleh lengah, bapak Presiden mengatakan tidak boleh kendor atau lengah. Sekali lagi, prokes adalah modal utama, diri kita, keluarga dan bangsa kita. Dimana sebentar lagi vaksin akan dibagikan,” ujarnya.

Tentu agar selamat, dituntut mematuhi prokes, meski ini belum sebanding dengan perjuangan, pengorbanan, para dokter, para nakes dan para perawat, yang setiap hari, berjibaku melayani pasien Covid. Hingga akhirnya mereka terpapar, terdampak bahkan gugur.

“Sekali lagi kita tingkatkan disiplin kolektif, mulai dari tingkat pusat, kabupaten kota,  sampai RT/RW, untuk membentuk posko, dapat mengurangi terpapar Covid,” tukas Kepala BNPB. (nrd)