Pil Pahit Sekaligus Kesempatan Anak Muda

# Advokat Sebut Ada Kejanggalan dalam Konstruksi Putusan MK

 

PALEMBANG, SIMBUR – Pertanyaan dilontarkan satu mahasiswa dalam diskusi politik kepada narasumber dari kalangan advokat di Kota Palembang. Terutama menyangkut dinasti politik dan batas usia calon kepala negara atau wakilnya.

Advokat Husni Candra menyatakan bahwa dinasti politik meneruskan kekuasaan atas dasar keturunan, serta menilai keputusan Mahkamah Konstitusi memiliki kejanggalan. Husni Candra menanggapi pertanyaan tersebut.

Menurutnya semuanya masih dinasti. Tidak bisa dilepaskan dari tata kelola sistem di Indonesia. Kadang yang salah masyarakat melihatnya politik transaksional, alergi bahkan menganggap brengsek. Kebijakan bisa berubah-ubah.

“Saya rasa dan konstruksi pemutusan MK ada kejanggalan. Tapi hari ini tepat di hari Sumpah Pemuda, ini pil pahit. Namun ini kesempatan untuk anak muda. Terlalu besar risiko mempertaruhkan jabatan untuk pemilu,” tukasnya di Cafe Proklamasi Palembang, Sabtu (28/10) malam.

Dijelaskannya, pasca MK mengabulkan permohonan uji materi terkait batas usia calon Presiden dan wakil presiden. Diatur dalam Pasal 169 huruf q UU No 7 tahun 2017 tentang pemilu. Putusan itu berlaku pada Pilpres 2024.

Secara tegas, kata Husni, berarti usia di bawah 40 tahun, sepanjang pernah atau sedang menduduki jabatan yang dipilih, melalui pemilu atau elected officials dapat berpartisipasi dalam kontestasi calon presiden dan wakil presiden. Husni Candra.
“Anak muda diberi kesempatan memimpin, tapi taimingnya itu yang tidak tepat. Termasuk keputusan tataran pemilu, juga berubah menjadi pemilu serentak di MK,” cetusnya.

Husni meneruskan, fenomena anak di bawah umur 40 tahun, untuk aspek filosofis terpenuhi, tapi tidak aspek yuridisnya. Tapi sekali lagi keputusan MK, telah berkekuatan hukum tetap, dengan dampak secara politik. “Hanya tinggal bagaimana mengemas isunya saja,” terang Husni Candra.

Sementara advokat Arief Budiman SH MH dari DPC Peradi Palembang mengatakan, Putusan MK tanggal 22 oktober 2023, dari PSI sebagai pemohon, saat itu ketua MK ada 9 hakim harus menyampaikan pendapat, 5 hakim setuju dan 4 hakim memberi alasan berbeda.

“Usia minimal 40 tahun dan pernah atau menjabat gubernur, artinya bukan seperti yang diputuskan. Ada satu hakim yang tidak setuju, dari 9 orang hakim MK ini. Pemohon juga mahasiswa, alasan permohonan ada hak konstitusional yang dirugikan, hanya bercita – cita, jadi presiden di usia muda, dengan didampingi 4 orang pengacara, yang memberikan bantuan hukum untuk keadilan,” timbang Arief.

“Putusan MK ini, mengabulkan usia 35 tahun, dengan pertimbangan ada 9 negara di Eropa dan 12 negara di Afrika, itu presiden usianya juga 35 tahun. Jadi tidak mempermasalahkan usia, kemudian ada 21 kepala daerah di bawah usia 35 tahun,” ujarnya.

Sejumlah ahli hukum, berpendapat ada kesalahan menimbulkan norma baru pada kata atau. Dan maksimal usia 70 tahun. Maka MK sudah menganulir putusan sendiri. Arief melanjutkan, dinasti ini sebagai proses mengarahkan garis keturunan sudah terjadi di Indonesia. Apakah ini dinasti politik, sebatas mencalonkan diri, tapi hasil pemilihan ini yang menentukan. Yang duduk di DPR paling banyak mantan gubebur, bupati, walikota, bahkan mantan koruptor. (nrd)