Suntikan Dana Ngadat, Manajemen Rumah Sakit Jadi Tak Sehat

# Yang Dirugikan Tetap Masyarakat

PALEMBANG, SIMBUR – Pemerintah pusat memberikan suntikan dana segar kepada BPJS Kesehatan sebesar Rp10,1 triliun. Namun sayang, dana tersebut ternyata belum disalurkan ke sejumlah rumah sakit yang ada di Sumatera Selatan.

Berdasarkan hasil koordinasi dengan Kantor Cabang (Palembang) BPJS Kesehatan, ada dua poin penting terkait suntikan dana tersebut. Pertama, dari dana Rp10,1T BPJS Cabang belum mendapatkan informasi apakah dana tersebut sudah dicairkan oleh pemerintah ke BPJS pusat. Kedua, BPJS Kesehatan Kantor Cabang Palembang belum mendapatkan petunjuk tentang dana tersebut. Simbur mencoba menelusuri kebenaran informasi tersebut di sejumlah rumah sakit Palembang.

Direktur Utama Rumah Sakit Sakit dr Muhammad Hoesin (RSMH) Palembang, dr Mohammad Syahril Sp P MPH mengatakan pihaknya belum menerima suntikan dana tersebut sejak awal tahun ini. “Jadi RSMH belum mendapat (dana),” ungkap dr Mohammad Syahril Sp P MPH kepada Simbur.

Dirinya juga mempersilakan Simbur langsung untuk konfirmasi ke BPJS Kesehatan Kantor Cabang Palembang. Terkait suntikan dana pemerintah, dr Syahril berharap agar kewajiban BPJS terhadap RS bisa segera disalurkan untuk menunjang operasional RS selama bermitra dengan BPJS Kesehatan. “Harapannya segera dibayar agar RS bisa memberikan layanan untuk beli obat, makan pasien, alat, bayar pegawai kontrak, dan lain-lain,” imbuhnya.

Terkait itu, dr Syahril memastikan jika KC BPJS Palembang sudah membayar tagihan bulan pelayanan RSMH untuk Desember 2018. “Di tahun 2019 ini, RSMH sudah menerima pembayaran (dari BPJS) sejumlah Rp 129,68 miliar per Maret 2019. Jadi, BPJS sudah membayar (tagihan) sampai dengan bulan pelayanan Desember 2018,” ungkapya seraya menambahkan bahwa bulan pelayanan untuk Januari dan Februari yang belum dibayarkan masih dalam proses.

Kepala SDM, Umum dan Komunikasi Publik BPJS Cabang Palembang, Hendra Kurniawan memastikan jika suntikan dana tersebut belum diterima oleh pihak BPJS Palembang.  “Untuk informasi dropping (suntikan dana) Rp10,1 triliun untuk se-Indonesia itu kami belum terima (belum ada). Untuk sementara belum ada pembayaran yang berasal dari dropping itu,” ungkapnya kepada Simbur.

Ditambahkan, BPJS Palembang sudah melakukan pembayaran kepada pihak RS di bulan Februari lalu. “Kami terakhir bayar (ke RS) tanggal 8 Februari 2019. Dari tanggal itu sampai hari ini, kami (BPJS) belum ada pembayaran kembali. Tapi, pembayaran itu bukan dari suntikan dana itu. Jadi itu belum cair, mungkin berproses di Kementerian (Kesehatan),” tambahnya seraya menjelaskan jika pembayaran itu adalah tagihan bulan Desember 2018, karena biasanya RS menagih itu sebulan setelah pelayanan.

Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fachmi Idris pun mengatakan jika seluruh dana tersebut pun kini sudah habis untuk membayar tagihan RS. Suntikan dana pemerintah pada BPJS Kesehatan sebelumnya dikucurkan dalam dua tahap, masing-masing sebesar Rp4,9 triliun dan Rp5,2 triliun. Suntikan dana tersebut diberikan sesuai dengan hasil audit pertama dan kedua yang dilakukan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) kepada BPJS Kesehatan.

Kendati suntikan dana dari pemerintah sudah habis, Fachmi mengaku masih ada tagihan rumah sakit di tahun lalu yang belum diselesaikan pihaknya. Saat ini, BPKP pun tengah melakukan proses audit tahap ketiga, yang antara lain juga mengaudit tagihan rumah sakit tahun lalu.

Terkait selisih bayar kamar bagi pasien BPJS di salah satu rumah sakit tipe C di Kota Palembang misalnya, Kabid PPK BPJS Palembang, R Chandra Budiman menjelaskan, ada regulasi pemerintah dan kontrak kerjasama antara BPJS dan rumah sakit. “Sebenarnya sudah ada aturan dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) terkait perhitungan selisih biaya tarif VIP. Kalau memang peserta naik kelas atas keinginan sendiri, maka RS hanya boleh memungut selisih biaya maksimal 75 persen dari biaya pertanggungan peserta selama dia dirawat di kamar VIP. Jadi tidak dihitung per hari selisih biayanya,” terangnya sembari menekankan jika regulasi dibuat untuk melindungi pasien agar RS tidak menarik selisih biaya di luar dari batas ketentuan.

Akibat maraknya kejanggalan, manajemen membuat rumah sakit menghentikan pelayanan kepada peserta JKN-KIS akibat pemutusan kerjasama dengan BPJS Kesehatan itu sendiri. Hal itu tentu berdampak secara sosiologis terhadap lembaga penjamin kesehatan tersebut.

Penghentian tersebut bukan karena adanya tunggakan BPJS terhadap rumah sakit, melainkan akreditasi yang belum dimiliki oleh 616 RS di Indonesia. Menurut Chandra, BPJS Kesehatan bukanlah pembuat regulasi. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sudah menetapkan bahwa RS harus sudah terakreditasi dan prosesnya sudah diberikan tenggat waktu yang cukup lama. “Penghentian kerjasama tersebut bukan karena ada tunggakan BPJS atau pelayanan yang kurang maksimal. Justru kami ikut mendapat imbasnya,” ujarnya mengeluhkan marketing rumah sakit.

Dikonfirmasi terpisah, BPJS Watch melalui Timbul Siregar menilai kebijakan yang diambil oleh pemerintah kurang populer karena akan membuat masyarakat semakin apatis terhadap BPJS Kesehatan. Hal itu akan berdampak tidak tercapainya target BPJS Kesehatan.

“Dengan belum maksimalnya layanan bagi peserta JKN-KIS, ini akan menjadi kontraproduktif dengan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. Itu akan membuat masyarakat lebih apatis dengan JKN, dan berdampak pada capaian target yang tidak maksimal,” tegasnya belum lama ini.

Sementara itu, Gubernur Sumsel Herman Deru mengatakan, secara formal perbaikan standar pelayanan rumah sakit dilakukan melalui proses akreditasi yang disesuaikan dengan standar BPJS. Hal itu terkait pelayanan yang masih belum prima, penolakan pasien serta standar rumah sakit.

“Sejauh ini rumah sakit yang dapat bekerja sama dalam program  JKN ini harus terakreditasi. Dari total 77 rumah sakit yang ada di Sumsel, baru 46 rumah sakit yang terakreditasi. Sedangkan 31 rumah sakit lainnya masih dalam proses akreditasi,” jelas Gubernur dalam pembahasan tujuh Raperda yang diajukan Pemerintah Provinsi Sumsel, saat sidang paripurna di gedung DPRD Provinsi Sumsel, akhir Januari lalu.(dfn)

(Baca berita selengkapnya di surat kabar Simbur Sumatera edisi XXVIII)