- Diapresiasi Ketua KPPU RI, Dandim 0402 Sebut Pembangunan Koperasi Merah Putih di OKI Sudah 83 Persen
- Menhan dan PWI Pusat Agendakan 200 Wartawan Ikut Retret di Akmil Magelang
- Jelang Pergantian Tahun, Pemerintah Percepat Pemulihan Bencana Sumatera
- Dianiaya di SPBU, Istri Almarhum Ketua SMSI Musi Rawas Polisikan Tetangga
- Jejak Melayu Jambi di Nganjuk, Hidup Damai Seribu Tahun
Skandal PLTU Milik PLN di Sumsel, Hakim Sesalkan Saksi Tidak Tahu Alasan Pemindahan Anggaran Rp6 Miliar
PALEMBANG, SIMBUR – Jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menghadirkan saksi – saksi. Dalam sidang perkara dugaan tindak pidana korupsi retrofit sistem soot blowing alias penggantian komponen suku cadang di PLTU Bukit Asam pada PT PLN Unit Induk Pembangkit Sumatera Bagian Selatan. Hal itu menyebabkan kerugian negara Rp 26,979 miliar.
Persidangan diketuai majelis hakim Fauzi Isra SH MH didampingi Wahyu Agus Susanto SH MH di Pengadilan Negeri Palembang kelas IA khusus kemarin Rabu (19/2) sekitar pukul 10.00 WIB. Untuk tiga orang terdakwa juga dihadirkan langsung dalam perkara ini.
Ketiga orang terdakwa, pertama BA selaku eks General Manager PT PLN Unit Induk Pembangkit Sumatera Bagian Selatan. Kedua, terdakwa BWA sebagai Mantan Manager Engineering PT PLN Pembangkit Sumatera Bagian Selatan. Dan ketiga, terdakwa NI selaku Direktur PT Truba Engineering Indonesia.
JPU KPK menghadirkan para saksi yakni,
saksi Fahmi Wibowo selaku Assisten Engenering PLTU Bukit Asam. Saksi Hendri Himawan selaku Manager Keuangan UIK PT SBS. Saksi Dian Ariani selaku Officer PLN Demang Lebar Daun, Ahmad Affandi Mantan Staff PT Haga Jaya Mandiri, Melisa Putri Ritonga mantan Karyawan PT Haga Jaya Mandiri, Winanto Wibowo Manager Audit Investigasi, Rahayu Putri selaku Manager Pembayaran PLN Pusat dan Yolid Cholidin.
Saksi Fahmi Wibowo selaku Assisten Engineering dari Bukit Asam menerangkan mengetahui pengadaan Retrofit Soot Blowing, tetapi proses pengadaan awal ia tidak mengetahuinya.
“Saya tahunya waktu di ujung. Setahu saya prosesnya dilaksanakan melalui lelang dan pemenang tendernya PT Truba Engineering,” ungkapnya.
Lalu saksi Hendri Hermawan sebagai Manager Keuangan UIK PT SBS juga mengetahui adanya tagihan dari PT Truba Engineering. “Saya sempat mengirimkan uang ke PT Truba Engineering melalui 4 tahap, dengan tagihan totalnya Rp 75 miliar. Yang dibayarkan melalui rekening atas nama PT Truba Engineering, setahu saya Direkturnya Pak Nehemia,” kata saksi.
Kemudian saksi Ahmad Affandi, sebagai staf tender administrasi PT Haga Jaya mengatakan, ia juga mengetahui ada proyek pengadaan di PLTU Bukit Asam tahun 2018, meski pun tidak mengetahui secara detail. “Karena perusahaan kami, tidak ikut dalam tender. Saya kenal dengan terdakwa NI, karena beliau adalah adik istri dari pimpinan kami. Saya tidak pernah membagi-bagikan uang, dan kami tidak pernah terlibat dalam perkara ini. Karena perusahaan tidak ikut dalam proses lelang,” cetus saksi Ahmad Affandi.
Dipertegas saksi Melisa sebagai Staf Admin PT Haga Jaya, bahwa perusahaannya berbeda dengan PT Truba Engineering. Dimana perusahaannya, juga tidak ada terlibat dalam proyek pengadaan tersebut. “Dan perusahaan kami tidak ada hubungannya, dengan terdakwa NI yang mulia, karena beda Direktur dan juga perusahaannya,” tegas saksi Melisa.
Mendengar jawaban saksi dari PT Haga Jaya, yang namanya selalu disebut-sebut dalam persidangan, majelis hakim pun cukup kebingungan. “Saya bingung harus bertanya apa, karena dari jawaban saksi PT Haga, tidak mengetahui proses pengadaan Soot Blowing dan proses lelang,” cetus hakim.
Selanjutnya keterangan saksi Rahayu Putri sebagai Manager Pembayaran PLN kantor Pusat mengatakan, ia sempat memindahkan anggaran sebesar Rp 6 miliar dari PLN ke Rekening KPK. Tetapi, sewaktu disinggung majelis hakim, perihal pemindahan uang dari PLN ke rekening KPK untuk kepentingan apa? saksi justru mengaku tidak tahu.
“Kalau semua orang seperti Anda ini, yang memindahkan uang tidak mengetahui untuk apa hancur negara Ini! uang yang Anda pindahkan ke rekening KPK itu jumlahnya tidak sedikit Rp 6 miliar,” seru hakim.
Maka saksi Rahayu Putri Manager Pembayaran PLN Kantor Pusat mengatakan, bahwa ia tidak tahu, untuk apa mengirimkan uang tersebut ke rekening KPK. “Tupoksi saya hanya mengirimkan saja, setelah dibayarkan saya baru tahu. Bahwa uang sebesar Rp 6 miliar merupakan uang dari BWA terkait perkara UIK PLN Bukit Asam yang mulia,” kelit saksi Rahayu. (nrd)



