Dari Bali dengan Cinta, Pariwisata Sektor Paling Toleransi

 

DENPASAR, SIMBUR – Bali diketahui sebagai provinsi pertama di Indonesia yang menerapkan standardisasi dalam pengembangan wisata budaya. Regulasi tersebut tertuang pada Peraturan Daerah (Perda) Bali Nomor 5/2020. Hal itu diungkap Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali, Tjok Bagus Pemayun.

“Tentu Pemerintah Provinsi Bali dari awal memang komitmen. Karena ini budaya, basisnya tentu kami kembangkan wisata budaya. Perda sebelumnya dari awal sudah ada. Sekarang Perda 5/2020 tentang standar penyelenggaraan wisata budaya Bali,” ungkap Tjok, di ruang kerjanya, Senin (18/11) lalu.

Tjok menambahkan, Pemprov Bali lebih memprioritaskan sektor wisata budaya yang berkualitas. Terutama wisata budaya yang berkelanjutan agar bisa dinikmati anak temurun. “Kami ingin pariwisata berkualitas, semua berstandar, termasuk usahanya. Dari usaha dan sumber daya manusia (SDM), semua ada sertifikasinya yang tetap berbasis budaya Bali. Sehingga Bali tetap sustainable (berkelanjutan). Tidak hanya sekarang, anak cucu harus bisa menikmati,” ujarnya.

Menurut Tjok, Bali sudah sangat terkenal di seluruh penjuru dunia. Terlebih posisi Bali ada di tengah. “Di mana ada destinasi, di situ ada budaya yang kuat untuk dikunjungi,” ujarnya.

Ketenaran Bali, kata Tjok, berangkat dari budayanya yang unik. Keunikan tersebut yang dimaksud Tjok dalam menarik minat berkunjung ke destinasi wisata budaya di Pulau Dewata. “Bali itu adalah terkenal karena memang budayanya yang unik. Di samping, Bali terdiri dari tiga hal, yakni alamnya, manusianya, dan budayanya. Di mana budayanya ada keunikan,” kata dia.

Ditambahkannya pula, ada diferensiasi dari yang lain sehingga jadi keunikan sendiri. Akan tetapi, lanjut Tjok, tidak terlepas dari manusia dan alamnya. “Jadi kesatuan sehingga Bali menjadi destinasi yang terkenal seperti sekarang ini,” terangnya.

Jika keunikan tersebut terpenuhi, kata Tjok, wisatawan tentu akan mengunjungi destinasi yang berbeda dengan lainnya. “Bali sebagai lokomotif pariwisata tentu harus menarik. Seluruh daerah (di Bali) punya karakteristik yang berbeda dengan yang lain. Wisatawan pasti akan datang jika ada uniknya,” tegasnya.

Masih kata Tjok, pengembangan wisata budaya dilakukan secara total. Mengingat ranah pariwisata yang tanpa batas. Terlebih dalam menumbuhkan toleransi. “Pariwisata tidak mengenal ruang dan waktu. Tidak ada sekat. Orang berkebutuhan wisata. Pariwisata adalah sektor yang paling toleransi,” jelasnya.

Apalagi, lanjut Tjok, tren pariwisata ke depan orang akan mencari healing. Di luar negeri, mereka tidak menemukan. “Tapi jika ingin kedamaian dan keseimbangan, datanglah ke Bali. Bukan fall in love ke Bali. Tapi jika datang dengan pasangan maka harus memperkuat cintanya,” tandasnya.(maz)