Perspektif Baru Hijab, Bagian Fashion Dunia yang Diabaikan Barat

PAMERAN mode wanita muslim dunia telah diprovokasi hingga mendapat reaksi keras dari berbagai negara. Contemporary Muslim Fashions digelar di Museum Angewandte Kunst, Frankrut Jerman pada 5 April – 5 September mendatang. Ekshibisi fashion tersebut merupakan kali kedua setelah sebelumnya sukses digelar di M.H. de Young Memorial Museum, San Fransisco pada September 2018 lalu.

Ide pameran datang dari Direktur Museum Max Hollein, dimulai dari Austria hingga menuju ke museum seni San Francisco. Sebelumnya dia menjabat sebagai direktur di Frankfurt. Perencanaan event ini dimulai pada 2016, tak lama sebelum Donald Trump terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat. Pameran hijab tersebut digelar di sana (Amerika Serikat) ketika wacana politik Barat semakin keras menyuarakan gerakan anti-Islam. Polarisasi yang sama terlihat dari sikap massa di Jerman terkait integrasi pengungsi muslim yang menjadi trending topic. Meski demikian, pameran ini tidak ingin dilihat sebagai reaksi terhadap wacana rasis tersebut.

“Kami tidak ingin memecahkan masalah, tetapi memberi perspektif baru yang sangat menarik tentang bagian dari fashion dunia yang telah lama diabaikan Barat,” ungkap Jiil d ‘Alessandro, kurator event tersebut sembari menolak ancaman anti-Islam karena pameran tersebut tidak pernah memperlihatkan pertunjukan manusia.

Contemporary Muslim Fashion menawarkan dua stereotipe mode, yakni Islam dan gaya. Fashion penutup kepala muslimah pada event tersebut selalu menjadi topik kontroversial. Itu karena isu terkait hak perempuan berhijab di Barat kerap menjadi prasangka dan diskriminasi. Pameran hijab tersebut didedikasikan untuk kesadaran mode perempuan muslim di seluruh dunia, bukan untuk menjawab pertanyaan masyarakat internasional dalam sosial politik terkait hijabers atau burkinis.

“Fokus utama pameran tersebut benar-benar pada cara (muslimah) berpakaian yang sederhana dan modis. Kami berusaha untuk menunjukkan kepada dunia dalam pameran tersebut. Ada banyak pilihan proyek massal bagi wanita muslim,” kata  d ‘Alessandro.

Menurut dia, Contemporary Muslim Fashion adalah suatu ekshibisi mewah yang menampilkan sekitar 80 gaya dan pakaian berbeda karya desainer asal Timur Tengah dan Asia. Di antara produk yang dipamerkan yakni Caftans. Selain itu, dapat dilihat pula produk kontroversial, burkini dan hijab olahraga yang diproduksi Nike.

Sangat disayangkan, ekshibisi tersebut tidak berjalan lancar. Panitia mengaku menerima banyak email dan surat berisi protes dan kekecewaan. Beberapa pihak mengaitkan acara tersebut dengan isu hijab di Iran yang mewajibkan seluruh warga perempuan untuk memakai hijab. Akan tetapi, beberapa aksi lepas hijab pernah dilakukan para wanita muslim di sana.

Tak sedikit dari muslimah di sana yang menganggap hijab sebagai simbol penindasan. Hal ini diungkap dengan jelas dalam sebuah surat dari komunitas yang menamakan diri sebagai “Migrants for Secularity and Self-Determination”. “Setiap tahun, ada ribuan wanita di Iran yang dihukum karena ‘dress code’ ini,” tulis perwakilan komunitas tersebut.

Terkait keamanan acara, panitia telah memperketatnya selama masa pertunjukan berlangsung. “Untuk keamanan seluruh pengunjung dan karyawan,” ungkap Direktur Museum Matthias Wagner K kepada pers di Jerman.(dw/kbs)