Saksi Ahli Sebut Keuangan BUMD Tidak Masuk Negara

PALEMBANG, SIMBUR – Jaksa penuntut umum (JPU) KPK RI kembali menghadirkan terdakwa Sarimuda. Dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi, kerjasama pengangkutan batu bara oleh PT Sriwijaya Mandiri Sumsel (SMS) BUMD milik Pemprov Sumsel, tahun 2021.

Persidangan diketuai majelis hakim Pitriadi SH MH didampingi Masrianti SH MH dan Khoiri Akhmadi SH MH di Pengadilan Negeri Palembang kelas IA khusus. Menghadirkan tiga orang ahli, yakni ahli perseroan Prof Joni Emirzon SH MH, lalu ahli pidana Prof Topo Santoso SH MH serta ahli keuangan negara Dr Dian Puji Nugraha Simatupang SH MH.

Majelis hakim Khoiri melayangkan pertanyaan terhadap ahli audit keuangan negara Dian Simatupang, terkait pengembalian kerugian negara. Menurut ahli, pengembalian sebagian penghapus kerugian negara, yang dicatat maka menjadi hak negara kembali.

Menurutnya ada audit investisigatif dengan tujuan tertentu, karena supaya lengkap. Untuk mengetahui, kekurangan ini terjadi akibat apa, kekurangan karena pidana atau lainnya.

“Untuk audit BPK pusat dan daerah ada perbedaan?” tanya Khoiri

“Audit itu harus berjenjang dengan batas waktu, supaya menjaga audit resenable atau meyakinkan kita semua. Audit investisigatif ini harus sampai secara spesifik, harus empiris turun langsung untuk dituangkan dalam pemeriksaan. Jadi beda dengan audit rutin atau bulanan,” kata Dr Dian yang mengikuti secara virtual.

Dr Dian juga menegaskan kepada majelis hakim, bahwa keuangan BUMD, tidak masuk keuangan negara. arena tidak masuk kas negara dan sifatnya investasi. Dan secara hukum, ia tidak sepakat dengan metode parsial atau total los.

Selanjutnya, ahli perseroan Prof Joni Emirzon mengatakan, dalam kontrak kerja pasti ada perjanjian, yang harus dipenuhi. Karena kalau tidak sesuai perjanjian, maka ada konpensasi, tergantung overmach relatif atau absolut, sehingga kontrak bisa dilanjutkan atau tidak.

Giliran advokat Heribertus Hartoyo SH MH kuasa hukum terdakwa Sarimuda, mengajukan pertanyaan. “Kalau kebijakan direktur, diambil untuk mencegah kerugian lebih besar seperti apa?,” ungkapnya.

Menurut Prof Joni, sepanjang bisa dibuktikan adanya kelalaian, ya silah
kan saja, kebijakan dilakukan untuk kepentingan perusahaan. “Setiap perusahaan punya manajemen risiko. Dan yang terpenting, ada tidak upaya menyelamatkan perusahaan dari kerugian,” kata ahli perseroan.

Berikutnya Prof Topo Santoso ahli pidana, disinggung Heribertus tentang Pasal 2 dan 3 UU Tipikor. Prof Topo menjelaskan, Pasal 2 dan 3 UU Tipikor, menjadi cord crime yang khas, adanya pertimbangan melawan hukum, memperkaya diri sendiri, orang lain dan korporasi serta merugikan keuangan negara. “Dan yang saya tekankan, paling penting, dari keduanya yakni delik dolus mensyaratkan mens rea atau maksud jahat,” cetusnya.

“Tempus delikti juga penting atau tahu waktu kejadian yang didakwakan. Untuk menentukan siapa saja yang harus bertanggung jawab, supaya jangan seperti pukat harimau, semua itu orang bisa kena,” tegas ahli pidana ini.

“Misal, kasus tipikor terdakwa tunggal itu aneh, selama tidak ada paksaan dan kejahatan korporate, maka harus ada penyertaan,” timbangnya.

Heribertus kembali menanyakan soal ultimatum remedium.

Prof Topo mengatakan, ultimatum remedium, artinya hukum pidana itu keras dan kejam, jika diterapkan kepada pelaku, dampaknya terhadap keluarga dan sosial. “Betul sanksi pidana atau ultimatum remedium itu diterapkan sebagai upaya terakhir,” tukasnya.

Tim jaksa penuntut umum KPK selanjutnya mengajukan pertanyaan kepada Prof Joni, perihal tindakan direktur menyelamatkan perusahaan dan siapa yang bisa menilai?

“Komisaris yang menilai, kalau 78 persen bisa likuidasi, itu harus atas persetujuan RUPS,” cetusnya.

“Upaya direktur menyelamatkan perusahaan dari risiko bisnis seperti apa?” timpal JPU KPK.

“Direksi itu yang menilai, bertanggung jawab keluar dan dalam, juga dalam RUPS. Apakah kebijakan sesuai atau menyimpang. Makanya komisaris dan direksi itu saling membantu,” kata Prof Joni Emirzon.

Ada 5 prinsip harus dijalankan, diantaranya tranparansi, akuntabilitas, resposibiliti. Karena tidak mungkin direktur jalan sendiri, semua ada aturan, hal itu bisa diuji dengan tatrib di perusahaan. Serta pentingnya keterbukaan.

“Maka direktur harus menjalankan itikad baik, kepercayaan dan kecakapan. Kendalinya di RUPS dan RAB setiap tahun, tercapai atau tidak, serta menentukan untung rugi sebuah perusahaan,” kata ahli koprorate.

JPU KPK selanjutnya menanyakan apakah PT SMS itu perseroda?

Prof Topo mengatakan kembali, benar PT SMS itu perseroda, yang telah disepakati dengan RAB setiap tahunnya. Tugas direksi dan komisaris, bisa melihat dan mengendalikan kebijakannya, seorang direktur.

“Dan yang menentukan kerugian keuangan negara itu BPK itu sesuai UU. Berarti kalau ada kerugian BUMD itu, bukan kerugian keuangan negara,” tukas ahli pidana. (nrd)