Ketua Umum PWI Pusat Zulmansyah Sekedang Hadiri RDPU Komisi I DPR RI, Bahas Dampak Revisi UU Penyiaran

JAKARTA, SIMBUR – Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, Zulmansyah Sekedang, hadir dan memberikan pandangan kritis dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Panja Penyiaran Komisi I DPR RI. Rapat digelar di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (5/5).

RDPU ini mengangkat tema “Dampak Pengaturan Penyiaran Multiplatform dalam Perubahan UU Penyiaran” dan turut menghadirkan perwakilan dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) serta Asosiasi Video Streaming Indonesia (AVISI). Rapat dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Dave Laksono.

Dalam forum ini, Ketua Umum PWI Pusat Zulmansyah Sekedang menyoroti sejumlah pasal dalam draf revisi UU Penyiaran yang dinilai berpotensi membatasi ruang gerak media dan jurnalisme digital. “Perubahan regulasi harus mengakomodasi kemajuan teknologi tanpa mengancam kebebasan pers. Jangan sampai revisi UU Penyiaran menjadi alat pembungkaman,” tegas Zulmansyah.

Dalam paparannya, PWI Pusat menyoroti beberapa pasal yang dinilai berpotensi membatasi kebebasan pers. Terdiri dari Pasal 27 tentang kewenangan pengawasan konten yang multitafsir. Pasal 35 yang mewajibkan media menyensor konten “bermasalah” tanpa definisi jelas. Pasal 42 yang memberi kewenangan besar pada negara dalam pencabutan izin siaran.

“Jika tidak hati-hati, RUU ini bisa menjadi alat represi baru. Kami minta DPR memastikan UU ini tidak bertentangan dengan konstitusi dan prinsip kemerdekaan pers,” ujarnya.

Di satu sisi, lanjut Zulmansyah, pemerintah ingin melindungi publik dari konten berbahaya. Di sisi lain, jurnalis dan kreator khawatir RUU ini akan disalahgunakan untuk membatasi kebebasan berekspresi. “Kami akan terus memantau proses revisi ini. PWI siap kembali memberikan masukan jika diperlukan,” ucapnya.

Tak hanya PWI, perwakilan AJI dan AVISI juga menyampaikan kekhawatiran serupa.
Mereka menekankan bahwa RUU Penyiaran harus melindungi konten kreator digital tanpa membebani dengan regulasi berlebihan. “Platform digital berkembang pesat. Regulasi harus fleksibel, bukan menghambat inovasi,” kata perwakilan AVISI.

Sementara itu, AJI menegaskan bahwa UU Penyiaran tidak boleh digunakan untuk membatasi pemberitaan kritis. “Kami menolak segala bentuk kriminalisasi jurnalis dengan dalih pelanggaran penyiaran,” tegas perwakilan AJI.

Sementara, Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Dave Laksono, menegaskan bahwa Panitia Kerja (Panja) RUU Penyiaran tidak ingin membuat regulasi yang kaku. “Kami ingin mendengar langsung dari para pelaku media seperti PWI, AJI, dan AVISI. RUU ini harus menjawab tantangan industri penyiaran modern tanpa mengabaikan prinsip kebebasan pers,” ujarnya.

Dave menambahkan, DPR berkomitmen untuk menampung seluruh masukan sebelum RUU dibahas lebih lanjut. Poin krusial yang menjadi perhatian. Di antaranya potensi tumpang tindih dengan UU Pers No 40/1999. Pengaturan konten digital yang dinilai terlalu intervensif. Kewenangan berlebihan lembaga pengawas yang bisa mengancam independensi media.

Terkait itu, lanjut Dave, Komisi I DPR RI berjanji akan mempertimbangkan semua masukan sebelum RUU dibahas di tingkat Panitia Kerja (Panja). Beberapa poin akan menjadi fokus. Di antaranya, menghindari tumpang tindih regulasi antara UU Penyiaran dan UU Pers. Memastikan perlindungan kebebasan pers sambil menjaga etika jurnalistik. Mengakomodir perkembangan teknologi tanpa over-regulasi.

Sementara itu, Komisi I DPR RI memastikan akan membuka ruang dialog lanjutan sebelum RUU disahkan. “Kami ingin hasil akhirnya adil bagi semua pihak,” pungkas Dave Laksono.

Hadir dalam pertemuan itu, Sekretaris Jenderal PWI Pusat Wina Armada Sukardi, Ketua Kerja Sama Antar Lembaga PWI Pusat Agus Sudibyo, Ketua Komisi Pendidikan Marah Sakti Siregar, Wakil Ketua Dewan Pakar PWI Pusat Nurjaman Mochtar, Anggota Dewan Penasehat PWI Pusat Fachri Muhammad, dan Bendahara Umum PWI Pusat Marthen Slamet.

Selain Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, hadir pula perwakilan Aliansi Jurnalis Independen (AJI), dan Asosiasi Video Streaming Indonesia (AVISI). Mereka menyampaikan catatan kritis dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi I DPR RI. (red/rel)