- Diapresiasi Ketua KPPU RI, Dandim 0402 Sebut Pembangunan Koperasi Merah Putih di OKI Sudah 83 Persen
- Menhan dan PWI Pusat Agendakan 200 Wartawan Ikut Retret di Akmil Magelang
- Jelang Pergantian Tahun, Pemerintah Percepat Pemulihan Bencana Sumatera
- Dianiaya di SPBU, Istri Almarhum Ketua SMSI Musi Rawas Polisikan Tetangga
- Jejak Melayu Jambi di Nganjuk, Hidup Damai Seribu Tahun
Ketua DPRD Sumsel Maklumi Sekolah (Mandiri) Tidak Gratis
PALEMBANG, SIMBURĀ – Sekolah menengah atas (SMA) di Sumatera Selatan (Sumsel) dipastikan tidak gratis. Pasalnya, beberapa sekolah unggulan diperbolehkan untuk memungut biaya pendidikan yang tidak boleh di atas Rp1 juta. Hal itu berdasarkan keputusan Gubernur H Herman Deru yang dijalankan Dinas Pendidikan Sumsel.
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumsel, MA Gantada MH MHum mengatakan jika sesuai Undang-Undang (UU) Pendidikan, masyarakat diperbolehkan ikut membiayai pendidikan. Akan tetapi, aturan mainnya tidak boleh memaksa.
“Beban pendidikan itu besar sehingga hampir tidak tercover oleh negara ini. Artinya dalam UU Pendidikan, untuk menanggung beban besar itu masyarakat diperbolehkan untuk berpartisipasi turut membiayai pendidikan. Tinggal aturan main itu jangan memaksa. Kan begitu,” ujarnya usai mengelar rapat paripurna di gedung DPRD, Senin (29/4).
Terkait keputusan Gubernur tentang pungutan sekolah mandiri yang ada di Sumsel, dirinya maklum dan tidak mempermasalahkan hal itu. Sebab, aturan tersebut tidak diterapkan di semua SMA Sumsel. “Secara umum, keputusan Gubernur itu kan untuk sekolah-sekolah khusus dan tertentu yang mempunyai grade internasional. Jadi tidak berlaku untuk seluruhnya (SMA),” ujarnya.
Gantada juga memastikan jika keputusan tersebut tidak akan berbenturan dengan program kartu Indonesia pintar (KIP) yang sedang dijalankan pemerintah pusat. “KIP itu program secara nasional dan berlaku kepada semua. Itu tetap berjalan, tidak ada yang bisa membatalkan itu kan. Kalau berbenturan (dengan KIP), kebijakan Gubernur itu tidak boleh, karena apapun yang dikeluarkan (kebijakan daerah) tidak boleh bertentangan dengan kebijakan atas (pusat),” lanjutnya.
Tapi secara umum, lanjut dia, itu tidak (berbenturan). KIP itu adalah pembiayaan yang dilakukan oleh pemerintah pusat kepada seluruh peserta didik di Indonesia dengan formulasi yang mereka tetapkan,” tutup Gantada.(dfn)



