Komunikasi Membangun Investasi

PALEMBANG, SIMBUR – Komunikasi diikuti kebijakan sangat berpengaruh terhadap kepercayaan dan keyakinan. Termasuk upaya menarik minat investasi asing kembali masuk ke Indonesia serta memperkuat nilai tukar rupiah pasca-pandemi Covid-19. Hal itu diungkap Direktur Komunikasi Bank Indonesia, Muhammad Nur saat menjadi pembicara webinar sesi 2 pada Konvensi Nasional Humas 2020 (KNH20) dengan tema Humas Pemerintah: Membangun Kepercayaan Publik, Jumat (4/12).

“Awal pandemi Covid-19, tekanan terhadap nilai tukar rupiah besar sekali. Adanya arus modal yang keluar dari Indonesia pun sangat besar. Berapa kebijakan yang diambil, kami komunikasikan kepada stakeholders, baik di dalam maupun luar negeri. Dalam kondisi ini membutuhkan keyakinan. Tentunya, data dan informasi dapat memberikan keyakinan (ekspektasi) dan menciptakan truts (kepercayaan),” ungkap Nur.

Menurut dia, upaya tersebut bisa diikuti perkembangannya. Kembalinya investasi  modal asing masuk ke Indonesia, diikuti menguatnya nilai tukar rupiah yang hampir menembus angka 16 ribu. Setelah dilakukan komunikasi yang intens, lanjut Nur, maka nilai tukar rupiah kembali pada nilai sesungguhnya, kembali pada normal sekitar 14 ribuan.

“Mahal sekali dampak ketidakpercayaan asing terhadap kondisi yang ada di Indonesia terkait dalam bidang perekonomian dan sistem keuangan. Dampak pandemi sudah mengganggu dari sisi kesehatan dan bidang ekonomi. Apalagi ditambah ketidakpercayaan asing. Tentu akan membuat Indonesia semakin terpuruk lagi,” kata Nur.

Dengan upaya komunikasi, koordinasi, tambah dia, akhirnya Indonesia bisa menghadapi pandemi jauh lebih bagus dari negara lain. “Rupiah relatif stabil, inflasi relatif terkendali, aliran modal asing sudah kembali lagi,” serunya.

Nur juga menegaskan, bagaimana mengomunikasikan kebijakan di masa krisis. Pertama, berdasarkan data, informasi, dan riset dikomunikasikan dengan jelas. Kedua, mengevaluasi kondisi yang terjadi hari demi hari sehingga bisa memberi respons kebijakan untuk mengatasi masalah yang seusai dengan kebutuhan pasar. “Terakhir, punya satu strategi komunikasi kapan kami harus masuk,” terangnya.

Nur menambahkan, bagaimana Bank Indonesia membangun kepercayaan stakeholders di era pandemi Covid-19. Dikisahkannya, hampir seluruh bank sentral di seluruh dunia bagaikan menara gading. Hampir tidak bisa disentuh. Mungkin relatif tertutup atau banyak rahasianya. Berbeda dengan kondisi pasca 1990, lanjut Nur, kebijakan bank sentral yang tertutup menjadi pertimbangan. Salah satunya kondisi pasar global belum begitu canggih.

“Dulu kami meyakini informasi yang asimetris dapat memengaruhi kebijakan strategis di bidang moneter. Informasi kebijakan yang terbuka dapat memengaruhi efektifitas kebijakan di bidang moneter. Namun di era 90-an informasi sudah mulai terbuka dan pasar global sudah berkembang. Keterbukaan dalam komunikasi menjadi hal yang penting bagi semua. Mungkin itu pengantar evolusi komunikasi di bank sentral,” paparnya.

Masih kata dia, sesuai tema, mengapa dalam klaster 1990 komunikasi bank sentral sudah semakin terbuka. Nur kembali menerangkan, komunikasi itu bagian dari kebijakan. Dikatakannya, sebagai bank sentral yang dihasilkan adalah kebijakan, baik dari bidang monenter, maupun pembayaran.

“Kalau komunikasi tertutup maka kebijakan yang dikeluarkan akan sulit diketahui stakholders Bank Indonesia, baik di pemerintahan lembaga, akademisi, perbankan dan masyarakat secara umum. Komunikasi bagian dari kebijakan itu sendiri. Karena kebijakan dikeluarkan untuk dipahami dan nantinya diikuti seluruh masyarakat untuk mendukung pembangunan di Indonesia. Misalnya terkait dengan suku bunga dan sebagainya,” jelasnya.

Nur menerangkan, kebijakan Bank Indonesia sebagai bank sentral ditunggu oleh para stakehoders, termasuk para investor. Bagaimana membangun ekspektasi dan truts ditengah krisis akibat pandemi. Stakeholders, paparnya, sangat bervariasi, seperti pemerintah, parlemen, pengamat ekonomi, akademisi. “Bagaimana kami bisa mengelola ekspektasi, literasi, transparansi dan responsibilitas terhadap stakeholders,” harapnya.

Pada webinar tersebut, pembicara lainnya Dr Raditya Jati, kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memaparkan strategi risiko untuk membangun kepercayaan publik. Ada empat komponen yang dilakukan, seperti Trust (kepercayaan), data and informations for public, challenges (tantangan), dan  future risk communications.

Raditya memaparkan arahan Presiden terkait Strategi Komunikasi Publik dalam Penanganan Pandemi Covid-19. Menurut Raditya, komunikasi yang partisipatif membangun kepercayaan (trust) publik berbasis pada ilmu pengetahuan guna membangkitkan partisipasi di masyarakat dan memastikan kembali gerakan nasional protokol kesehatan.

“Informasi yang disampaikan kepada publik itu harus jelas, lugas, transparan, dan akuntabel. Intinya bagaimana memasifkan, misalnya protokol kesehatan itu menjadi hal yang penting. Truts adalah bagian dari ilmu pengetahuan, yang memerlukan data menjadi informasi, menjadi sesuatu yang dianalisis dan dapat dibagikan kepada publik,” ungkapnya.

Kelima arahan presiden pada 10 Juli 2020 meliputi pra-kondisi yang ketat, penentuan waktu, penentuan prioritas, perkuat konsolidasi, dan evaluasi secara rutin. “Memang kita harus memberikan informasi kepada publik dengan jelas supaya tidak muncul hoaks. Supaya tidak muncul opini-opini medsos yang tidak berdasar. Saya rasa menjadi penting bagaimana informasi dari pemerintah disampaikan,” terangnya.

Lanjut Raditya, memang jadi arahan Presiden, informasi harus muncul ke masyarakat dan harus disampaikan dengan jelas. Informasi itu menjadi target untuk mengubah perilaku masyarakat. “Kami berusaha menyampaikan informasi kepada publik agar dapat diterima masyarakat dari berbagai macam strata,” tegasnya.

Sementara, Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil  mengemukakan tiga konteks komunikasi publik di masa pandemi. Di antaranya, dinamika covid berimbas pada komunikasi publik, komunikasi publik di daerah menjadi tanggung jawab pemerintah. Narasi yang berubah-ubah sebenarnya menjadi tantangan. “Di Jabar kami punya lima prinsip komunikasi dengan bahasa audiensnya, dengan santai dan  tidak formal agar dapat berkomunikasi lebih mudah,” ujarnya.

Menurut Ridwan, saluran komunikasi lintas platform menjadi strategi komunikasi untuk menyampaikan narasi tunggal dengan tema orientasi pada isu positif. Dijelaskannya, Pemprov Jabar hanya menggambarkan hal-hal positif. “Berita yang negatif sudah diambil media mainstream. Tiap hari kami mengais isu ekonomi, isu sosial, terus menghampiri rutinitas tapi tetap narasi tunggalnya tetap disiplin menjalankan 3M (protokol kesehatan),” terangnya.

Dipaparkan  Ridwan, dalam saluran komunikasi, menyampaikan informasi dapat dilakukan multidimensi. Pesan pemerintah tidak langsung dari pemerintahan tapi juga melalui akun media sosial pribadi. “Kami wajibkan semua dinas memiliki media sosial. Kami memberikan aplikasi sapa warga agar masyarakat mulai dari ketua RT dapat berkomunikasi langsung dengan gubernur,” terangnya.

Gubernur Ridwan Kamil mengaku Pemprov Jabar sangat hiperaktif dalam produksi komunikasi di masa pandemi (Maret—September). Adapun produk yang dikeluarkan 693 press release, 552 infografis, 12.821 media luar ruang, 75 live streaming, 123 podcast, 213 youtobe, 82.296 berita online, 4.855 berita cetak, 1.108 berita tv, dan 555 berita radio.

Ridwan memberikan klaim, Jabar satu-satunya provinsi yang punya tim anti-hoaks. Perang informasi ini perang masa depan. Hoaks adalah bagian dari sisi gelap digital. “Sisi gelap ini kami lawan dengan hadirnya anak muda milenial Jabar Saber hoaks. Relawan wajib melaporkan setiap minggunya lima berita bohong. Masyarakat Jabar diharapkan terhindar dari berita bohong karena kami punya instrumen/indikator pengecekan,” paparnya.(maz)