- Satu Warga Probolinggo Tewas Tertimpa Pohon Tumbang
- Diapresiasi Ketua KPPU RI, Dandim 0402 Sebut Pembangunan Koperasi Merah Putih di OKI Sudah 83 Persen
- Menhan dan PWI Pusat Agendakan 200 Wartawan Ikut Retret di Akmil Magelang
- Jelang Pergantian Tahun, Pemerintah Percepat Pemulihan Bencana Sumatera
- Dianiaya di SPBU, Istri Almarhum Ketua SMSI Musi Rawas Polisikan Tetangga
Terlapor Ditahan atas Dugaan Chat Mesum, Bakal Diajukan Penangguhan oleh Kuasa Hukum
PALEMBANG, SIMBUR – Oknum dosen salah satu perguruan tinggi negeri (PTN) di Sumatera Selatan kembali menjadi tersangka dan ditahan polisi. Penahanan oknum dosen berinisial RG dilakukan terkait laporan tiga mahasiswinya, yakni C, D, dan F atas dugaan pornografi melalui fitur chat di aplikasi WhatsApp (WA).
Laporan polisi (LP) tersebut diketahui dengan nomor LP/B/1092/XII/2021/SPKT/Polda Sumsel tanggal 1 Desember 2021. Adapun pelapornya C. Locus delicti (TKP) terjadi di Kecamatan Lais, Musi Banyuasin.
Sebelumnya, terlapor RG didampingi kuasa hukumnya Ghandi Arius SH MH menghadiri panggilan polisi pada Jumat (10/11) pagi. Terlapor diperiksa Unit 3 Renakta Ditreskrimum Polda Sumsel sejak pukul 09.50 WIB – 17.10 WIB.
Dirreskrimum Polda Sumsel Kombes Pol Hisar Siallagan SIk didampingi Kasubdit IV Renakta Kompol Masnoni SIk membenarkan penetapan tersangka dan penahanan terhadap RG. Ditambah 2 korban lainnya berinisial F dan D sehingga jadi tiga korban mahasiswi. Polisi menduga masih ada korban lain. Polisi juga telah memeriksa 9 saksi. Motifnya, korban merasa tidak senang dijadikan objek pornografi oknum dosen tersebut.
Modus operandi yang dilaporkan, tersangka diduga mengirim chat kepada korban yang mengandung muatan pornografi. Mengajak korban video call seks. Dalam chat seks tersangka menyuruh korban membuka bra, sambil membayangkan hal mesum serta menanyakan ukuran payudara korban lewat chat.
Setelah penyidik melakukan gelar perkara, oknum dosen tersebut ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara asusila atau pelecehan terhadap tiga orang mahasiswi. “Meski telah ditetapkan tersangka, penyelidikan masih dilakukan. Namun penyelidikannya dengan status sebagai tersangka,” ungkap Kombes Pol Hisar Siallagan SIk kepada pers.
Hisar menegaskan, setelah menerima pengaduan, penyidik langsung melakukan pemeriksaan intensif dan tiga hari lalu dinaikan ke tahap penyidikan. “Hari ini yang bersangkutan kami panggil sebagai saksi. Setelah gelar perkara maka ditetapkan tersangka pukul 15.00 WIB, dengan surat penahanan sudah ditandatangani. Penahanan berlaku mulai pukul 00.00 WIB, untuk 20 hari ke depan,” tegasnya.
Diteruskan Hisar, barang bukti yang diamankan 3 buah ponsel milik korban, dan satu ponsel tersangka. Kemudian bukti-bukti chat. “Pasal yang dikenakan Pasal 9 Junto Pasal 35 UU No 44/2008 tentang Pornografi. Konten pornografi berupa konten gambar dan tulisan, percakan yang mengarah pada pornografi, dengan mahasiswi dijadikan objek pornografi,” cetusnya kepada Simbur.
Menurut Hisar, pihaknya sudah koordinasi dengan Telkom dan yang dipakai itu nomor yang bersangkutan. Ancaman hukuman minimal 1 tahun maksimal 12 tahun. “Sampai saat ini tersangka tidak mengakui perbuatannya, tapi penyidik memiliki alat bukti yang cukup, sehingga dilakukan penahanan,” jelasnya.
Dari keterangan saksi, Hisar menemukan selain tulisan dan gambar ada juga suara-suara yang tidak pantas. Desahan yang mengarah pada pornografi. “Sebanyak 35 pertanyaan ditujukan kepada tersangka. Untuk korban baru tiga. Kalau ada kami imbau untuk membantu pembuktian. Sesuai SOP, diperiksa di rumah sakit dan ditahan di Dirtahti Polda Sumsel,” tukas Dirreskrimum.
Hingga berita ini diturunkan, RektorĀ berikut para wakil dan jajarannya belum berhasil dikonfirmasi setelah berapa kali dihubungi. Meski demikian, media ini berusaha menghimpun keterangan dan informasi dari sejumlah narasumber lainnya yang dinilai memiliki kompetensi.
Dikonfirmasi, kuasa hukum tersangka yakni Ghandi Arius SH MH mengatakan, sebagai tim kuasa hukum akan secara profesional menghadapi permasalahan ini. Pihaknya akan melakukan pendampingan dan penangguhan segera akan diajukan.
“Penangguhan itu hak tersangka. Klien kami tidak mengakui, karena disodorkan beberapa nomor yang tidak tahu. Itu hak dia untuk tidak mengakui, tapi nomor yang dipakai diakuinya. Ada 5 atau 6 nomor itu yang disodorkan itu. Bukan berarti mengingkari tapi tidak tahu, nomor-nomor klien kami. Tetap bertahan dan membantah,” jelasnya kepada Simbur.
Terkait upaya politisasi dan akan melaporkan pihak-pihak berkaitan, ini akan tetap dipertimbangkan kliennya. Karena merasa ada pihak-pihak ketiga yang mendorong tambah kisruh dan kisruh. “Salah satunya diisukan melarikan diri, padahal dia tidak sama sekali melarikan diri. Tidak menutup kemungkinan korban juga akan diadukan, karena itu kami mencari keadilan. Silakan penyidik ada keyakinan dia bersalah silakan. Menahan itu hak penyidik. Tapi kami juga punya hak untuk mengajukan penangguhan, itu memang penyidik punya kewenangan dikabulkan atau tidak,” harap Ghandi.
Setidaknya, lanjut Ghandi, hak-hak itu akan diajukan, salah satunya PNS. “Tidak boleh kalau terlalu lama tidak masuk, itu salah satunya pengajukan penangguhan,” terangnya.
Menurut Ghandi, dampak dari pada apa yang dianggap chating itu benar, itu tidak terdampak ke anak-anak, hanya secara politis berdampak. “Dilihat dari ranah pendidikan, justru kita bukan bicara etika itu ranahnya universitas. Inikan bicara hukum, kalau etika bukan disini,” terangnya kepada Simbur.
Terkait diterapkan UU dan pasal pornografi menurut versi penyidik tepat, tapi menurut Gandi kurang tepat. “Karena disitu ada dampak. Kami lihat dampak kerugian dulu bagi si korban. Apa dampak sekarang ini? memang UU Pasal 9 Junto Pasal 35 kira-kira menyatakan memperalat orang untuk pornografi. Tapi dalam hukum bagi korban, kalau ada dampak bisa bimbingan psikiater kan trauma. Inikan belum tahu, kami belum melihat ada dampak bagi korban, hanya benar menurut RG membuat cating,”tukas Ghandi.
Sebelumnya, Unit Renakta Ditreskrimum Polda Sumsel, Selasa (6/12/21) sekitar pukul 17.00 WIB, menetapkan tersangka dan menahan oknum dosen berinisial ARL (34). Oknum tersebut diduga melakukan pelecehan seksual terhadap mahasiswi Unsri berinisial DR (22), dengan cara fisik, dicium dan lain-lain dilakukan di laboratorium sejarah.
Minta Masalah Tidak Melebar
Sementara itu, Ketua Umum Ikatan Alumni universitas negeri dimaksud, Agung Firman Sampurna mengapresiasi langkah kepolisian yang telah memperlihatkan sikap profesionalisme sebagai penegak hukum dan aparat keamanan negara. Terutama dalam menjalankan tugas melayani, melindungi, serta memberikan rasa aman kepada masyarakat.
“Saat yang sama, wajib menghormati hak-hak tersangka. Dengan tetap menerapkan asas praduga tidak bersalah, sampai adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap,” ujar Agung Firman Sampurna melalui keterangan resmi yang diterima redaksi, Sabtu (11/12).
Agung Firman Sampurna yang kini menjabat Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia itu, juga mengucapkan terima kasih dan memberikan apresiasi atas respon dari rektor yang telah membentuk Tim Etik untuk menangani kasus yang terjadi.
“Tentunya, Tim Etik juga perlu segera diterapkan untuk kasus yang terjadi di Fakultas Ekonomi. Untuk itu, pembentukan crisis center menjadi urgen, dalam rangka mengatasi trauma yg dialami korban, sekaligus diharapkan secara bertahap mengatasi masalah ini sampai ke akarnya.” jelasnya.
Dirinya pun mengungkapkan bahwa sudah melakukan komunikasi dengan Pengurus Himpunan Alumni Perguruan Tinggi Negeri (Himpuni) untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. “Saya sudah menghubungi Pengurus Himpuni, Budi Karya Sumadi, untuk duduk satu meja dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan serta Bareskrim, guna mencari formulasi yang terbaik untuk mendukung perguruan tinggi dalam mengatasi, memitigasi, dan mencegah terjadinya kasus serupa di lembaganya masing-masing,” kata dia.
Sosok yang baru saja dipercaya sebagai Wakil Ketua Auditor Eksternal PBB itu, mengajak semua pihak untuk tidak memperlebar permasalahan hingga ke hal-hal yang tidak relevan. “Terakhir, kami ingin menekankan bahwa masalah yang saat ini diatasi, adalah kasus pelecehan seksual yang diduga dilakukan oleh oknum pengajar. Mari pantau dan dukung upaya untuk mengatasinya, tanpa memperlebar masalah ini ke hal lain yang tidak relevan.” pungkasnya. (nrd/red)



