- Diapresiasi Ketua KPPU RI, Dandim 0402 Sebut Pembangunan Koperasi Merah Putih di OKI Sudah 83 Persen
- Menhan dan PWI Pusat Agendakan 200 Wartawan Ikut Retret di Akmil Magelang
- Jelang Pergantian Tahun, Pemerintah Percepat Pemulihan Bencana Sumatera
- Dianiaya di SPBU, Istri Almarhum Ketua SMSI Musi Rawas Polisikan Tetangga
- Jejak Melayu Jambi di Nganjuk, Hidup Damai Seribu Tahun
Sebut Dakwaan Prematur, Kuasa Hukum: Malapraktik dalam Peradilan Harus Ada Tanggung Jawab Pidananya
# Sidang Kasus Dugaan Pemalsuan Sertifikat Tanah
PALEMBANG, SIMBUR – Nasarudin selaku pensiunan BPN, pernah 4 kali kelapa kantor BPN dan 6 kali seksi pengukuran tanah di BPN Lahat, BPN Muba dan BPN Palembang terakhir kasubdit pengukuran tata ruang BPN Pusat. Dihadirkan sebagai saksi adecart, dalam persidangan perkara tanah, antara pelapor Ken Krismadi dan terdakwa Apriansyah petugas ukur BPN.
Terdakwa Apriansyah merupakan PNS petugas ukur BPN, juga diperiksa majelis hakim diketuai Edi Cahyono SH MH didampingi Misrianti SH MH secara virtual. Pantauan Simbur, Selasa (28/12/22) pukul 16.00 WIB – 21.00 WIB, saksi Nasarudin hadir langsung, advokat Titis Rachmawati SH MH kuasa hukum terdakwa bersama tim kuasa hukum pelapor Ken Krismadi juga mengikuti langsung persidangan dari sore hingga malam.
Saksi Nasarudin pensiunan BPN, dimintai keterangan Titis Rachmawati terhadap perkara terdakwa yang didakwa Pasal 263 dan 266 KUHP terkait dugaan pemalsuan surat tanah. “Saya pernah jadi petugas ukur, 4 kali kepala kantor dan 6 kali seksi pengukuran di kabupaten Lahat, Muba dan Palembang dan kasubdit pengukuran tata ruang BPN Pusat. Terkait pemecahan sertifikat, syarat pemohon sertifikat harus dicek lebih dahulu, apakah sengketa, apakah dalam perkara perdata, kalau ada maka pengukuran ditolak,” tegas Nasarudin.
Saksi menegaskan, untuk seluruh warkah tanah di kabupaten Muba itu dipecah tahun 1996, kemudian dikirim ke BPN kota Palembang. “Selain membayar biaya, lalu masuk ke kepala seksi, petugas ukur itu PNS disumpah dan sensitif kalau tidak bermoral,” tegas Nasarudin yang mumpuni dalam perkara tanah ini.
“Tidak ada masalah pemecahan di atas meja, kalau sudah ada hak, ada bukti kepemilikan sertifikat. Sertifikat induknya 1255. Namun setelah dipecah ada keberatan, pengukuran itu harus di hadiri kedua belah pihak dan warkah masing – masing. Ini tanggung jawab kepala seksi, teliti, peta, warkah, riwayat, tidak ada ujuk -ujuk tanda tangan. Jadi petugas ukur ini ada perintah,” terang saksi.
Ditegaskan Nasarudin, petugas ukur harus PNS tidak bisa honorer, sebab paling sensitif itu, sebab orang ribut tanah gara – gara ukurnya. Maka petugas ukur ini harus PNS, jangan coba – coba petugas ukur honor, bisa kacau. “Angka GU itu pasti ada. kalau pemalsuan itu, ada angka diubah, luas dirubah dan nama diubah,” tukas saksi.
Terdakwa Apriansyah akhirnya giliran angkat bicara. “Saya didakwa pemalsuan surat tanah, apa mungkin satu orang bisa memproses semuanya. Setelah dipecah hasilnya sama. Sewaktu tanah dibeli dr Vidi?,” ungkap terdakwa secara virtual.
“Tadi sudah saya jawab, pengukuran itu yang tanggung jawab kepala seksi, menugaskan petugas ukur. Produk sudah diterbitkan kepala kantor. Kalau ada sanggahan tidak bisa, dimana tanah Ken Krismadi dimana tanah Hidayat Amin, pembuktian bisa dilihat dari warkah dan GU,” jelas saksi Nasarudin.
JPU Rini Purnamawati SH MH dan Neny Karmila SH giliran bertanya. Terkait ptosedur pengukuran. “Kalau yakin tidak perlu diukur, tidak masalah dipecah di atas meja, jadi peta bidang,” jawab Nasarudin.
“Yang menyodorkan berkas lengkap, dan petugas ukur langsung tanda tangan, tergantung kepala seksi. Kalau petugas ukur yang benar, akan cerita ini tanahnya tidak diukur gampang karena tanahnya kecil. Kepala seksi dan kasubsi itu yang bermasalah itu,” tegas saksi.
Titis Rachmawati SH MH sendiri, mengatakan kepada Simbur, bahwa menurut klienya terdakwa Apriansyah sebagai PNS petugas ukur di BPN Palembang dan di BPN Pagar Alam. Kliennya belum pernah saat sebagai petugas ukur BPN mendapatkan suatu data tanah yang tidak bertuan.
“Seharusnya terlalu prematur, jaksa itu mengatakan bahwa ada pemalsuan surat tanah. Termasuk terpidana Angga yang sudah vonis perkaranya. GU atau gambar ukur itu produk si Angga, tapi menurut Angga produk terdakwa Apriansyah, terlepas GU jadi proses pemecahan sertifikat tanah, kalau memang didasarkan data yang tercantum di dalam objek sertifikat, secara hukum ada data di BPN. Kalau tidak menyimpang dari data itu ya, bukan pemalsuan, kecuali tanah Hidayat Amin seluas 4.000 meter persegi sekian. Dipecah 2 masing -masing 200 ya itu benar,” jelasnya.
“Namanya pemalsuan ini kan merubah, menambah atau mengurangi sehingga data awal tidak sama dengan data sekarang begitu. Sebenarnya dakwaan pemalsuan surat ini dipaksakan, kalau nanti Apriansyah bebas pasti berontak. Sebab ini preseden buruk kalau kesalahan menghukum, putusan hakim itu yuresprudensi yang akan diikuti kebijakan hukum selanjutnya,” bebernya kepada Simbur.
“Bukan dikorbankan sebenarnya terdakwa Apriansyah ini, tapi dizalimi. Dengar sendiri 50 kasus di Polda Sumsel, dia yang sebagai ahli dari BPN, diberi surat tugas. Bahkan salah satu penyidik sudah dipindahkan, jadi selama ini protes saya benar. Saya kepingin ini bener, harapannya Apriansyah bebas, sampai kemanapun kita kejar. Jadi jangan gampang P21. Sekarang kita bicara prosedur, kalau prosedur tidak mengukur, kalau malapraktik jaksa, kalau malapraktik dalam peradilan harus ada tanggung jawab pidananya. Itu yang kami kejar nanti,” tukas Titis. (nrd)



