Dukung Terbitkan Publisher Rights, Presiden Tawarkan Tiga Pilihan Regulasi kepada Pers Indonesia

KENDARI, SIMBUR  – Presiden Joko Widodo menyetujui adanya penataan terhadap ekosistem industri pers sehingga terciptanya iklim kompetisi yang lebih seimbang di antara media-media arus utama dengan platform digital asing. Hal ini ia sampaikan secara daring dalam sambutan acara puncak peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 2022 yang digelar oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara.

Dorongan disahkannya regulasi hak cipta jurnalistik atau publisher right menjadi salah satu usulan yang mengemuka dalam HPN kali ini.  Jokowi pun menawarkan tiga opsi mengenai regulasi publisher rights, yaitu dengan membentuk UU baru, merevisi undang-undang terkait industri media yang sudah ada, atau paling cepat menerbitkan peraturan pemerintah (PP).

“Kami serahkan kepada PWI dan Dewan Pers agar regulasi itu segera bisa diselesaikan. Saya akan dorong terus setelah nanti pilihannya sudah ditentukan. Apakah UU baru, revisi UU lama, atau memakai PP,” ucap Presiden,  Rabu (9/2).

Menurut Jokowi, perusahaan platform asing harus diatur agar tata kelolanya semakin baik. Dengan demikian, hal ini bisa menjadikan industri pers semakin sehat dan kuat.

Lebih lanjut, Jokowi menekan, pers Indonesia harus mampu memperbaiki kelemahan sambil melanjutkan agenda-agenda besar bangsa, sehingga tetap mampu berselancar di tengah perubahan dan era transformasi digital.

Transformasi digital dalam ekosistem industri pers diperlukan untuk menghasilkan karya-karya jurnalistik yang berkualitas, lebih cepat dan tetap akurat,” katanya. Ia menegaskan, dalam dua tahun terakhir, industri pers dinilai mengalami tekanan akibat disrupsi digital. Selain karena pandemi, juga adanya tekanan dari platform media raksasa asing yang berakibat menggerus potensi ekonomi dan pengaruh media arus utama.

Akibat persaingan media, lanjut Jokowi, berbagai persoalan pun tumbuh, yakni munculnya sumber-sumber informasi alternatif selain dari media yang berpotensi menimbulkan kebingungan atau disinformasi kepada masyarakat.

“Tumbuh suburnya tren informasi yang semata mengejar ‘klik’ atau ‘views’, membanjiri konten-konten yang hanya mengejar viral, masif nya informasi yang menyesatkan bahkan adu domba sehingga menimbulkan kebingungan dan bahkan perpecahan,” katanya.

Jokowi menyatakan, kedaulatan informasi harus diwujudkan bersama-sama. Caranya, dengan memperkuat ekosistem industri pers nasional yang sehat, membangun dan memperkuat palatform nasional periklanan, serta menciptakan platform video nasional agar tidak sepenuhnya tergantung pada platform video-video asing.

“Kita tidak boleh hanya jadi pasar produk teknologi global dan harus secepatnya dibangun platform teknologi inovatif yang membantu dan menggerakkan masyarakat mendapat informasi berkualitas akurat dan dapat dipertanggungjawabkan,” jelas dia.

Sementara itu, dalam laporannya, Ketua Umum PWI Pusat Atal Sembiring Depari menyampaikan draft regulasi publisher right sudah diserahkan kepada pemerintah sejak Oktober 2021.  “Kami sangat membutuhkan dan sesuai janji kami kepada Bapak Presiden pada tahun lalu. Alhamdulillah sudah kami susun dan kami serahkan pada bulan Oktober tahun lalu (daftar regulasi publisher rights). Memang jelasnya belum sempurna namun sekarang bola di tangan pemerintah,” kata Atal di Kendari.

Atal berharap draf regulasi tersebut bisa segera ditindaklanjuti karena tinggal menunggu langkah lanjut dari pemerintah. “Mohon Bapak Presiden berkenan menginstruksikan kementerian terkait untuk memprosesnya. Kalau bola di tangan pemerintah jadi Bapak Presiden tinggal tentang pakai kaki kiri atau kanan,” katanya.

Atal, pada puncak acara, selama dua hari (7-8/2) telah digelar Konvensi Media Massa yang diikuti para tokoh, pemikir dan pelaku industri pers. Konvensi tersebut membahas dua topik besar, yaitu Membangun Kedaulatan Nasional di Tengah Gelombang Digitalisasi Global dan Membangun Model Media Massa yang Berkelanjutan.

“Dalam lanskap digitalisasi global, Indonesia ibarat tambang emas yang selalu diperebutkan para penambang. Tidak semestinya kita membiarkan diri menjadi objek ekploitasi para raksana digital  global. Untuk itu semua pemangku kepentingan, yakni pemerintah, DPR, kalangan bisnis, dan kalangan cerdik pandai perlu memikirkan hal ini sungguh-sungguh. Agar kita bisa menempatkan diri secara baik dalam peta digitalisasi global, untuk kepentingan nasional,” ungkap Atal.

Disrupsi digital, lanjut Atal, melahirkan tantangan bagi media massa untuk menghadirkan jurnalisme berkualitas. Jurnalisme yang bermutu ini akan merebut kembali kepercayaan publik. Karena itu pers tak cukup adaptif di tengah disrupsi digital, tetapi harus proaktif.

“Kemajuan teknologi  dewasa ini membuat jurnalisme berubah. Karya jurnalistik tak lagi cukup dihadirkan melalui tulisan, tetapi juga lewat gambar, statistik, dan item lainnya. Kondisi ini membuat wartawan harus meningkatkan kapasitas dan kompetensi. Harus multitasking, tidak bisa setengah-setengah, jika tidak ingin dilibas zaman,” terangnya.

Ketua Dewan Pers, M Nuh turut menyinggung gempuran digital oleh digital platform global. Hal ini, kata M. Nuh, bisa menjadi digital feudalism (penjajahan digital).  “Sebagai makhluk digital, dia bisa masuk ke mana pun, termasuk ke dunia pers. Oleh karena itu, dunia pers memerlukan payung hukum untuk melindungi dirinya- Publisher Right,” ujar M. Nuh.

  1. Nuh menyebut, draft publisher right sudah diserahkan langsung kepada Menko Polhukam Mahfud MD dan Kementerian Komunikasi Informatika. Ia optimistis payung hukum insan pers tersebut segera diterbitkan. “Terima kasih kepada Pak Mahfud, Pak Johnny Plate dan para menteri yang lain atas kerja samanya yang baik selama ini. Kami yakin dan berharap, Insya Allah dalam waktu tidak terlalu lama payung hukum tersebut segera terbit untuk melindungi kami insan pers dari bahayanya hujan dan teriknya matahari,” tutup M. Nuh.

Sementara, Gubernur Sulawesi Tenggara, H Ali Mazi SH mengatakan,  keberadaan pers selama ini sangat strategis sebagai salah satu pilar pembangunan dan pilar keempat demokrasi, sehingga sudah menjadi kebutuhan negara, pemerintah dan masyarakat. Berbagai berita yang dihasilkan sangat diperlukan, untuk menjadi sumber daya pertumbuhan ekonomi.

“Pers sangat berperan dalam menyuarakan dan menghadirkan masukan kepada pemerintah. Di era serba digital sekarang ini, pemberitaan dari pers terkait daya saing nasional dan daerah sangat dibutuhkan untuk merumuskan kebijakan pemerintah, baik pada sektor pemerintahan pusat dan daerah, maupun sektor pelayanan swasta dan masyarakat,” ungkapnya.

Bagi Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara, lanjut Gubernur, pers merupakan mitra utama dalam melaksanakan kebijakan pembangunan daerah. “Kami bersahabat dengan pers. Kami selalu dekat dengan insan pers. Hal ini dikarenakan pemerintah daerah memiliki keterbatasan dalam menyampaikan dan menerima informasi seputar perkembangan pembangunan daerah di segala bidang,” ujarnya. (red)