- Satu Warga Probolinggo Tewas Tertimpa Pohon Tumbang
- Diapresiasi Ketua KPPU RI, Dandim 0402 Sebut Pembangunan Koperasi Merah Putih di OKI Sudah 83 Persen
- Menhan dan PWI Pusat Agendakan 200 Wartawan Ikut Retret di Akmil Magelang
- Jelang Pergantian Tahun, Pemerintah Percepat Pemulihan Bencana Sumatera
- Dianiaya di SPBU, Istri Almarhum Ketua SMSI Musi Rawas Polisikan Tetangga
Dari Pesan Kunci hingga Kecerdasan Buatan, Enam Webinar pada KNH20
Tema besar Konvensi Nasional Humas 2020 (KNH20) adalah adaptif, inovatif, dan kolaboratif. Sejumlah pemikiran dan pandangan dibentangkan para pakar dan stakeholders Perhumas Indonesia pada konvensi tahunan yang digelar secara virtual selama dua hari. Berikut laporan Simbur dari rangkuman enam webinar dalam rangkaian KNH20 yang berlangsung pada 4-5 Desember 2020.
…………………
PALEMBANG, SIMBUR – Pesan merupakan kunci dalam sebuah komunikasi. Saat berkomunikasi dengan berbagai saluran tentu tak lepas dari penggunaan teknologi. Karena itu, praktisi humas diharapkan dapat memilah dan memilih pesan agar dapat menarik minat banyak orang.
Fiona Cassidy, Board Director Global Alliance mengatakan, kehadiran pandemi Covid-19 membuat humas harus lebih terbiasa terhadap penggunaan teknologi sebagai saluran komunikasi di era kebiasaan baru. “Menjadi humas yang adaptif, kolaboratif dan inovatif, tidak bisa dilepaskan dari penggunaan teknologi. Cara berkomunikasi yang menarik dan diterima banyak orang melalui kreativitas saat membangun pesan kunci atas apa yang hendak disampaikan,” ujar Fiona saat menjadi pembicara webinar sesi 1 Konvensi Nasional Humas 2020 (KNH20), Jumat (4/12).
Akan halnya diungkap Darren Burns, CEO Gollin Group Asia Pacific. Pada webinar yang mengangkat tema “Tren Global: Kreativitas, Teknologi dan Komunikasi” itu Darren mengatakan, Covid-19 telah mengubah praktisi komunikasi untuk dapat beradaptasi dengan segala kondisi yang ada. Menurut dia, berbagai kebiasaan baru seharusnya dapat ditangkap oleh praktisi humas untuk memilah pesan dan saluran komunikasi yang tepat untuk menjangkau audience yang lebih luas lagi.
“Menurut riset, dapat meningkatkan 50 persen keyakinan publik ketika pesan yang dibangun selaras dengan perjalanan pelanggan. Pelaku komunikasi harus menanamkan keahlian menganalisis untuk mengembangkan ‘sense of creativity’ humas semakin tajam,” jelasnya.
Inti Pesan Harus Positif
Humas pemerintah harus bersinergi untuk menciptakan integrated communication. Hal itu diungkap Prof Dr Drs Henri Subiakto SH MA, Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia.
Menurut Prof Henri, tidak ada lagi ego sektoral dalam kinerja humas pemerintah. “Diperlukan kerja sama yang intens lintas lembaga sesuai program yang direncanakan masing-masing lembaga atau institusi,” ujarnya saat webinar sesi 2 dengan tema “Humas Pemerintah: Membangun Kepercayaan Publik”, Jumat (4/12).
Sementara, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengatakan, strategi komunikasi publik yang dirancang oleh jajaran pemerintahan haruslah dinamis dan berkembang. Pertama, menggunakan bahasa yang sama dengan audience. Kedua, menggunakan berbagai macam saluran komunikasi mulai dari media konvensional, media sosial, dan melalui influencers atau komunitas.
Aspek ketiga, menggunakan narasi tunggal, untuk meminimalisir adanya bias informasi yang diterima oleh publik. Keempat, berorientasi pada isu positif serta kelima adalah menentukan pesan inti. “Inti dari pesan yang disampaikan haruslah mengacu pada isu positif yang hendak dipublikasikan oleh pemerintah ke khalayak umum,” katanya.
Direktur Departemen Komunikasi Bank Indonesia Muhamad Nur memaparkan bahwa BI melakukan komunikasi yang efektif dalam kondisi ketidakpastian meningkat. “Sebagai upaya meningkatkan efektivitas kebijakan moneter menyuarakan kebijakan yang bermanfaat dari pemerintah. Salah satunya dengan mengelola literasi keuangan,” jelasnya.
Kualitas Komunikasi Berdampak pada Kebijakan Keuangan
Kualitas komunikasi berdampak pada kebijakan keuangan. Karena itu, Menteri Keuangan Republik Indonesia Sri Mulyani Indrawati mengakui peran penting kehumasan dalam membantu kebijakan suatu institusi atau lembaga apapun, termasuk pemerintah.
“Melalui komunikasi efektif yang dijalankannya, terutama dalam mengatasi ketidakastian isu-isu yang banyak bermunculan di masa pandemi Covid-19, tidak terkecuali dalam kebijakan keuangan,” ungkap Sri Mulyani saat menjadi pembicara webinar sesi 3 pada Konvensi Humas Nasional (KNH) 2020, Jumat (4/12).
Dalam webinar dengan tema “Strategi dan Integrasi Komunikasi: Akuntabilitas,
Transparansi dan Etika” itu Sri Mulyani menambahkan, dalam menghadapi sebuah tantangan yang luar biasa akibat Covid-19 ini, pemerintah perlu terus berkomunikasi secara efektif. “Kementerian Keuangan dalam hal ini terus melakukan komunikasi, kolaborasi dan bersinergi dengan seluru pemangku kepentingan, termasuk DPR, OJK dan juga LPS dalam menjelaskan kebijakan keuangan yang extra ordinary yang dilakukan pemerintah agar sistem keuangan negara tetap stabil dan aman,” katanya.
Pembicara lainnya dalam webinar yang bertema Strategi dan Integrasi Komunikasi: Akuntabilitas, Transparansi dan Etika, yakni J. Satrijo Tanudjojo selaku Chief Executive Officer Global Tanoto Foundation. Dia mengatakan, pesan komunikasi yang transparan, juga dimaknai sebagai gaya berkomunikasi organisasi kepada publik.
“Penggunaan media digital menjadi saluran komunikasi yang relevan saat ini. Meski demikian, harus diikuti dengan strategi perencanaan yang matang, dapat dipertanggungjawabkan dan mutlak memenuhi etika komunikasi dalam mendistribusikan konten dan pesan yang disampaikan kepada publik,” jelasnya.
Menurut Satrijo, ada dua pilihan bagi pelaku humas di tengah maraknya penggunaan media sosial. Menjadi penonton saja atau ikut berperan aktif untuk memberikan pengaruh dan kemudahan media digital yang positif.
“Ini adalah bentuk akuntabilitas semua. Sudah menjadi kewajiban Tanoto Foundation untuk menyampaikan pesan dengan transparan dan akuntabel melalui laporan tahunan agar bisa menjadi referensi bagi pihak yang tertarik kepada lembaga filantropi ini,” katanya.
Dikatakannya, kualitas komunikasi sangat penting. Karena itu, penyampaian pesan melalui narasi yag positif dapat menimbulkan kepercayaan publik yang kuat, terlebih dalam upaya memberdayakan komunitas agar berkontribusi positif kepada masyarakat. “Singkatnya komunikasi yang transparan, dapat dipertanggungjawabkan dan timbulnya kepercayaan publik merupakan salah satu pengukuran komunikasi yang efektif,” ujarnya.
Prof Dedy Mulyana, guru besar Fikom Universitas Padjadjaran mengemukakan, komunikasi hendaknya fokus pada hal urgensi dari integrasi komunikasi yang transparan, akuntabel dan beretika. Dengan kata lain diperlukan seorang humas yang berideologi dan memerhatikan kultur lokal agar pesan-pesan yang dikampanyekan dapat lebih diterima oleh masyarakat.
Setiap proses humas, lanjutnya, selalu berlangsung dalam proses budaya yang melibatkan interaksi nilai-nilai budaya masyarakatnya. Peran humas tidaklah sempurna tanpa menyertakan komunikasi antarbudaya, apalagi dalam era pandemi Covid-19. “Komunikasi yang terintegrasi dan penuh etika akan berhasil dan diterima oleh publik dengan cepat,” katanya.
Terkait teknologi komunikasi, Dedy Mulyana mengatakan, hal tersebut hanyalah perluasan pancaindra manusia. “Media sosial tetap tidak dapat menggantikan kekuatan komunikasi tatap muka yang melibatkan beberapa aspek komunikasi nonverbal yang tidak didapat dari berkomunikasi melalui media sosial,” kata dia.
Terbukti pada sebuah kasus, lanjut Deddy, kegagalan komunikasi berkonteks rendah. “Pada 2018 Michihito Matsuda gagal dalam kampanye politik untuk menjadi Walikota Tama di Jepang saat ia menggunakan robot dalam program kampanye politiknya, kata Dedy lagi.
Dedy menegaskan bahwa etika komunikasi sangatlah penting. Tanggung jawab sebagai praktisi Humas untuk menyebarkan pesan yang benar dan objektif dengan rasa hormat kepada publik adalah sebuah sikap lain yang harus terus dipupuk diera global ini. Terdapat empat kriteria wacana yang etis dan lebih baik saat disampaikan, yakni komprehensif, benar, pesan harus layak bagi khalayak (tanpa rekayasa). “Pesan yang disampaikan haruslah mengandung unsur ketulusan,” pungkasnya.
Gunakan Kearifan Lokal dalam Berkomunikasi
Peran praktisi humas dalam masa kritis jauh lebih penting dan menentukan. Humas menjadi garda terdepan dalam membangun kepercayaan publik agar tetap bisa membangun optimisme meski pada situasi sulit seperti pandemi Covid-19.
Menteri BUMN Erick Tohir mengatakan, peran pemimpin, termasuk praktisi humas, harus menjalankan komunikasi yang pro-aktif di segala saluran komunikasi, termasuk melakukan sinergi Pentahelix. Yaitu bekerjasama dengan lima stakeholder utama komunikasi seperti pemerintah, komunitas, akademisi, pebisnis dan media. “Tidak lupa menggunakan kearifan lokal dalam melaksanakan komunikasi karena kearifan lokal juga menjadi satu cara untuk menangkal permasalahan missinformasi serta disinformasi,” ujarnya saat webinar sesi 4 dengan tema “Humas dan Kredibilitas: Pentingnya Peran Kepemimpinan”, Sabtu (5/12).
Praktisi Humas, kata Erick, merupakan garda terdepan dalam menjaga reputasi dan kepercayaan masyarakat luas. Di tengah derasnya missinformasi dan disinformasi di era digital dan pandemi ini, setiap narasi harus sehat untuk mendapatkan atensi pubik sehingga nantinya dapat mengedukasi masyarakat. “Itu sebabnya narasi yang positif dengan mudah menyebar dan membentuk opini serta memantik aksi yang bermanfaat bagi masyarakat. Berarti peran humas menjadi sangat penting untuk mendesain komunikasi publik,” katanya.
Erick mengatakan, kapasitas kapabilitas, karakter, adaptif, dan inovatif dari praktisi humas menjadi kunci. Ekosistem perencaan digital yang awalnya menjadi rencana ke depan kini direalisasikan dengan cepat karena adanya pandemi. “Semua bersinergi, mengerahkan sumber daya dan tenaga untuk bergerak bersama memulihkan keadaan,” harapnya.
Sementara itu, Direktur Utama PT Blue Bird Tbk, Noni Purnomo mengatakan, dalam situasi krisis, mutlak melakukan komunikasi yang terus menerus, konsisiten, dan berkelanjutan. “Melalui kolaborasi maka bisa diupayakan untuk survive dan bisa membangun masa depan bersama,” ungkapnya.
Komunikasi dari pemimpin harus fokus kepada dua hal yaitu relevan dan faktual. Apa yang relevan hari ini belum tentu relevan untuk esok. “Yang faktual merupakan komunikasi yang dapat lebih dipercaya,” katanya.
Noni juga menambahkan, di masa sulit perlu dilakukan komunikasi yang terbuka baik internal maupun eksternal sehingga dapat lebih sigap dalam merespon situasi genting. Tak lupa melakukan komunikasi melalui berbagai cara dan menggandeng media sehingga komunikasi dapat mencapai semua stakeholder. “Komunikasi yang dilakukan ketika pandemi fokus pada dua hal yang dianggap dapat menjadi kunci utama dalam menangani krisis di saat pandemi yaitu menjaga semangat di masa sulit tetapi secara bersamaan membangun harapan akan masa depan,” katanya.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menekankan perlunya komunikasi yang simple dalam situasi krisis untuk tetap mendapatkan kepercayaan dan dukungan publik. “Hal itu dilakukan mengingat peran humas yang begitu luas saat ini, mulai dari komunikator, fasilitator, disseminator, konselor juga sebagai prescriber,” jelasnya.
Ganjar mencontohkan bagaimana dirinya selaku gubernur memaksa para aparat pemerintah memiliki akun media sosial. Dia bisa menyampaikan kinerjanya di media sosial untuk mendapat kepercayaan publik.
Humas dan Media Jaga Kredibilitas Informasi
Kredibilitas informasi sangat penting diterima masyarakat. Karena itu, Ketua Dewan Pers Mohammad Nuh mengingatkan media dan humas untuk menjaga kredibilitas dari informasi yang disampaikan. “Kalau tidak, maka nanti yang terjadi misinformasi, disinformasi, malainformasi. Kalau itu yang terjadi, maka bukan mencerdaskan yang didapat, tetapi pembodohan,” tutur Mohammad Nuh saat menjadi pembicara webinar sesi 5 Konvensi Nasional Humas (KNH) 2020 dilansir Antara, Sabtu (5/12).
Pada webinar bertema “Media dan Tanggung Jawab Sosial: Interdependensi
dan Konvergensi Media”, Nuh menambahkan, dalam menjaga agar informasi yang disampaikan kredibel atau dapat dipercaya, dirunya menekankan humas harus menguasai substansi. Bukan sekadar menjadi corong penyebar informasi. Selain menguasai substansi, tambah Nuh, humas dikatakannya mesti menggunakan bahasa dan tutur kata yang baik dalam menyampaikan informasi. Di samping memahami situasi dan beretika saat menyampaikan informasi tersebut.
“Kalau itu bisa dilakukan, insya Allah Perhumas akan menjadi jembatan antara perusahaan dan masyarakat secara keseluruhan. Di tengahnya ada yang namanya media,” kata Nuh.
Nuh mengingatkan agar humas tidak hanya menyampaikan informasi mengenai suatu kebijakan atau produk tertentu milik perusahaan, melainkan memanfaatkan produk tersebut untuk mencerdaskan masyarakat. Dalam menjadikan produk perusahaan sebagai alat mencerdaskan bangsa, Nuh menyebut diperlukan penguatan pola pikir terkait pentingnya memiliki data yang lengkap dan didukung ilmu pengetahuan. “Informasi semata itu belum bisa mencerdaskan kehidupan bangsa kita, yang bisa mencerdaskan itu adalah pengetahuan,” pungkasnya.
Kecerdasan Buatan Bantu Mengambil Keputusan
Di era perkembangan teknologi, komunikasi yang dilakukan humas seharusnya dapat lebih mudah dengan menggunakan kecerdasan buatan (artificial intelligence). Ismail Fahmi PhD, founder Drone Emprit mengatakan AI (artificial intelligence) adalah teknik yang memungkinkan suatu mesin bisa mengerjakan tugas.
Menurut dia, dinamika pasar, obligasi kadang tidak bisa langsung dipahami AI tapi perlu men-judgment untuk mengambil keputusan. “Kita bisa menggunakan AI untuk mengambil keputusan bisnis,” terang Ismail Fahmi saat menjadi pembicara webinar sesi 6 dengan tema “Tantangan Komunikasi: Humas dan Ancaman Kecerdasan Buatan”, Sabtu (5/12).
Dikatakannya pula, pertumbuhan data sangat besar. Data terstruktur hanya 20 persen. Data tak teratruktur jauh lebih besar, 80 persen. Pendekatan pengambilan keputusan bisa berbasis data, AI, dan kombinasi antara AI dengan manusia. “Metode kombinasi bigdata, AI, dan manusia adalah yang paling tepat digunakan untuk mengambil keputusan berdasarkan percakapan publik di media sosial,” ujar Fahmi.
Sementara, Dr Ir Lukas MAI CISA IPM, Ketua Indonesia Artificial Intelligence Society mengemukakan bahwa peran AI bisa digunakan untuk menganalisis komunikasi yang telah disampaikan kepada media. Menurutnya, humas bisa menggunakan AI untuk mengidentifikasi influencer. Humas bisa mendukung media features, mengelola reputasi atau bisa menandai postingan negatif dapat dengan cepat terdeteksi menggunakan respons.
Humas harus adaptif dalam teknologi lebih pasif, memahami etika. Teknologi tidak bisa dihindari tapi harus jadi sahabat. AI bukan menggantikan tapi membantu memudahkan pekerjaan manusia.
“Akan ada human treath atau hal-hal yang dimiliki manusia dan tidak dimiliki oleh mesin seperti keputusan, keramahtamahan, kreativitas. Hal itu hanya ada pada manusia,” paparnya.
Dr. Nia Sarinastiti, Accenture Development Partnerships Lead Indonesia mengatakan, hasil penelitian manusia belum siap dengan AI. Sekitar 54 persen sebagai tambahan dari skill. Hanya 3 persen yang ingin meniliki skill investasi terhadap AI. Dan 52 persen justru malah takut terhadap AI. Mereka tidak bisa menyatakan transparan. Sekitar 42 persen teknologi kembali pada aktivitas masing-masing.
“Kita harus menyiapkan skills yang memang tidak bisa dilakukan. Ini adalah softskills yang kita miliki. Kita tidak bisa mengabaikan lagi kalau komunikasi bagian dari digital atau konvensional,”katanya.(red)



