- Diapresiasi Ketua KPPU RI, Dandim 0402 Sebut Pembangunan Koperasi Merah Putih di OKI Sudah 83 Persen
- Menhan dan PWI Pusat Agendakan 200 Wartawan Ikut Retret di Akmil Magelang
- Jelang Pergantian Tahun, Pemerintah Percepat Pemulihan Bencana Sumatera
- Dianiaya di SPBU, Istri Almarhum Ketua SMSI Musi Rawas Polisikan Tetangga
- Jejak Melayu Jambi di Nganjuk, Hidup Damai Seribu Tahun
Api di Pinggir Tol Masih Jadi Tontonan, Aktor Karhutla Belum Ditemukan
# Gubernur Minta Produktifkan Lahan yang Terbengkalai
PALEMBANG, SIMBUR – Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Sumatera Selatan (Sumsel) semakin jadi tontonan. Meski demikian, aktor pembakar lahan masih juga belum bisa diketahui. Akrobat api karhutla yang sampai saat ini masih belum bisa dijinakkan terjadi di pinggir jalan tol Palindra Kabupaten Ogan Ilir (OI). Titik api terpantau semakin meluas mencapai kurang lebih 139 hektare namun baru puluhan hektare yang bisa dipadamkan.
Gubernur Sumsel, Herman Deru menyayangkan karena lokasi tersebut termasuk lahan yang tidak produktif dan terbakar secara berulang-ulang. Baginya tidak mungkin api muncul tanpa sebab, tinggal itu sengaja atau tidak sengaja.
“Ada tujuh provinsi di Indonesia yang memiliki potensi karhutla yang tinggi dan salah satunya Sumsel. Tetapi dari pemetaan, laporan, dan kenyataan (fakta), hot spot Sumsel tergolong yang rendah. Tetapi bedakan yah antara hot spot dan fire spot, karena hot spot belum tentu identik dengan fire spot. Namun di Sumsel ini hot spot dan fire spot kok di pinggir jalan tol. Makanya eye catching dan menjadi pandangan orang banyak. Itu berulang-ulang dari sebelum saya menjadi Gubernur. Salahnya kita, kok berulang sih. Kayak kita ini tidak bisa mengatasinya tiap tahun dari 2015 lalu,” ujarnya saat ditemui di Setda Pemprov Sumsel, Rabu (7/8).
Hal yang perlu disikapi saat ini, lanjut Deru, semua lahan yang terbakar itu rata-rata adalah lahan terbengkalai dan tidak produktif. Cara mengatasinya dengan menjadikan lahan tersebut produktif agar terjaga. “Buktinya dulu salah satu lahan di Pemulutan itu salah satu fire spot. Ternyata saat dibikin program sawah Serasi itu aman bahkan menjadi produktif. Gagasan saya harus diproduktifkan meskipun membutuhkan biaya. Tidak apa-apa biaya pertama, selanjutnya (lahan) itu bisa menghasilkan dan biaya itu bisa kembali,” kata Gubernur.
Dilanjutkan, Gubernur percaya saat ini masyarakat Sumsel sudah sadar hukum dan tidak lagi membakar lahan untuk bertanam. Hanya saja yang perlu diwaspadai termasuk orang yang membuang puntung rokok sembarangan, atau obor warga yang mencari ikan di malam hari.
Untuk itu, dirinya sudah menandatangani surat bahkan langsung diantar dan dirapatkan di Pemda OI, dimana lahan-lahan terbengkalai itu akan diproduktifkan. Namun, Pemda setempat harus melakukan pendataan soal kepemilikan lahan terlebih dulu.
“Kami hormati dulu pemilik lahan karena itu (milik) perorangan. Jadi, assisten 1 sudah meminta data ke Bupati (OI) siapa saja pemiliknya (lahan). Bupati OI sudah disurati bahwa lahan dia akan diproduktifkan. Nanti dibiayai Serasi, bila perlu APBD Provinsi. Kabupaten tidak mengeluarkan anggaran juga tidak apa-apa. Mereka bantu saja menginventarisirnya dan kami buat lahan menjadi produktif seperti program Serasi atau ikut saja agar (karhutla) tidak berulang-ulang,” tegasnya.
Jika pemilik (lahan) tidak merespon, lanjut Deru, maka Pemprov Sumsel akan mengambil tindakan. Bila perlu pemilik lahan harus bertanggungjawab dengan lahan yang terbakar itu. “Artinya, sesuai dengan aturan dan perundang-undangan yang berlaku jika dia penyebab yang terus-menerus. Kalau dia sudah tahu dan membiarkan (kebakaran), itu kan menjadi sengaja. Tetapi mudah-mudahan mereka mau (merespon),” ungkapnya.
Herman Deru yakin itu segera akan mereduksi segala informasi tentang karhutla di Sumsel. Dirinya menegaskan jika hal itu adalah upaya jangka pendek yang akan dilakukan. “Itu (lahan) di sepanjang tol dan Karya Jaya sampai Indralaya bukan (milik) koorporasi tetapi perorangan,” selanya.
Deru tidak menyebutkan, saat ini Sumsel dalam status gawat karhutla walaupun sebelumnya sudah melaksanakan apel siaga karhutla. “Setiap bulan Maret Sumsel buat siaga darurat. Itu agar Sumsel selalu waspada, bukan berarti dalam kondisi gawat. Saat ini, Sumsel memiliki lima helikopter water bombing. Namun yang bisa difungsikan saat ini hanya empat karena satu helikopter dipinjamkan ke wilayah lain,” terangnya.
Satu helikopter, jelas Deru, bisa memuat 280 kubik air, jadi keempatnya memuat 1000 kubik lebih. Kalau helikopter itu efektif cara menyiramnya, Deru yakin karhutla dapat segera diatasi. “Helikopter itu tidak sertamerta selalu diturunkan. Ketika manusia secara konvensional tidak teratasi (kebakaran), baru helikopter (diturunkan). Karena mahal. Sejam terbang itu (biayanya) ratusan juta. Makanya, itulah tugas dandim, kapolres, tokoh masyarakat, kepala desa, masyarakat bersama (memadamkan). Tidak teratasi, baru helikopter (diturunkan). Itulah yang dilakukan selama ini,” pungkasnya.
Dikonfirmasi sebelumnya, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumsel, Iriansyah memastikan jika penyebab munculnya api 99 persen disebabkan karena manusia.
“Kalau penyebabnya itu kan jelas kebakaran disebabkan oleh api (dari) masyarakat. Kami tidak tahu masyarakat dari mana, tahu-tahu api sudah besar di sana (OI). Kalau penyebab itu susah mencari orang (pelaku), pasti orang yang menyebabkan ada titik api itu. Pasti 99 persen disebabkan oleh orang. Nah orang itu siapa di sana, apa masyarat di sana atau orang lain atau luar,” ujarnya kepada Simbur, Selasa (6/8).
Dirinya meastikan jika posko pemadaman sudah disiapkan di sana. Namun, hal yang paling penting adalah peran serta masyarakat dalam menjaga lingkungan. Apalagi, sekarang sudah memasuki musim kemarau, kalau ada titik api akan cepat membesar dan meluas.
“Koordinasi dengan Pemkab OI otomatis itu karena dia yang punya wilayah. BPBD kabupaten sudah turun juga (memadamkan api). Sekarang ini yang punya lahan, yang punya tempat, itu yang paling penting. Pihak yang mengetahui tempat tersebut yah Bupati, Camat, kepala desa setempat. Itu sudah dihimbau semua, tinggal eksekusinya dari bupati setempat,” tekannya.
Terkait karhutla Sumsel, pihaknya sudah melakukan floating dan ada di 90 desa rawan kebakaran. Diperkirakan 28 desa di OKI, 17 desa di OI, di Muba dan Banyuasin masing-masing ada 10 desa. Sedangkan di OKU, Muara Enim, dan Pali masing-masing ada 5 desa.
“Potensi kebakaran cukup besar karena masyarakatnya dan banyak juga lahan kosong atau lahan tidur yang pemiliknya siapa (tidak diketahui). Pihak Pemkab yang mengetahui siapa pemilik lahan-lahan kosong itu. Pemprov Sumsel sudah siang malam membantu kabupaten untuk memadamkan api, TNI-Polri dan element lainnya sudah di-floating di desa-desa, tetapi kenapa masih ada titik api. Bila perlu, masyarakat ikut juga memadamkan api, jangan hanya melihat saja. Tetapi yang lebih penting lagi adalah mencegah jangan sampai ada titik api di lingkungannya,” tutupnya. (dfn)



