Cagar Budaya Terpenggal Pembebasan Lahan

LAHAT, SIMBURNEWS – Jalan poros Lahat menuju Pagaralam membawa Simbur ke sebuah kawasan cagar budaya. Situs megalit Rindu Hati terletak di Desa Rindu Hati, Kecamatan Gumay Ulu, Kabupaten Lahat.

Kawasan megalit Rindu Hati terdaftar di cagar budaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pada 9 September 2016. Arca Rindu Hati tertata rapi di dalam pagar. Ada juga yang tersebar di luar pagar, antara kebun kopi dan karet milik warga.

Kepala Balai Arkeologi Palembang, Retno Purwanti mengatakan, situs megalit Rindu Hati memang masih ada yang di luar pagar. “Kalau ada arca yang di luar pagar berarti belum selesai pembebasan lahannya oleh pemerintah tapi masih termasuk cagar budaya,” ungkap Retno kepada Simbur, Kamis (24/8).

Dari belasan arca di dalam dan di luar pagar, hanya tiga yang terlihat utuh. Arca-arca lainnya bersosok manusia dan binatang sudah dalam keadaan terpenggal tanpa kepala. “Memang sudah terpenggal saat ditemukan. Saya tidak tahu apa penyebabnya,” tegas Retno yang sedang melakukan penelitian di daerah Jambi, saat dihubungi melalui telepon selulernya.

Informasi yang dihimpun, arca Rindu Hati digali Balai Penelitian Cagar Budaya Jambi pada 2010. Ada enam arca di dalam pagar yang terdiri dari satu dolmen dan lima arca berbentuk manusia. Tiga arca dalam kondisi tanpa kepala, satu terbalik akibat penggalian, dan satu lagi banyak bagian arca yang hilang.

Menurut referensi, sekitar tahun 1970, kondisi ketiga arca itu masih utuh. Tiga berbentuk manusia menunggang kuda, lalu seorang ibu mengayun anak dengan kaki, dan satu lagi dengan posisi tertelungkup. Cerita dari warga, kerusakan diduga terjadi saat seorang warga bermimpi di sekitar arca terdapat harta karun. Setelah digali, ternyata hasilnya nihil. Kesal karena tidak berhasil menemukan harta karun, warga tersebut memenggal kepala tiga arca itu menggunakan palu besar hingga hancur.

Terkait kemiripan dengan tentara kerajaan Cina pada guratan arca, Retno mengaitkannya dengan kebudayaan purba yang berasal dari Indochina, khususnya Vietnam. “Memang dari lukisan dan ukiran (situs) bercorak Dongson. Kebudayaan Dongson masuk dalam kawasan Asia Timur, khususnya Indochina dan Vietnam. Artinya memang ada pengaruh budaya dan peradaban Cina,” terangnya.

Diketahui, awal kebudayaan Dongson ini berawal dari evolusi kebudayaan Austronesia. Asal usulnya adalah bangsa Yue-tche yang merupakan orang orang barbar yang muncul di barat daya Cina sekitar abad ke-8 sM.

Dongson mewariskan kebudayaan zaman perunggu yang berkembang di Lembah Song Hong, Tanjung Tonkin, Vietnam Utara. Kebudayaan ini juga berkembang di Asia Tenggara, termasuk di Nusantara dari sekitar 1000 sM sampai 1 sM.

Kebudayaan Dongson mulai berkembang di Indochina pada masa peralihan dari periode Mesolitikum dan Neolitikum yang kemudian periode Megalitikum. Pengaruh kebudayaan Dongson ini juga berkembang di Nusantara.

Kebudayaan Dongson secara keseluruhan dapat dinyatakan sebagai hasil karya kelompok bangsa Austronesia, terutama yang menetap di pesisir Annam dan berkembang antara abad ke-5 hingga abad ke-2 sebelum Masehi.

Pendukung Kebudayaan Dongson (Deutro Melayu) membawa peradaban Megalit Muda yang menyebar ke Indonesia, termasuk di Kabupaten Lahat, pada zaman perunggu (1.000-100 sM). Contoh bangunan megalit zaman perunggu lainnya adalah peti kubur batu, dolmen, waruga sarkofagus, dan arca-arca dinamis.(maz)