- Diapresiasi Ketua KPPU RI, Dandim 0402 Sebut Pembangunan Koperasi Merah Putih di OKI Sudah 83 Persen
- Menhan dan PWI Pusat Agendakan 200 Wartawan Ikut Retret di Akmil Magelang
- Jelang Pergantian Tahun, Pemerintah Percepat Pemulihan Bencana Sumatera
- Dianiaya di SPBU, Istri Almarhum Ketua SMSI Musi Rawas Polisikan Tetangga
- Jejak Melayu Jambi di Nganjuk, Hidup Damai Seribu Tahun
AJI “Cuci Piring” Administrasi dan Regulasi Agraria
PALEMBANG, SIMBURNEWS – Masih banyaknya kasus agraria baik itu penggusuran akibat sertifikasi tidak jelas, tanah adat yang diserobot perusahaan tambang, sampai kasus korupsi tumpang tindih lahan, menjadi hal yang harus menjadi perhatian seluruh pemangku kepentingan termasuk masyarakat. Adanya kebijakan satu peta (KSP) yang dituangkan melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 9/2016, diharapkan bisa menjadi solusi konflik yang selama ini belum terselesaikan.
Ketua AJI Palembang, Ibrahim Arsyad berpendapat jika persoalan tata kelola lahan tidak lepas dari proses desentralisasi di era reformasi. Era tersebut memberi kewenangan terhadap instansi pemerintahan untuk membuat peta masing-masing dan memberikan konsesi lahan untuk berbagai keperluan. “Akibat masih rendahnya transparansi dan sinkronisasi antar instansi sering berimbas pada tumpang tindih klaim lahan, sengketa tanah, kebakaran hutan, serta macetnya pembangunan. Konflik agraria masih banyak terjadi karena belum diakuinya Satu Peta sebagai patokan tunggal tata kelola lahan di Indonesia,” ujarnya pada pembukaan lokakarya jurnalistik dengan tema Satu Nusa, Satu Peta di hotel Swarna Dwipa, Sabtu (18/11).
Baginya, urgensi isu tata kelola lahan khususnya di Sumatera Selatan (Sumsel) perlu untuk dipahami menjadi perhatian oleh jurnalis dan media lokal. Dengan begitu, ini bisa memberikan informasi yang akurat serta mendalam tentang tata kelola lahan yang transparan, bersih dari korupsi, beretika, dan melibatkan partisipasi seluruh pihak baik itu masyarakat, sektor usaha dan pemerintah.
Tim percepatan KSP yang juga merupakan asisten Deputi Tata Ruang dan Kawasan Strategis Ekonomi Kementerian Koordinator bidang Perekonomian mengatakan jika KSP merupakan kebijakan yang menjamin keadilan tata kelola lahan yang dibutuhkan saat ini. “Masih banyaknya masalah tata kelola lahan diakibatkan karena adanya keterbatasan ruang sementara manusia semakin bertambah dan masih banyaknya regulasi yang bertumpuk-tumpuk,” ungkapnya.
Masalah juga terjadi karena masih adanya tumpang tindih wilayah RTRW Provinsi dan peta kawasan dengan batas wilayah administrasi. “Saya sepakat jika dikatakan bahwa pasca reformasi dan adanya kebijakan otonomi daerah memunculkan persoalan-persoalan yang melibatkan kebijakan kepala daerah tentang tata kelola lahan di daerah masing-masing. Ibaratnya, saat ini kami sedang ‘cuci piring’ yang artinya berusaha menata kembali tata kelola lahan termasuk wilayah administrasi, agar bisa menekan konflik lahan yang selama ini masih banyak terjadi,” ujarnya.
Sementara Kepala Bidang infrastruktur Bappeda Sumsel, Ir Hendrian MT mengatakan jika dalam tataran wilayah Provinsi, rancangan terkait KSP sudah selesai, hanya saja pemerintah provinsi (pemprov) Sumsel masih menunggu keputusan dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). “Tujuan pelaksanaan KSP merupakan upaya satu referensi geospasial, satu standar, satu basis data, dan satu geoportal. Provinsi sudah selesai tetapi macet di Kemendagri. Karena ujung-ujungnya ada di Kemendagri,” ujarnya di forum.
Dijelaskan Hendrian, setelah munculnya KSP, Gubernur Sumsel bahkan menginstruksikan agar hal tersebut menjadi program prioritas Provinsi Sumsel. “Itu sudah menjadi prioritas RPJMD Sumsel tahun 2013 sampai 2018. Untuk empat sampai lima tahun, kami fokus pada tata ruang, dan 2017 akan fokus pada implementasi KSP. Memang perlu jalan panjang untuk menerapkan kebijakan tersebut. Kami juga menjamin siapapun pemimpin Sumsel setelah 2018, kebijakan tersebut masih akan berlanjut sampai tahun 2023 mendatang, karena KSP versi teknokrat menjadi kebijakan strategis,” jelasnya.
Lokakarya yang digiatkan AJI Palembang juga membahas tentang realita pelaksanaan tata kelola lahan di Sumsel, prinsip-prinsip penyelesaian konflik tenurial/SDA menurut KSP, peluan partisipasi masyarakat dalam mewujudkan pemetaan lahan yang adil.
Bahasan tersebut menghadirkan para pemangku kepentingan seperti ketua Satgas P2KA SDA Musi Banyuasin, Anwar Sadat, Ketua AMAN Sumsel, Rustandi Adriansyah, Communication Manager ZSL KELOLA Sendang, Yessi Dewi Agustina, dan Humas GAPKI Sumsel, Hany Setiawan.
Selain lokakarya, untuk meningkatkan kapasitas jurnalis Sumsel dalam memahami dan mengedepankan urgensi isu tata kelola lahan, serta kualitas peliputan investigasi oleh media lokal, AJI Palembang menghadirkan Redaktur Utama Tempo, Sunu Dyantoro yang bertindak sebagai mentor dalam workshop jurnalistik. (mrf)



