Tepis Isu Pungli, Biaya Sewa untuk Perawatan Alsintan

LEMPUING JAYA, SIMBURNEWS – Keberadaan dan pola penggunaan jasa alat mesin pertanian (alsintan) sempat menjadi isu yang ramai diperbincangkan di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI). Hal ini lantaran sebelumnya, isu ini dilemparkan oleh salah seorang pasangan calon (Paslon) Bupati dan Wakil Bupati OKI dalam debat kandidat kedua beberapa waktu lalu.

Keberadaan alsintan dan sarana prasarana pertanian di OKI memang cukup banyak, di samping milik dari para pengusaha (swasta) juga terdapat bantuan dari pemerintah. Pasalnya, OKI sendiri merupakan wilayah yang cukup banyak mendapatkan bantuan lantaran OKI menjadi salah satu penopang lumbung pangan Sumsel bahkan nasional.

Terkait penggunaan alsintan ini, Dirjen sarana dan prasarana pertanian Kementerian Pertanian RI, Pending Dadih Permana menjelaskan, penggunaan dan pengelolaan dari alat ini bisa menjadi alat usaha. “Alsintan di OKI ini cukup banyak, tinggal bagaimana pemanfaatannya. (Alat) itu diserahkan ke brigade masing-masing dan ini menjadi jasa dan usaha,” ungkapnya usai panen raya di Desa Lubuk Seberuk, Kecamatan Lempuing Jaya, OKI, Selasa (26/6).

Menurutnya, traktor dan alat-alat tersebut bukan hanya untuk mengelola tanah saja, melainkan menjadi satu unit usaha. Bahkan, diungkapkannya, hal ini sudah diatur dalam peraturan menteri pertanian nomor 25 tahun 2008. “Di sana dijelaskan bagaimana pengelolaan dan jasa alsintan,” ujarnya.

Dirjen beranggapan, dengan hal demikian, bukan hanya pertanian yang bisa maju dan berkembang melainkan juga unit usaha dari jasa alsintan. Bahkan menurutnya, dengan hal ini baik petani maupun penyedia jasa alsintan dapat sama-sama maju. “Kalau bisa berkembang, bisa terbentuk korporasi petani. Jadi kuncinya itu ada di sana,” katanya.

Dengan hal ini, tambah Dirjen, penarikan biaya terhadap pemakaian jasa alsintan ini adalah hal yang wajar dan bukan sebuah pungli. Dijelaskannya, penggunaan alsintan tersebut seperti menyewa alat, penyewaan ini tentu membutuhkan perawatan, pemeliharaan dan biaya termasuk operator.

“Kalau menyewa kepada pihak swasta bisa sampai Rp2 juta lebih per hektarenya. Tapi ini bisa juga dilakukan UPJA, dengan biaya yang relatif lebih murah, jadi itu bisnis tapi yang tidak memberatkan petani,” terangnya.

Sementara itu, Baidi, salah seorang petani asal Desa Lubuk Seberuk mengugkapkan, vlbiaya penyewaan untuk mesin panen sebesar Rp2.200.000 perhektarnya. “Sudah menjadi konsekuensi petani juga kalau mau panen menggunakan mesin. Tapi keuntungannya, bisa lebih cepat dan lebih mudah,” ujarnya.

Ditambahkan ketua Gapoktan Agung Jaya bahwa, pihaknya tidak pernah meminta atau membayar seperti yang dikatakan pungli oleh oknum Paslon beberapa waktu lalu. Bahkan menurutnya, pengelola alat itu mengupayakan bagaimana operasional alat dengan baik sehingga umur alat bisa panjang.

“Memang itu seharusnya ada, untuk pemeliharaan, bayar operator. Dan biaya ini tergantung nanti hasil rapat penerusan biaya sewa alat. Jadi dijelaskan dulu kalau memang ada pungli itu bagaimana, kecuali sudah ada anggaran dinas tapi masih ada penarikan baru itu (pungli),” jelasnya. (yrl)