Evaluasi Penurunan Stunting, 80 Persen Kabupaten/Kota di 12 Provinsi Hadapi Masalah

JAKARTA, SIMBUR – Meski secara bertahap berhasil menurunkan prevalensi stunting, nyatanya pada pelaksanaan di lapangan, masih banyak daerah menghadapi masalah di lapangan. Hal itu diungkap Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah Restuardy Daud saat membuka Focus Group Discussion (FGD) Penguatan Sistem Monitoring dan Evaluasi Perencanaan dan Penganggaran Dalam Mendukung Program Percepatan Penurunan Stunting di Daerah.

“Hasil Rapat Pengarahan Pelaksana Tim Percepatan Penurunan Stunting oleh Setwapres pada bulan Mei 2023 menunjukkan bahwa 80 persen kabupaten/kota di 12 provinsi prioritas menghadapi masalah seperti komitmen, koordinasi, perencanaan, penganggaran, regulasi, pemantauan dan evaluasi, data, dan sumber daya manusia,” ungkapnya di Holiday Inn Bandung, beberapa waktu lalu.

Dalam rilis yang diterima redaksi, Rabu (13/12), acara kerja sama Kementerian Dalam Negeri dengan United States Agency for International Development (USAID) ini bertujuan untuk menjaring masukan pemangku kepentingan terkait guna mendukung penyempurnaan sistem monitoring dan evaluasi perencanaan dan penganggaran percepatan penurunan stunting secara terintegrasi agar dapat digunakan di tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota hingga desa.

Restuardy Daud mengingatkan bahwa dalam rangka mencapai target penurunan prevalensi stunting 14% pada tahun 2024 dan keberlanjutannya di era pemerintahan baru diperlukan penyempurnaan sistem monitoring dan evaluasi terhadap keseluruhan indikator daerah (esensial, suply, dan provinsi) yang terintegrasi sesuai lampiran Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting. Lebih lanjut, mengejar target prevalensi 14 persen di tahun 2024, penurunan dari tahun 2023 ke tahun 2024 masih membutuhkan 3,5 persen poin.

Sementara peran Pemerintah dan daerah sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 diarahkan pada penguatan perencanaan dan anggaran, peningkatan kualitas pelaksanaan, peningkatan kualitas pemantauan, evaluasi dan pelaporan, dan peningkatan kapasitas sumberdaya manusia. Berdasarkan hal tersebut, Restuardy Daud menekankan bahwa pelaksanaan monitoring dan evaluasi khususnya pada aspek perencanaan dan penganggaran masih menjadi isu yang tidak dapat diabaikan begitu saja.

Secara khusus, beberapa permasalahan dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi percepatan penurunan stunting, diantaranya belum ada sistem pemantauan dan evaluasi yang dibangun untuk memantau keefektifan program kegiatan dan keterkaitan lintas sektor dalam percepatan penurunan stunting.

Selain itu, sistem pemantauan yang ada perlu terkoneksi, sehingga efektivitas kegiatan mudah dipantau dan harus memiliki mekanisme feedback atau umpan balik dari hasil pemantauan dan evaluasi yang masih parsial dan perlu diintegrasikan. Umpan balik ini penting karena akan menjadi masukan bagi proses perencanaan tahunan, baik dari sisi penganggaran, sasaran, maupun lokasi kegiatan.

“Melalui FGD ini, kami berharap mendapatkan masukan yang bermanfaat serta dapat disepakati hal-hal yang dapat mendukung penyempurnaan sistem monitoring dan evaluasi perencanaan dan penganggaran percepatan penurunan stunting sehingga dapat dimanfaatkan oleh pemerintah daerah,” tutupnya.(red)