Organisasi Pemuda Islam di Indonesia Kecam Larangan Pakai Jilbab bagi Paskibraka

JAKARTA, SIMBUR – Perhimpunan Remaja Masjid Dewan Masjid Indonesia (PRIMA DMI) menyatakan keprihatinan dan mengecam keras dugaan pelarangan jilbab bagi anggota Paskibraka putri di Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur. Ketua Umum PP PRIMA DMI, Munawar Khalil, menegaskan bahwa tindakan tersebut merupakan pelanggaran terhadap hak individu, khususnya bagi umat Muslim.

“Kami sangat menyesalkan adanya aturan yang membatasi hak individu, terutama hak berbusana sesuai dengan keyakinan agama. Setiap individu berhak untuk mengekspresikan identitasnya, termasuk dalam hal berpakaian,” ujar Munawar Khalil.

Lebih lanjut, Munawar mengingatkan pihak penyelenggara agar tidak menciptakan kegaduhan di tengah masyarakat dengan menerapkan prinsip-prinsip yang sensitif. “Kami berharap pihak penyelenggara dapat lebih bijaksana dan mempertimbangkan keberagaman yang ada di Indonesia. Jangan sampai keputusan yang diambil justru menimbulkan perpecahan di kalangan masyarakat,” tambahnya.

Sebelum keberangkatan ke IKN, terdapat 18 anggota Paskibraka putri yang rutin mengenakan jilbab dalam aktivitas sehari-hari. Namun, saat bertugas di IKN, tidak ada satu pun dari mereka yang terlihat mengenakan jilbab. Hal ini menimbulkan tanda tanya besar dan kekhawatiran terkait adanya aturan tidak tertulis yang membatasi kebebasan berbusana sesuai keyakinan agama.

Menurut Munawar, kebebasan menjalankan keyakinan agama merupakan hak dasar yang harus dihormati oleh semua pihak. Pihaknya menilai, dugaan pelarangan tersebut tidak hanya merugikan para anggota Paskibraka yang sehari-harinya telah terbiasa mengenakan jilbab, tetapi juga menimbulkan kegaduhan yang tidak perlu di ranah publik.

“Pihak penyelenggara seharusnya lebih bijak dalam menyikapi hal-hal sensitif yang berkaitan dengan agama. Jangan sampai aturan yang diterapkan justru menimbulkan kegaduhan dan melukai perasaan umat Islam,” tambah Munawar.

PRIMA DMI mengajak semua pihak untuk bersama-sama menjaga keberagaman dan menghormati hak setiap individu dalam berbusana. “Kami berharap isu ini dapat segera diselesaikan dengan baik, tanpa menimbulkan kontroversi yang berkepanjangan,” tutup Munawar Khalil.

PRIMA DMI mendesak pihak berwenang untuk segera memberikan klarifikasi dan memastikan tidak ada diskriminasi dalam bentuk apa pun terhadap para Paskibraka. Munawar juga menyerukan agar penyelenggara tidak membuat aturan yang dapat melukai keyakinan agama dan meminta agar hak para muslimah untuk mengenakan jilbab dihormati sepenuhnya.

“Kami berharap kejadian seperti ini tidak terulang di masa depan, dan seluruh pihak bisa menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi serta menghormati hak asasi setiap individu,” pungkas Munawar.

PRIMA DMI akan terus memantau perkembangan kasus ini dan siap memberikan dukungan penuh kepada para Paskibraka yang merasa haknya telah dilanggar.

Bentuk Diskriminasi

Demikian Jama’ah Muslimin (Hizbullah) menilai, larangan mengenakan jilbab bagi anggota Paskibraka Nasional adalah bentuk diskriminasi yang tidak adil terhadap pelajar Muslimah, dapat melukai hati umat Islam, serta merusak prinsip-prinsip keadilan. Demikian ditegaskan Amir Majelis Ukhuwah Pusat Jamaah Muslimih (Hizbullah) H. Sakuri, SH., melalui siaran pers di Jakarta, Rabu (14/8).

Sakuri menjelaskan, penggunaan jilbab merupakan hak beragama yang mendasar dan dilindungi oleh konstitusi negara kita. Ia menyebutkan, Pasal 29 UUD 1945: (1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. ”Setiap Muslimah berhak untuk mengekspresikan keyakinannya, termasuk dalam mengenakan jilbab sebagai bagian dari kewajiban agamanya,” ujarnya.

Sakuri menambahkan, jilbab bukan sekadar pakaian, tetapi sebuah kewajiban syariat yang harus dilaksanakan oleh setiap Muslimah. Untuk itu, kata dia, larangan terhadap penggunaan jilbab sama dengan melarang seorang Muslimah menjalankan perintah agama.

Lebih lanjut, ia menyatakan, Indonesia adalah negara yang menghargai keberagaman, termasuk dalam hal keagamaan. Kebebasan untuk mengenakan jilbab seharusnya dilihat sebagai bagian dari upaya untuk menjaga harmoni dalam masyarakat yang beragam.

”Kebijakan yang berubah-ubah terkait penggunaan jilbab oleh Paskibraka menunjukkan kurangnya konsistensi dan dapat menimbulkan kebingungan serta ketidakpastian di kalangan masyarakat,” ujar Sakuri.

Ia juga meminta dengan tegas agar Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk memastikan setiap kebijakan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip agama dan hak asasi manusia. “Kami meminta agar pemerintah meninjau kembali keputusan ini demi keadilan bagi seluruh warga Negara,” katanya.

“Kami juga menyerukan kepada seluruh umat Islam di Indonesia khususnya untuk terus menjaga persatuan dan kesatuan dalam menyikapi berbagai isu yang ada, demi menjaga kemaslahatan umat dan keharmonisan bangsa,” tambahnya.

Sementara itu, Astrid Nadya Rizqita, Presiden OIC Youth Indonesia (Pemuda OKI Indonesia), mengecam keras keputusan terbaru dari Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP) yang diduga mengharuskan anggota Paskibraka 2024 untuk melepas hijab mereka.

Dalam pernyataan yang dirilis hari ini, Astrid menyatakan keprihatinan mendalam atas keputusan tersebut, yang juga menuai kritik dari Pengurus Pusat Purna Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (PPI Paskibraka) Indonesia. Organisasi tersebut mengecam keputusan BPIP, menyebutnya sebagai sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya dan bertentangan dengan peraturan yang berlaku pada tahun-tahun sebelumnya.

“Keputusan ini tidak hanya membingungkan tetapi juga bertentangan dengan esensi ideologi Pancasila, khususnya prinsip Bhineka Tunggal Ika, yang berarti ‘Berbeda-beda tetapi tetap satu.’ Memaksa anggota Paskibraka untuk melepas hijab bukan hanya pelanggaran hak mereka, tetapi juga sebuah penyimpangan nyata dari nilai-nilai yang kita junjung tinggi sebagai bangsa,” tegas Astrid.

Ia juga menyoroti bahwa meskipun anggota Paskibraka menandatangani surat kesediaan, tetap ada masalah relasi kuasa. “Selalu ada ketidakseimbangan kekuasaan dalam situasi seperti ini. Persetujuan yang diberikan dalam kondisi seperti ini sangat patut dipertanyakan,” tambahnya.

Sebagai mantan anggota Paskibraka yang bertugas pada upacara peringatan Kemerdekaan Republik Indonesia di salah satu Kantor Perwakilan RI beberapa tahun lalu, Astrid menekankan bahwa ini adalah pertama kalinya insiden semacam ini terjadi. Ia mencatat bahwa pada tahun-tahun sebelumnya, anggota Paskibraka yang mengenakan hijab diperbolehkan melakukannya tanpa masalah.

“Ini tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Sangat mengkhawatirkan bahwa arahan seperti ini bisa dikeluarkan di negara yang bangga menghormati keragaman dan kebebasan beragama,” pungkas Astrid.

OIC Youth Indonesia mendesak BPIP untuk mempertimbangkan kembali keputusan ini dan memastikan hak-hak semua anggota Paskibraka dijunjung tinggi, sesuai dengan komitmen Indonesia terhadap Pancasila dan prinsip Bhineka Tunggal Ika.(red/rel)