Pusat Persemaian Sriwijaya Kemampo Targetkan 10 Juta Batang Bibit per Tahun

PALEMBANG, SIMBUR – Provinsi Sumatera Selatan akhirnya resmi memiliki pusat persemaian benih dan bibit nasional. Ternyata lokasinya terletak di hutan wisata Kemampo, Desa Kayu Are, Kabupaten Banyuasin. Bukan di Kebun Raya Sriwijaya Kabupaten Ogan Ilir, sebagaimana disebut sebelumnya oleh Dinas Kehutanan Sumsel. Pusat Persemaian Sriwijaya Kemampo ini menargetkan produksi 10 juta batang bibit per tahun.

Dikonfirmasi, Kepala Dinas Kehutanan Sumsel Pandji Tjahjanto mengatakan, kerja sama antara pemerintah dengan swasta telah ditandatangani. Berarti program pusat persemaian benih nasional di Sumatera Selatan sudah mulai dijalankan. “Hari ini sudah dilakukan penandatanganan nota kesepakatan Pembangunan Pusat Persemaian Kemampo. Terletak di Desa Kayu Are, Kabupaten Banyuasin, antara KLHK dengan APP Sinar Mas,” ungkap Pandji kepada Simbur, Selasa (6/9).

Pandji menambahkan, pusat persemaian tersebut dapat memproduksi 10 juta batang bibit setiap tahun. Di samping itu, lokasinya tidak terlalu jauh dari Palembang, ibu kota Provinsi Sumatera Selatan. “Kapasitas pusat persemaian direncanakan 10 juta batang bibit per tahun. Lokasi pusat Persemaian Sriwijaya Kemampo berada di Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Kemampo. Letaknya tidak terlalu jauh dari Kota Palembang,” terangnya.

Diwartakan, Pusat Persemaian Sriwijaya Kemampo diluncurkan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya di Jakarta pada Selasa (6/9). “Terus gelorakan semangat dan komitmen serta kerja nyata untuk pemulihan lingkungan dan pembangunan nasional dan daerah dengan prinsip pelestarian lingkungan,” ungkap Menteri Siti Nurbaya.

Sementara itu, Managing Director APP Sinar Mas, Suhendra Wiriadinata menjelaskan, upaya pembangunan hutan tropis menjadi hal prioritas bersama. Program ini menjadi salah satu ungkapan terima kasih Sinar Mas yang kini telah beroperasi di Bumi Sriwijaya. “Program pemulihan lingkungan yang menjadi tantangan saat ini adalah pemulihan lahan-lahan kritis atau yang terdegradasi dalam rangka mendukung program  Folu Net Sink 2030,” ujarnya.

Hal ini, lanjut Suhendra, merupakan bagian dari upaya mitigasi dan antisipasi bencana banjir atau lingsor besar agar tidak terjadi kembali di masa yang akan datang. “Keberhasilan program ini akan dapat menghadirkan kembali tempat bagi keanekaragaman hayati yang penting bagi masa depan. Menopang pembangunan ekonomi dan sosial masyarakat serta memberikan kontribusi penting kepada dunia dalam upaya pengendalian perubahan iklim secara berkelanjutan,” harapnya.

Diketahui, Indonesia telah menegaskan agenda Indonesia’s FoLU Net Sink 2030 (Forestry and Other Land Use) sebagai aksi mitigasi yang menunjukkan ambisi aksi iklim dalam pelaksanaan target kinerja melalui pendekatan yang lebih terstruktur dan sistematis. Pembangunan persemaian dengan skala besar pada setiap provinsi diarahkan untuk mendukung pemulihan ekosistem melalui rehabilitasi hutan dan lahan termasuk reklamasi areal/lahan bekas tambang. Selain itu juga berkaitan sangat erat dengan langkah-langkah Indonesia dalam merespon kondisi global (dengan isu pokok dan paling popular, yaitu berkaitan dengan sustainability, biodiversity dan sirkuler ekonomi juga dalam orientasi carbon offset.

Ada sebelas provinsi yang sedang memulai program tersebut, yakni Rumpin, Jawa Barat, Danau Toba, Sumut, Likupang, Sulut, dan Labuan Bajo, NTT. Kemudian, Mentawir-IKN, Kaltim serta Mandalika.Selanjutnya, Bali, Kalsel, Sumsel, Sultra dan Sulteng. Sementara, bibit yang akan diproduksi meliputi jenis tanaman endemik (Kasturi, Kapul, Ramania, Meranti, Ulin, Gaharu, dll), tanaman estetika (Ketapang Kencana, Pucuk Merah, Tabebuya, Tanjung dll), dan tanaman penghasil Hasil Hutan Bukan Kayu/HHBK (Durian, Petai, Jengkol, Alpukat, Sawo, Kemiri, Sirsak dll). (red)