- Diapresiasi Ketua KPPU RI, Dandim 0402 Sebut Pembangunan Koperasi Merah Putih di OKI Sudah 83 Persen
- Menhan dan PWI Pusat Agendakan 200 Wartawan Ikut Retret di Akmil Magelang
- Jelang Pergantian Tahun, Pemerintah Percepat Pemulihan Bencana Sumatera
- Dianiaya di SPBU, Istri Almarhum Ketua SMSI Musi Rawas Polisikan Tetangga
- Jejak Melayu Jambi di Nganjuk, Hidup Damai Seribu Tahun
Jejak Melayu Jambi di Nganjuk, Hidup Damai Seribu Tahun
Simbol kemenangan itu dituangkan masyarakat Nganjuk melalui Tugu Jayastamba. Berasal dari bahasa Sansekerta, yakni Jaya berarti “kemenangan” dan Stamba berarti “tugu”. Merujuk pada peringatan kemenangan Kerajaan Medang atas Kerajaan Melayu Jambi. Sekaligus menjadi ikon dan menandai hari jadi Kabupaten Nganjuk (10 April 937 Masehi).
Amin menambahkan, serangan Kerajaan Sriwijaya melalui pasukan Melayu (Jambi) ke Anjuk Ladang dilakukan melalui dua arah. Dari arah barat dan perairan Sungai Brantas di Ujung Galuh (Surabaya dan sekitarnya). Pasukan Melayu kemudian berjalan hingga menempati suatu daerah yang saat ini diberi nama Desa Jambi di Kecamatan Baron, Kabupaten Nganjuk, Provinsi Jawa Timur.
“Kedatangan (pasukan Melayu) melalui dua arah yaitu melalui darat dari arah barat serta melalui perairan dari laut menuju Sungai Brantas serta anak sungai serta mendarat di suatu tempat Dusun Bandar Alim Desa Demangan. Kemudian mereka melanjutkan perjalanan dan menempati suatu daerah yang saat ini diberi nama Dusun/Desa Jambi masuk wilayah Kecamatan Baron,” jelas Amin.
Bukan hanya Amin, banyak pandangan mengungkap, Anjuk Ladang bukan kemenangan yang menghabisi musuh. Akan tetapi, berujung pada rekonsiliasi. Sisa-sisa pasukan Melayu yang terdesak saat itu tidak habis dengan cara dibunuh. Mereka ditawarkan kesepakatan damai dengan dua alasan. Pertama, jika perang diteruskan tentu akan menghabiskan lebih banyak sumber daya. Kedua, orang-orang Malayu adalah wangsa Syailendra yang merupakan saudara setanah air dengan Medang dari wangsa Sanjaya.
Empu Sindok lalu membuatkan sebuah candi peribadatan bagi Sang Hyang Prasadha Kabhaktian. Bukan hanya kaum Siwa, tapi juga diperuntukkan bagi kaum Buddha, orang-orang Melayu yang memilih mengabdi kepada Kerajaan Medang. Mereka diperbolehkan meletakkan patung Buddha dari bahan perunggu di kompleks Candi sebagai simbol persatuan Siwa-Buddha.
Markas pasukan Melayu ada di Desa Jambi yang membentang sampai ke utara tetap menjadi pemukiman mereka. Daerah sebelah utara itu disebut Nglayu (sekarang menjadi Ngluyu). Pasukan Melayu Jambi menyimpan warisan harta kekayaan dari negeri asal mereka, perhiasan emas, koin-koin dinasti Tang, serta kerajinan khas Muaro Jambi.



