Kembali Terjerat Kasus Suap Penghentian Penyelidikan, Kuasa Hukum Minta Putus Mata Rantai Dakwaan

PALEMBANG, SIMBUR – Jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Agung membacakan dakwaan pengembangan perkara tindak pidana korupsi dan suap di Dinas PUPR Kabupaten Muba tahun 2019. Melibatkan dua terdakwa Herman Mayori dan Bram Rizal.

Ketua majelis hakim Pitriadi SH MH didampingi Waslam Maksid SH MH di Pengadilan Negeri Palembang kelas IA khusus, Senin (11/11/23). Kedua terdakwa hadir langsung. Didampingi kuasa hukumnya, diantaranya pengacara, Alamsyah Hanafiah SH MH.

Jaksa mendakwa, terdakwa Herman Mayori dan Bram Rizal diduga bersama – sama telah memberikan hadiah atau janji kepada Dalizon sebesar Rp10 miliar. Dengan maksud agar menghentikan penyelidikan, dugaan tindak pidana korupsi, terhadap kegiatan proyek-proyek di Dinas PUPR Musi Banyuasin.

“Terdakwa Herman Mayori bersama terdakwa Bram Rizal, diduga telah memberikan uang kepada Dalizon selaku Kasubdit III Tipidkor Polda Sumsel sebesar Rp 5 miliar. Untuk penyelesaian, agar proyek-proyek Dinas PUPR Kabupaten Muba tahun 2019, tidak dilanjutkan menjadi perkara atau kasus,” terang JPU Kejagung.

Selepas dakwaan JPU, dilanjutkan dengan terdakwa Herman Mayori, melalui kuasa hukumnya advokat Alamsyah Hanafiah SH MH melayangkan eksepsi atau nota keberataan terhadap dakwaan JPU Kejagung tersebut.

Eksepsi pertama, perkara yang didakwakan JPU, adalah Nebis In Idem (perkara dengan obyek, para pihak dan materi pokok perkara yang sama). Agenda persidangan hari ini Senin (11/11/23), JPU mengajukan dakwaan kepada terdakwa Herman Mayori, untuk kedua kalinya dalam kasus yang sama dan objek yang sama, yaitu peristiwa uang Rp10 miliar dalam OTT KPK di Kabupaten Muba tahun 2021.

“Dalam OTT itu, ada Herman Mayori, Eddy Umari, Suhandy, Dodi Reza Alex, dan Dalizon. Dalizon karena ada SKB KPK dan Mabes Polri, maka penyidikannya dilimpahkan KPK ke Mabes Polri. Sedang yang lainnya tetap di KPK. Tiba – tiba tahun 2023 ini, JPU membuat dakwaan kembali, dalam kasus uang suap Rp10 miliar kepada Dalizon. Padahal kasus ini sebelumnya sudah diadili, jadi kasusnya Nebis In Idem, dengan putusan yang dulu dakwaan ini,” ungkap Alamsyah.

Nota keberatan kedua, Alamsyah melanjutkan, dari uraian dakwaan pelaku utamanya itu adalah Adi Candra. Adi Candra yang melobi, sewaktu uang terkumpul dari Pemda Muba melalui Bram Rp 6,5 miliar. Dalizon belum mau terima, cukupkan dulu Rp 10 miliar. Adi Candra menghubungi Bram supaya dilengkapi. Setelah itu baru diserahkan Adi Candra kepada Dalizon sendirian.

“Berarti Adi Candra pelaku utama. Tapi Adi Candra tidak ditetapkan tersangka atau terdakwa oleh jaksa. Justru yang didakwa adalah orang – orang yang menyuruh. Ini tidak dibenarkan, istilahnya dakwaan itu terputus mata rantai,” ucapnya seraya keheranan.

Eksepsi ketiga, dibeberkan Alamsyah, bahwa penetapan Mabes Polri, Herman Mayori sebagai tersangka tunggal dan pasal tunggal. Pasal 5 ayat 1 hurup a, tanpa adanya Pasal 55 ayat 1 KUHP. Tiba – tiba ditambahi oleh jaksa dalam dakwaanya.

“Itu tidak dibenarkan dalam Undang – undang, dakwaan JPU bukan kabur, tapi batal demi hukum. Kalau kabur lain cerita, itu tidak jelas. Ini jelas sekali, Pasal jelas dan perkara ini sudah pernah disidangkan jelas sekali,” tegasnya kepada Simbur.

“Maka perkara ini nebis in idem dulu, perkara ini cacat, karena pelaku utama tidak ditetapkan tersangka dan tidak didakwa. Kemudian, ada penambahan pasal, penetapan tersangka tanpa Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP giliran dalam dakwaan ada. Apabila majelis hakim berpendapat lain, kami memohon putusan seadil – adilnya,” harap Alamsyah Hanafiah. (nrd)