- Satu Warga Probolinggo Tewas Tertimpa Pohon Tumbang
- Diapresiasi Ketua KPPU RI, Dandim 0402 Sebut Pembangunan Koperasi Merah Putih di OKI Sudah 83 Persen
- Menhan dan PWI Pusat Agendakan 200 Wartawan Ikut Retret di Akmil Magelang
- Jelang Pergantian Tahun, Pemerintah Percepat Pemulihan Bencana Sumatera
- Dianiaya di SPBU, Istri Almarhum Ketua SMSI Musi Rawas Polisikan Tetangga
Terbanyak Kasus Narkotika, Tiga Aspek Pertimbangan Keadilan
PALEMBANG, SIMBUR – Ketua Pengadilan Negeri Palembang Kelas IA khusus, Surachmat SH MH didampingi Sahlan Effendi SH MH selaku juru bicara pengadilan, menyampaikan hasil kinerja dan catatan perkara yang masuk dan ditangani pengadilan selama tahun 2022.
Perkara pidana di Pengadilan Negeri Palembang sebanyak 1.671. Bila dibandingkan yang di Pengadilan Pagar Alam hanya sekitar 50 – 100 kasus. Pengadilan Negeri Palembang juga menangani perkara khusus atau PHI, antara buruh, pekerja dengan perusahaan. Kemudian perkara tindak pidana korupsi juga diselesaikan disini, sementara di pengadilan lain di Sumsel tidak ada.
“Tipikor selama setahun 2022 sudah 78 berkas yang masuk, diselesaikan hakim – hakim yang punya sertifikasi pendidikan tipikor dan Mahkamah Agung. Kemarin hakim yang punya sertifikasi banyak, dengan hakim karirnya H Sahlan Effendi yang lain ada, namun sifatnya adhock,” ungkap Surachmat, Senin (26/12/22) pukul 16.00 WIB.
Bahwa yang terbanyak jenis perkara narkotika, yang kedua disusul pencurian, lalu penganiayaan disertai curas, terus penipuan dan pencabulan. Tercatat, perkara pidana biasa sejak 1 Januari – 20 Desember 2022 sebanyak 1.655 kasus. Perkara Pra Peradilan 42 kasus. Sedangkan upaya hukum selama tahun 2022, banding 87 kasus. Kasasi 53 perkara. Dan peninjauan kembali atau PK 16 kasus.
“Perkara narkotika ini sangat banyak, sebab cara pikirnya dirasuki bahwa narkotika ini bisa dijadikan obat. Misalkan kerja di laut, atau orang jualan, supaya tahan jadi pakai narkotika. Jadi tidak segan mencari meski secara sembunyi – sembunyi,” ungkap Surachmat, bakal segera menjabat kepala Pengadilan Bekasi ini.
“Yakinkan ketika narkotika dipakai bisa menambah tenaga, tapi dari segi medisnya merusak otak, banyak efeksamping. Dari halusinasi, contohnya ada orang meninggal usia 16 tahun. Sebab pakai narkotika dari kecil, tidak bisa disembuhkan lagi. Karena otaknya lembek dan sudah hancur. Sehari korbannya sekitar 10 orang, karena otak rusak kesehatan terganggu,” harapnya.
Hakim dalam memberikan keputusan, harus memberikan keadilan dengan tiga hal. “Tiga hal harus dipikirkan, pertama sosial justice, legal justice dan ketiga moral justice. Legal justice berkaitan dengan undang – undang, misal kasus tertinggi narkotika yang masuk. Penerapannya hasil dari pembuktian di persidangan, apakah pemakai, kurir atau pengedar hingga bandar,” bebernya kepada Simbur.
“Berujung pada keputusan, atas pertimbangan tiga aspek keadilan, apakah orang ini mau direhabilitasi atau dihukum. Maka hakim bisa membuat keputusan atau terobosan. Kedepan juga perlu ada komparasi, dengan maksimal atau hukuman tinggi efeknya terhadap kasus narkotika, sehingga menjadi pertimbangan kedepannya,” tukas kepala pengadilan. (nrd)



