Sempat Lari karena Takut, Komisioner Kecipratan Dana Ratusan Juta

# Terdakwa Sebut Ketua Bawaslu Sumsel Terima Rp200 Juta

 

PALEMBANG, SIMBUR – Sebanyak 8 orang terdakwa dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi bantuan dana hibah dari APBD Musirawas Utara kepada Bawaslu Kabupaten Musirawas Utara tahun anggaran 2019 – 2020 yang menyebabkan kerugian negara Rp2,541 miliar lebih hasil audit BPKP Sumsel. Mereka dihadirkan langsung di persidangan di Pengadilan Negeri Tipikor Palembang kelas IA khusus.

Kedelapan terdakwa yakni, terdakwa TA koordinator Sekretariat Bawaslu Musirawas Utara. Terdakwa Mw, terdakwa Pl dan terdakwa AA. Selanjutnya, terdakwa SZ SE, terdakwa H, terdakwa KRP dan terdakwa AC. Mereka hadir langsung Kamis (15/9/22) pukul 11.00 WIB – 23.15 WIB malam.

Jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Lubuk Linggau Sumarherti SH MH didampingi Agrin Nico Reval SH serta para tim kuasa hukum bergiliran meminta keterangan kedelapan orang terdakwa, dalam agenda keterangan saksi terdakwa. Dengan persidangan diketuai majelis hakim Efrata Happy Tarigan SH MH didampingi Waslam Makshid SH MH dan Ardian Angga SH MH.

Hakim Waslam Maksid satu persatu mengorek keterangan kedelapan orang terdakwa yang dihadirkan langsung dari Lapas Lubuk Linggau. Saksi SZ sebagai bendahara Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu Muratara mengatakan total dana hibah dicairkan bawaslu dalam tiga termin totalnya Rp 9,2 miliar.

“Pertama pencairan Rp 200 juta, pencairan kedua Rp 3,6 miliar untuk pelaksanaan kegiatan pilkada, pembayaran honor, pembayaran kecamatan, sewa gedung 7 kecamatan, kemudian sewa gedung gakumdu, dan pengadaan seragam kantor, panwascam dan PPL,” kata dia.

Pengadaan meubeler memakan anggaran Rp 600 juta dengan terdakwa KRP yang membuat SPJ. Sewaktu massa terdakwa KRP di tahun 2020 ada penyelenggaraan pemilukada. “Uang Rp 80 juta saya terima dari pak TA. Kemudian massa H ada yang untuk saving Rp 50 juta, saya mendapat Rp 10 juta. Beda lagi saat masa pak Ac, saya juga dapat Rp 10, tapi sudah saya titipkan ke Jaksa,” ungkap SZ.

Berikutnya giliran terdakwa Ac sebagai koordinator sekretariat dan PPK Bawaslu  dicecar Waslam. “Bahwa total anggaran Bawaslu totalnya Rp Rp 3,1 miliar, setengah anggaran untuk kecamatan dan setengahnya lagi kabupaten. Untuk Bimtek ada, salah satunya di Hotel lupa untuk kegiatan apa, ada juga yang tidak sesuai RAB. Saya terima uang Rp 85 juta untuk SPPD Komisioner, kemudian 15 juta, Rp 25 juta di November untuk SPPD, total Rp 115 juta diterima, setelah itu saya lari karena takut,” beber Aceng.

SZ kembali membeberkan kepada Waslam bahwa, terdakwa TA telah membayar 3 komisioner, masing-masing Rp100 juta, tetapi tidak tahu untuk apa. “Ada pembagian uang pada waktu pak H menjabat, diberikan kepada komisioner, jumlahnya sedikit yang mulia.  Ada Rp 20 juta, saya terima Rp 10 juta dan pak H koordinator sekretariat terima Rp10 juta,” ungkapnya.

“Kemudian selama masa koordinator sekretariatnya Ac, apakah ada pembagian uang juga?” tanya Waslam.

“Untuk masing-masing komisioner Bawaslu Muratara itu terima Rp25 juta, saya terima Rp10 juta yang mulia,” cetus SZ

“Ada juga untuk Bawaslu Provinsi Sumsel saudara tahu berapa masing-masing dibagikan pak Aceng?” ujar majelis hakim.

“Kalau untuk saudara IIn itu Rp 200 juta yang mulia, itu ketua Bawaslu Provinsi Sumsel. Pak Ac memberikannya saat kami di mobil, itu ada Korsek Ogan Ilir pak H. Dari keterangan pak Ac, dia langsung yang memberikan,” cetusnya.

Berikutnya keterangan terdakwa H, mengatakan sebenarnya sering terjadi keributan selisih paham, karena kegiatan yang padat dan membutuhkan dana.

“Uang itu saya berikan yang mulia, melalui bendahara, sebesar Rp 20 juta masing-masing orang komisioner. Untuk pegangan persiapan operasional mereka?,” cetus H.

“Bagaimana selama H sebagai korsek menjabat ada pengeluaran untuk masing-masing komisioner diberikan di  Palembang?” timpal Waslam.

“Sebenarnya masalah uang dikasih ke komisioner, ditaruh diatas meja, diambilah saudara Mw komisioner langsung dibagikan. Ketiga komisioner ini tidak ada kuitansinya, pertanggung jawabannya dibuat untuk kegiatan Bimtek,” ujar SZ.

Saksi KRP tidak membantah kepada majelis hakim bahwa ia memberikan uang Rp 200 juta, melalui HF kasek Bawaslu Ogan Ilir dan ajudan pak In. Uangnya Rp 200 juta, langsung ke HF dan ajudannya.

Ketua majelis hakim Efrata Happy Tarigan SH MH juga mencecar sejumlah aliran dana jumlahnya ratusan dan puluhan juta ini. “Untuk pak I ketua Bawaslu Provinsi Sumsel, dia yang minta untuk pengamanan pemeriksaan BPK. Diberikan di Rumah Makan Sederhana di Palembang,” kata terdakwa. “Silakan jaksa melakukan pengembangan dan penelusuran, sudah ada beberapa,” ujar Efrata.

“Uang Rp 200 juta habis ditarik dari bank, saya yang isi tas itu, tas ransel  hitam. Di depan rumah Makan Sederhana Palembang, ada saya, pak Ac,” cetus SZ.

“AS orang Polda Sumsel dia yang minta yang mulia. Kunjungan kerja karena disana Muratara termasuk zona merah atau rawan keributan. Saya lupa yang mulia berapa. Lalu IR, RH, LD orang orovinsi semua pengamanan juga  dikasih Rp 5 juta, total Rp 10 juta,” timpal terdakwa.

“Terus kenapa kau lari?” tanya Efrata.

“Saya sock, takut yang mulia,” kata terdakwa.

“Ketiga komisioner dikasih masing-masing Rp 20 juta untuk operasional, di bulan November waktu saya baru dilantik,” tukas terdakwa. (nrd)