Saksi Merasa Tersiksa secara Moral, Unjuk Rasa di Mana-mana

# Sidang Sengketa Lahan Tol Pematang Panggang – Kayu Agung

 

PALEMBANG, SIMBUR – Setelah sempat diperiksa sebagai saksi sebelumnya, pada Selasa 18 Mei 2023 atau jelang Indulfitri lalu. Kali ini Senin (22/5/23) sekitar pukul 11.00 WIB, Sekda Kabupaten OKI MH, kembali diperiksa, dengan dihadirkan langsung di persidangan.

Ketua majelis hakim Sahlan Effendi SH MH didampingi Waslam Maksid SH MH memimpin persidangan di Pengadilan Negeri Tipikor Palembang kelas IA khusus. Dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi Jalan Tol Pematang Panggang – Kayu Agung OKI tahun 2016, 2017, 2018 menelan kerugian negara Rp 5 miliar.

Kedua terdakwa A alias Pendek (47) wiraswasta, warga Desa Pedamaran 6, Kecamatan Pedamaran, OKI dan tersangka PS (48) wiraswata, tersangka juga tersandung kasus narkoba di Polres OKI, dan narapidana di Lapas Kayu Agung.  Warga Desa Kebon 4, Merak 11, Kecamatan Kota Bumi, Lampung juga dihadirkan langsung dipersidangan.

Saksi Sekda Kabupaten OKI, MH saat itu selaku Ketua Tim Penyelesaian Sengketa dan Ketua Tim Persiapan Proyek Nasional Jalan Tol Kayu Agung – Pematang Panggang, mengatakan kepada majelis hakim, bahwa sewaktu mediasi pertama sudah ditolak karena lahan HGU, namun

Perusahaan tetap meminta mediasi dengan memberi uang kerahiman kepada masyarakat. Proses racikan penerima ganti rugi sendiri, oleh tim pelaksana ganti rugi ketuanya kepala ATR BPN, saksi mengaku hanya sebatas tim persiapan, karena ini program startegis nasional.

“Siapa yang mengelola sistem ini, itu  kesalahannya, itu masalahnya. Siapa yang menentukan lahan – lahan itu orang yang diuntungkan,” cetus Sahlan.

Saksi mengajukan permohonan pembayaran dengan mengeluarkan surat, atas dasar mediasi, antara masyarakat dan PT Rambang Agro Jaya (perkebunan sawit).

Sebagai ketua Tim, saksi mengatakan kalau ada kesepakatan, maka harus ada produk, persil 456 ada pernyataan dari PT Rambang Agro Jaya bahwasanya itu diluar HGU, maka dikembalikan ke masyarakat.

“Persil 454 dari tim itu tanah HGU milik perusahaan, pak P sebagai ketua melapor ke saya, saya akui dampak psikologis waktu itu. Ada penjelasan pak P ini sudah ada kesepakatan antara pihak A dengan PT Rambang, namun tidak melihat secara tertulis,” Sekda OKI.

“Tapi kenapa di dalam surat itu sudah menentukan, ada permohonan yang menjadi bagian PT Rambang itu 60 persen uangnya Rp 548 juta. Sementara itu bagian masyarakat warga 40 persen uangnya Rp 389 juta, atas dasar apa saudara saksi menandatangani surat itu?, baik ternyata saksi tidak melihat secara tertulis, hanya mendengar penjelasan dan secara fakta ada surat perdamaian,” cetus Waslam Maksid.

“Pertayaan terakhir kepada Sekda, dengan adanya perdamaian di persil 454, persil 456, antara PT Rambang dengan warga. Selaku ketua tim penyelesaian sengketa atau Sekda dan ketua tim persiapan, apakah saudara mendapatkan pemberian uang?,” cetus Waslam.

“Sumpah demi Allah swt tidak, satu peser pun saya tidak pernah menerima uang. Setelah dan sampai sekarang tidak sama sekali, saya tersiksa secara moral, akibat ini unjuk rasa di mana – mana,” kata Husin.

Kuasa hukum terdakwa Supendi SH MH melayangkan pertayaan, dari ketiga persil ini yang yang menjadi masalah yang mana?

“Semula itu persil 456 klaim rombongan PS itu, belum diganti rugi. Setelah mediasi, ada pengajuan dari perusahan itu diluar HGU PT Rambang Agrojaya. yang mengklaim masyarakat, kalau tidak salah ada dalam rapat untuk tim teknis. Persil 456 klaim Pete Subur itu masalahnya sudah mediasi bukan HGU,” kata Saksi.

“Persil 453 dan 454 klaim PS (terdakwa) dan A (terdakwa), klaimnya belum ganti rugi. Tapi permasalahannya itu, ada permintaan PT Rambang untuk minta tolong agar dimediasi walau HGU, perusahaan ingin memberikan kerohiman, karena takut proyek itu tidak jalan. Karena kelompok ini luar biasa, memblok jalan tol waktu itu,” timpal Sekda OKI.

“Begini persil 456 awalnya ada diakui PT Rambang maka ganti rugi sawit. Persil 454 itu yang ada sengketa lahan dibagi 60 persen dan 40 persen, 456 itulah si PS (terdakwa), saya mencari siapa penentu dari pada ini, itu saja intinya. Makanya diperlukan kembali, aparat pemerintah memiliki kebijaksanaan. Jadi masalahnya ini, yang tidak diganti rugi, malah diganti rugi, itu masalahnya,” tegas Sahlan.

Berikutnya saksi Irdawati dari PUPR sebagai PPK terkait penilaian dikasus ini, penilaian dilakukan oleh PPK sebelumnya, tol ini dimulai tahun 2016, untuk nilai harga tanahnya, baik untuk persil lahan 453, persil 454, dan persil 456.

“Untuk persil 453 sekitar Rp 8 miliar (ganti rugi lahan). Persil 454 Rp 900 juta dan persil 456 Rp 4,7 miliar. Ini semua lahan sawit dan lahan sengketa, dari PT Rambang dan masyarakat,” ungkap saksi.

Terakhir saksi Agus, anggota kepolisian saat ini sebagai Kasi Humas Polres OKI. Saksi mengatakan kepada majelis hakim, ia sudah membuka lahan sejak tahun 2006 disana.

“Waktu itu ada kabar, lahan akan ditanam sawit perusahaan, tapi sampai tahun 2010 belum ada juga. Barulah di lahan saya yang 2 hentar lebih, yang saya beli dulu Rp 2,5 juta akan dibagun jalan tol di tahun 2016,” kata saksi.

“Akhirnya cair Rp 4,7 miliar, dari Pete Subur (terdakwa) saya terima uang Rp 1 miliar diatas lahan saya 2 hektar. Dengan satu hektarnya Rp 400 juta, tapi sempat terjadi keributan di masyarakat,” timpal saksi.

“Besar sekali saudara menerima uang ganti rugi,” cetus ketua majelis hakim dengan nada keheranan. “Sedangkan uang Rp 1,4 miliar lagi, diterima Kades antara Amancik dan Sarbini,” tukas Saksi Agus. (nrd)