Tanjung Api-Api dan Tanjung Carat Terlalu Dipaksakan Jadi KEK

PALEMBANG, SIMBUR – Status Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Api-Api (KEK TAA) dicabut. Pencabutan status tersebut berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 2/2022 tentang Pencabutan Peraturan Pemerintah Nomor 51/2014 tentang Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Api-Api.

Kabag Humas Setda Pemprov Sumsel Septriandi Setia Permana mengklarifikasi bahwa KEK TAA bukan dihilangkan tapi dialihkan ke Tanjung Carat atas permintaan Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru. “Pak Gubernur yang mengusulkan untuk dialihkan ke Tanjung Carat. Bukan dihilangkan KEK. KEK harus dekat dengan pelabuhan,” ungkap Septriandi, dikonfirmasi Sabtu (29/1).

Yan Sulistiyo, konsultan sekaligus pengamat ekonomi Sumsel menjelaskan, sebenarnya dari dulu kawasan ekonomi khusus memang sudah ada. Saat ini sudah tidak relevan lagi dilakukan. “KEK Tanjung Api-Api itu terlalu dipaksakan. Akhirnya dicabut Presiden. Katanya atas permintaan Gubernur Sumsel,” ujar Yan kepada Simbur.

Usulan Tanjung Carat dijadikan KEK menggantikan Tanjung Api-Api justru mengundang pertanyaan banyak pihak. “Menjadi pertanyaan saya juga, apakah Tanjung Carat juga apakah layak ditawarkan jadi KEK? Kalau bicara KEK maka sentra-sentra ekonomi harus ada dulu. Jadi jangan buat pelabuhan, baru kemudian dikembangkan kawasan ekonominya,” ungkap Yan.

Menurut dia, harus dibalik. Kawasan ekonominya dulu harus ada yang dibangun sehingga pelabuhan Tanjung Carat benar-benar berfungsi. “Kalau pelabuhan dibangun tapi ekonomi  tidak jalan  ya percuma. Siapa yang mau bersandar dan siapa mau menjadi investor. Kan sudah dijawab oleh Kemenhub bahwa KEK tidak di-support APBN. Jalan satu-satunya pasti dengan investor,” tegasnya.

Investor juga, tambah Yan, akan melihat apakah kawasan itu ada ekonominya. Istilah ada market atau tidak. “Kalau tidak ada market saya rasa investor sulit didapat. Mereka enggan melakukan investasi. Investor akan memikir ulang return on investment (ROI). Kalau tidak ada market, ROI bisa panjang. Itu merugikan dari sisi investasi kalau ROI panjang,” jelasnya.

Dirinya menyarankan agar Gubernur tidak meneruskan usulan Tanjung Carat menjadi KEK pengganti Tanjung Api-Api seandainya masih harus menggunakan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). “Menurut saya, mending tidak usah dipaksakan pembangunan Tanjung Carat. Kalau menggunakan APBD, lebih baik digunakan untuk membangun infrastruktur yang lain. Daripada membangun Tanjung Carat mending mengembangkan LRT yang sekarang mulai sepi,” imbaunya.

Dikatakannya pula, banyak yang harus dilakukan jika dananya menggunakan APBD. Misalnya, perlu tim yang sangat kuat dan daya lobi tinggi. Walaupun ada tim, saran dia, jangan asal main tunjuk saja. “Memang sudah ada perusahaan (pengembang) tapi orangnya tidak kredibel menjalankan KEK. Butuh keahlian khusus mengembangkan KEK. Saya rasa belum ada orang yang ahli mengembangkan KEK di Sumsel kecuali dari Pulau Jawa atau menggunakan konsultan asing,” jelasnya.

Masih kata Yan, KEK itu harus ada pabrik, storage produk dan jasa dari Tanjung Carat ke pelabuhan lain. Ada kehidupan nelayan. Ada tempat makannya. Banyak yang perlu disiapkan untuk KEK. “Kalau ada kelompok ekonomi tersebut investor akan tertarik. Roda ekonomi berputar. Kalau tidak ada, investor tidak akan mau menitipkan uang ratusan miliar,” terangnya.

Diungkapnya, proyek Tanjung Carat tidak akan selesai sampai akhir masa jabatan gubernur. Akan menjadi PR bagi gubernur selanjutnya. “Kembali lagi ke asal karena itu investasi yang besar. Pengembangan ekonomi di pelabuhan merupakan investasi yang besar,” tandasnya.(red)