- Diapresiasi Ketua KPPU RI, Dandim 0402 Sebut Pembangunan Koperasi Merah Putih di OKI Sudah 83 Persen
- Menhan dan PWI Pusat Agendakan 200 Wartawan Ikut Retret di Akmil Magelang
- Jelang Pergantian Tahun, Pemerintah Percepat Pemulihan Bencana Sumatera
- Dianiaya di SPBU, Istri Almarhum Ketua SMSI Musi Rawas Polisikan Tetangga
- Jejak Melayu Jambi di Nganjuk, Hidup Damai Seribu Tahun
Advokasi Kriminalisasi Guru
PALEMBANG, SIMBURNEWS – Guru menjadi sosok yang sangat penting dalam menentukan masa depan anak, selain orangtua dan lingkungan. Guru adalah orang yang hampir setiap hari berinteraksi dengan anak didiknya di sekolah. Beberapa waktu terakhir, guru dan murid kerap kali terbentur masalah hukum yang kerap disebut dengan kriminalisasi guru.
Wali Kota Palembang, H Harnojoyo mengungkapkan, minimnya laporan yang diterima pihak Polresta Palembang terkait kriminalisasi guru ini sangat baik. Tapi jika melihat laporan dari KPAI, dirinya mengharapkan agar hal ini tidak lagi terjadi khususnya di Kota Palembang. “Meskipun jumlah ini dikatakan menurun, kita mengharapkan ke depan tidak ada lagi terjadi kriminalisasi ini, apapun bentuknya,” ungkap Harnojoyo, dikonfirmasi Simbur Sumatera, Rabu (25/10).
Terkait menempatkan advokat di sekolah sebagai konsultan, Harnojoyo menjelaskan Pemkot Palembang ada program bantuan hukum gratis sudah melakukan kerjasama. “Inikan secara umum untuk masyarakat tapi di dalamnya kan ini termasuk. Perlindungan akan terus diupayakan, untuk kenyamanan guru. Siapa yang mau, tapi kadang kejadian ini tanpa sengaja dan penyelesaiannya bisa secara hukum yang berkompeten,” terangnya.
Kapolresta Palembang, Kombes Pol Wahyu Bintono Hari Bawono mengatakan bahwa pihaknya tentu menyayangkan banyaknya kasus kriminalisasi terhadap guru. Untuk itu, kepolisian berusaha melakukan pencegahan dengan melakukan sosialisasi di sekolah-sekolah dan memberikan penyuluhan agar jangan sampai ada yang terlibat kejahatan.
“Kami tentu mengimbau para praktisi pendidikan, dalam hal penerapan proses pengajaran dan pembinaan siswa dilakukan dalam suasana seperti di lingkungan pendidikan. Maksudnya, di dalam dunia pendidikan pasti ada etika atau rambu-rambu yang diterapkan di lingkungannya,” pungkasnya kepada Simbur.
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Kota Palembang, Ahmad Romi Afriansyah membantah adanya pasal karet yang diterapkan dalam kasus-kasus yang menimpa guru. Apalagi, dalam Rakornas KPAI, setiap daerah menyepakati regulasi yang sama yaitu Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2014 pasal 9 ayat 1a tentang Perlindungan Anak, dan UU Nomor 14 Tahun 2005 pasal 14 tentang guru dan dosen.
“Tidak ada istilah pasal karet. Kalau guru itu memang ingin mendidik, jangan main tangan dong atau yang lainnya. Kalau mau mendidik bisa dengan menyuruh untuk membersihkan kelas atau lainnya. Tidak boleh ada emosi dalam konteks itu. Harapannya ada perubahan dari guru juga,” pungkasnya, dikonfirmasi Simbur Sumatera, Senin (23/10).
Diakui, jika UU 14/2005 tentang guru dan dosen belum mengatur secara spesifik tentang batas-batas sikap atau respons guru terhadap siswa yang membuat pelanggaran, “Belum, tapi tidak juga menjadi kendala. Oleh karena itu, kami sarankan kepada setiap sekolah untuk memiliki peraturan yang secara spesifik. Atau, mungkin membuat Memorandum of Understansing (MoU) dengan calon siswa sebelum diterima di sekolah tersebut,” usulnya.
Di dalam UU 35/2014 juga termaktub pasal yang mengatur tentang kewajiban siswa terhadap gurunya. Dan, jika memang dalam kasus tersebut kejadiannya siswa yang memang tidak hormat kepada guru, mungkin ada keringatan untuk guru tersebut. Berbeda jika gurunya yang tempramental. Menurut Romi, tipikal guru seperti itu masih banyak.(yrl/mrf)
(Baca berita selengkapnya di surat kabar Simbur Sumatera edisi November 2017)



