- Turunkan Stunting, Disdik PALI Gelar Bimtek Olah Gizi dan Pola Asuh Anak
- Perjalanan Kereta Api Jakarta–Surabaya Sempat Terkendala akibat Banjir Grobogan
- Turunkan Angka Kematian Ibu, Kuatkan Peran PKK di Daerah
- Komitmen Tegakkan Disiplin, Hukum, dan Tata Tertib Prajurit TNI
- Terendus Korupsi Distribusi Semen, Kantor "Sang Tiga Gajah" Digeledah Jaksa
Minta Putusan Onslag, Destinasi Wisata Terkendala Perizinan
PALEMBANG, SIMBUR – Advokat Emil Zulfan SH didampingi M Al Faisal SH membacakan nota pembelaan atau pledoi terhadap kliennya atau terdakwa Raden Fauzi (31). Terhadap dugaan perkara penggelapan proyek destinasi wisata dan pemakaman, bumi hejo kahuripan (BHK). Nota pembelaan dibacakan dihadapan majelis hakim Siti Fatimah SH MH didampingi Zulkifli SH MH di Pengadilan Negeri Palembang kelas IA khusus, Selasa (4/6/24) pukul 16.00 WIB.
Bahwa terdakwa Raden Fauzi merupakan Direktur PT AMP. Pada tahun 2021 Fauzi dengan saksi Syaifuddin saksi korban Ulung Sampurna bertemu di car wash milik Fauzi. Selanjutnya Fauzi menemui Ulung Sampurna di Polrestabes Bandung, untuk menawarkan proyek BHK dan berinvestasi.
Saksi Syarifuddin mengatakan tanah uruknya bisa dijual, bagi perusahaan sedang membangun rel kereta api cepat. Kemudian Fauzi dengan saksi Syaifuddin ke Palembang menemui Ulung Sampurna, agar proyek segera diambil, jika tidak proyek diambil orang lain. Maka mereka berminat dan tertarik.
Setelah melihat proposal dan plan dari terdakwa saksi korban Ulung Sampurna semakin percaya. Sehingga korban Ulung menyerahkan uang Rp 2,3 miliar dan ditambah lagi Rp 3 miliar totalnya Rp 5,3 miliar. Namun yang total diterima Fauzi Rp 4,9 miliar.
“Terdakwa Fauzi mengakui sudah mengembalikan uang Rp 300 juta, untuk Rp 100 juta dipakai perbaikan mobil saksi Ulung. Untuk Rp 200 juta diberikan ke Syaifuddin. Serta Fauzi mengembalikan uang Rp 150 juta ke rekening Surya,” kata Faisal.
Namun belakangan, proyek yang sudah berjalan terkendala perizinan tanah. Dimana lokasi merupakan sawah petani yang dilindungi dan wilayah hutan belum mengantongi izin.
“Terdakwa Fauzi mengatakan proyek BHK membutuhkan dana sebesar Rp 120 miliar. Sementara dana baru terkumpul Rp 7 miliar. Sebagian uang dipakai untuk mengurus perizinan, biaya operasional staf, karyawan perusahaan. Serta biaya operasional diterima saksi Syaifuddin sebesar Rp 5 juta setiap bulan,” jelas Faisal kepada Simbur.
“Untuk uang Rp 1 miliar 200 juta, dipakai untuk uang muka 2 unit mobil Toyota Vellfire dan Mithsubishi Pajero dipakai Nurul Shita komisaris utama PT AMP,” tegas Faisal kembali.
Analisis yuridis, Fauzi didakwa JPU Pasal 378 KUHP dan 372 KUHP, terkait pidana penipuan dan penggelapan, dalam kasus ini sesuai bukti dan keterangan saksi fakta persidangan. Bahwa terdakwa tidak bermaksud menguntungkan diri sendiri, dengan menyalahgunakan wewenang sebagai Dirut PT AMP.
Advokat Emil Zulfan menegaskan kepada Simbur bahwa, dalam perkara ini, terdakwa Fauzi menjanjikan investor keuntungan dari modal yang ditanam, dengan catatan bila proyek berjalan. Lalu keuntungan tidak ada diberikan, karena proyek masih dalam tahap proses perizinan, dan mengalami kendala, atau masih kondisi prematur.
“Sebagai tim penasihat hukum terdakwa Raden Fauzi memohon kepada majelis hakim yang mengadili perkara ini untuk berkenan memutuskan. Pertama, menyatakan terdakwa Fauzi tidak terbukti kesalahannya secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana baik didakwaan. Kedua, membebaskan terdakwa Fauzi dari semua tuntutan hukum atau Vrispraak atau melepaskan Fauzi dari semua tuntutan hukum. Yakni ada perbuatan namun bukan pidana (onslag),” harap Emil Zulfan.
Dimana sebelumnya JPU Kejati Sumsel Rini Purnamawati SH MH, menuntut terdakwa Fauzi, selama 3 tahun dan 6 bulan pidana kurungan badan. (nrd)



