- Diapresiasi Ketua KPPU RI, Dandim 0402 Sebut Pembangunan Koperasi Merah Putih di OKI Sudah 83 Persen
- Menhan dan PWI Pusat Agendakan 200 Wartawan Ikut Retret di Akmil Magelang
- Jelang Pergantian Tahun, Pemerintah Percepat Pemulihan Bencana Sumatera
- Dianiaya di SPBU, Istri Almarhum Ketua SMSI Musi Rawas Polisikan Tetangga
- Jejak Melayu Jambi di Nganjuk, Hidup Damai Seribu Tahun
Pers di Sumsel Menilai Wakil Rakyat “Buta dan Tuli” jika Larang Jurnalisme Investigasi
# Kompak Tolak RUU Penyiaran

PALEMBANG, SIMBUR – Puluhan wartawan dan perusahaan media dari berbagai organisasi konstituen Dewan Pers di Sumatera Selatan sepakat menolak revisi dan Rancangan Undang-Undang (RUU) Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang kini sedang dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI). Aksi damai tersebut berlangsung di gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Selatan (DPRD Sumsel), Rabu (29/5).
Koordinator aksi yang juga Ketua Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia Provinsi Sumatera Selatan (PWI Sumsel), H Ocktap Riady SH menegaskan, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) itu buta dan tuli jika sampai mengesahkan RUU kontroversi tersebut. Itu karena, RUU Penyiaran dinilai dapat memberangus kemerdekaan pers. Sama artinya dengan merampas hak rakyat untuk memperoleh berita yang berbobot.
“Kalau UU Penyiaran disahkan kami akan demo lagi. Artinya DPR-RI buta dan tuli. Tidak berpihak kepada pers dan tidak berpihak kepada rakyat. Kemerdekaan pers bukan untuk wartawan saja tapi juga untuk rakyat. Karena ketika kemerdekaan pers dikebiri maka hak rakyat untuk mendapat berita bagus akan hilang,” tegas H Ocktap Riady SH dikonfirmasi Simbur, Rabu (29/5).
Ocktap menambahkan, ada lima pasal yang dinilai mencederai kebebasan pers. “Ada lima pasal yang kami tolak karena kami nilai memberangus kebebasan pers. Kami menyuarakan aspirasi wartawan kepada dewan. Alhamdulillah diterima Ketua DPRD Sumsel Anita Noeringhati yang berjanji akan mengantar surat dan mengirim utusannya langsung. Membawa surat itu ke DPR-RI mengenai penolakan RUU Penyiaran dari Koalisi Pers Sumsel,” ungkapnya.
Beberapa pasal, lanjut Ocktap, misalnya pasal 50 ayat 2 huruf c yang melarang jurnalis untuk melakukan liputan investigasi. “Menurut kami, itu sangat bertentangan dengan kebebasan pers,” tegasnya.
Menurut dia, jurnalisme investigasi itu sangat penting dalam kebebasan pers. Bahkan, kata dia, investigasi dapat mengungkap semua yang sengaja ditutupi sehingga dapat diketahui masyarakat. “Investigasi itu ruh dan mahkota jurnalistik. Akhirnya dilarang semua. Publik tidak menemukan berita berbobot. Nanti yang muncul berita seromial semua,” selorohnya.



