- Satu Warga Probolinggo Tewas Tertimpa Pohon Tumbang
- Diapresiasi Ketua KPPU RI, Dandim 0402 Sebut Pembangunan Koperasi Merah Putih di OKI Sudah 83 Persen
- Menhan dan PWI Pusat Agendakan 200 Wartawan Ikut Retret di Akmil Magelang
- Jelang Pergantian Tahun, Pemerintah Percepat Pemulihan Bencana Sumatera
- Dianiaya di SPBU, Istri Almarhum Ketua SMSI Musi Rawas Polisikan Tetangga
Saldo di Rekening Tidak Cukup, Bank Harus Lakukan “Due Diligence”
PALEMBANG, SIMBUR – Sempat diperiksa dari pukul 13.00 WIB-22.00 WIB atau sekitar 9 jam lamanya Senin (2/8/21), kembali Selasa (3/8/21) pukul16.30 WIB, Direktorat Kriminal Umum Polda Sumsel, akhirnya menyampaikan secara resmi perkembangan penyelidikan. Terkait perkara dana bantuan dari pihak Akidi Tio sebesar Rp 2 triliun yang sempat heboh.
Selagi keluar dari pemeriksaan, pertama satu orang juga irit komentar. Satu jam kemudian disususul tiga orang dari pihak keluarga Akidi Tio, di antaranya Herianti. Mereka kompak menutupi wajah dengan digiring penyidik langsung ke mobil sedan warna putih. Mereka pergi bak para pelaku tersandung perkara, tidak tenang untuk memberikan keterangan bagi awak media yang sudah lama menunggu, Senin malam kemarin.
Perkembangan penyelidikan itu disampaikan Kabid Humas Polda Sumsel Kombes Pol Supriadi MM didampingi Dir Krimum Kombes Pol Hisar Siallagan SIk MH mengatakan bahwa keterangan Herianti akan dikroscek, antara keterangan Herianti dengan yang lainnya.
Perkembangan hasil koordinasi dengan pihak perbankan bahwa saldo, yang ada rekening di bilyet giro yang diberikan Herianti itu saldonya tidak cukup. Hasil dari klarifikasi dengan pihak Bank Mandiri Sumsel.
“Terkait nama pemilik rekening kemudian saldonya, data nasabah ini merupakan data rahasia pihak bank. Jadi ini tidak bisa diberikan pihak bank ke pihak kepolisian. Jadi hanya mengatakan saldo tidak cukup pada rekening tersebut,” jelas Kabid Humas.
Rencana pemeriksaan dilanjutkan, namun yang bersangkutan kondisinya kurang sehat, maka ditunda pemeriksaannya hari ini. “Untuk penerima dibuka rekening atas nama Kadipyu, bilyetgironya betul. Tapi disampaikan Bank Mandiri, saldo rekening tidak cukup,” ujarnya.
Kabid Humas menambahkan, pihaknya hanya menerima sumbangan dan akan diteruskan sebagaimana mestinya. “Tapi sepanjang tidak ada kami kembalikan ke yang bersangkutan. Saat ini masih dilakukan pendalaman dan saksi,” jelasnya kepada Simbur.
Sementara, Dir Krimum Kombes Pol Hisar Siallagan menegaskan, terkait perkara di Polda Metro Jaya, ini tidak ada kaitannya baik lokus dan orangnya. “Namun tetap itu menjadi khasanah memperkaya dari proses penyelidikan. Kalau ada perkara penipuan. Apabila korban dirugikan yang bersangkutan, silakan melaporkan,” timpalnya kepada Simbur.
Saat ini, lanjut Hisar, pihaknya masih memperkuat alat bukti. Beberapa ahli pidana sudah diminta keterangan. “Yang bersangkutan masih saksi. Kami berkoordinasi karena UU Perbankan, menyangkut nama, jumlah saldo, angka dan nomor rekening terlindungi dalam UU Perbankan. Prosesnya harus menunggu izin. Surat kami sudah layangkan untuk menggali keterangan lebib dalam,” tukasnya.
Hingga berita ini diturunkan, keluarga Akidi Tio, baik Herianti maupun suaminya Rudi belum berhasil dikonfirmasi. Demikian halnya pihak Bank Mandiri belum bersedia memberikan konfirmasi. Asisten Vice President Bank Mandiri Region II/Sumatera II, Bambang Indro Panoyo SE menjelaskan, kalau terkait produk bank, pihaknya bisa saja menjelaskan, seperti teori perbankan dan giro bilyet. “Kalau soal ada tidak uang Akidi Tio, kami tidak bisa jelaskan. Kami belum bisa memberikan konfirmasi. Karena itu masih ranah kepolisian. Yang menyampaikan juga nanti dari kantor pusat,” terangnya.
Dikonfirmasi terpisah, Yan Sulistiyo, pengamat ekonomi dan konsultan perbankan Sumsel menjelaskan, pemberitaan uang Rp2 triliun itu masih simpang siur. “Simpang siurnya begini yang saya tangkap. Katanya uang itu ada di Singapura. Artinya uang itu belum masuk di Indonesia,” ujar Yan dikonfirmasi Simbur.
Meski meragukan ada atau tidak uang Rp 2triliun tersebut, Yan berpedoman pada sistem perbankan yang berlaku. “Bisa saja uang itu ada. Di mana uang itu dari penghasilan Akidi Tio selama ini yang sudah bertahun-tahun, termasuk bunganya hingga mencapai Rp2 triliun. Cuma proses untuk penarikan uang Rp2 triliun sulit, karena almarhum Akidi Tio sudah meninggal. Tentu pihak perbankan melakukan due diligence (audit investigasi riwayat keuangan),” tegasnya.
Yan menjelaskan dua langkah yang dilakukan perbankan apabila uang itu ada. Pertama, pemantauan yang lebih ketat lagi. Jangan sampai uang ini ditarik keluarga. “Misalnya begini, anak Akidi Tio ada 5 orang (Ahok, Pau Luk, Aguan, Pau Cen, dan Ahoeng/Herianti) maka semua harus mengaku keturunannya. Jangan ada satu orang anak yang menolak. Inilah kondisi yang terjadi. Hanya 1 anak yang menarik, mungkin 4 anaknya lagi tidak. Tidak mungkin perbankan mengeluarkan uang warisan untuk 1 orang karena dokumennya itu jelas,” paparnya.
Kedua, terkait uang Rp2triliun ini, Yan berpikir, berapa ratus miliar yang pertama kali uang yang disimpan Akidi Tio hingga membengkak jadi Rp 2 triliun. “Saya secara pribadi agak meragukan. Terlepas dari itu, dalam sistem perbankan, apabila ada uang masuk ke Indonesia maka perbankan melakukan due diligence. Itu peraturan OJK dan PPATK yang melakukan pelacakan. Jangan sampai uang tersebut dari money laundering, pembobolan bank, atau kegiatan terorisme,” jelasnya.
Menurut Yan, pelacakan riwayat keuangan itu sudah ada undang-undangnya yang dikelola PPATK. Baginya, proses pencairan uang Rp 2 triliun itu tidak gampang, apalagi sifatnya hibah. Banyak aturan yang mengatur. “Saya tidak meragukan, begitu njelimetnya pencairan uang Rp2 triliun itu di perbankan Singapura, lalu dikirim ke Indonesia. Apalagi sistem di Singapura begitu sulit. Tidak mungkin bank di Singapura dalam kondisi krisis ini, perbankannya mengeluarkan uang Rp2triliun. Jangan-jangan bank tempat Akidi Tio menyimpan uang di Singapura, bisa kolaps,” jelasnya.
Lanjut Yan, dalam money supply (peredaran uang), nominal Rp2 triliun itu bisa masuk kategori M1, M2, M3. Kalau seandainya uang itu ditansfer di Indonesia, tambah dia, maka uang dicairkan harus bersifat cash. “Apa bank yang ada di Palembang mempunyai brankas yang menyimpan uang Rp2triliun. Rasanya sangat sulit. Itu bisa membutuhkan pengamanan yang ekstraketat. Untuk mengadakan uang Rp2triliun, perbankan harus mendapat keputusan dari kantor pusat, bukan wilayah atau kantor cabangnya,” tandasnya. (nrd/maz)



