Zero Case PMK, Tetap Maksimalkan Vaksinasi Hewan Ternak

PALEMBANG, SIMBUR – Satuan Tugas Penanganan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) Nasional mendorong Pemerintah Privinsi Sumatera Selatan memaksimalkan vaksinasi hewan ternak. Sebagai salah satu dari lima komponen strategi penanganan PMK di Tanah Air. Vaksinasi khususnya di Provinsi Sumatera Selatan itu menjadi penting untuk meningkatkan imunitas dan kekebalan hewan ternak terhadap penularan PMK, selagi wilayah ‘Bumi Sriwijaya’ itu dinyatakan tidak ada kasus aktif atau zero case.

Dalam Rapat Koordinasi Evaluasi Posko Penanganan Penyakit Mulut dan Kuku di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2022 di Kota Palembang, Rabu (19/10), Kakordalops Satgas PMK, Brigjen TNI Lukmansyah, juga mengingatkan agar strategi penanganan PMK lainnya, mulai dari biosecurity, testing, pengobatan dan potong bersyarat tetap dilakukan demi mencegah penyebaran PMK. “Seluruh strategi yang terdiri dari lima komponen ini agar tetap dilaksanakan,” kata Lukmansyah.

Meneruskan arahan Ketua Satgas PMK Nasional, Letjen TNI Suharyanto SSos MM dalam Rapat Monitoring dan Evaluasi Penanganan Penyakit PMK di Kalimantan Timur, Kamis (13/10), bahwa wilayah dengan status zero case bukan berarti kemudian terbebas dari virus. Penularan PMK masih berpotensi terjadi apabila seluruh strategi penanganan PMK tidak dilaksanakan dengan baik.

Pada kesempatan itu, Suharyanto mencontohkan beberapa wilayah yang sebelumnya tidak ada kasus, seperti wilayah Provinsi Kalimantan Timur, ternyata kemudian muncul kasus baru hingga mencakup 200 ekor setelah beberapa waktu belum ada penularan. “Ingat, zero case ini bukan berarti ini virusnya tidak ada. Kaltim baru beberapa hari ini menyatakan sudah zero case. Tapi ingat, tadinya Kaltim itu tidak termasuk yang ada kasusnya saat Satgas Penanganan PMK dibentuk. Di awal sudah ingatkan Kaltim jangan sampai kena. Ternyata kena juga,” jelas Suharyanto.

Provinsi Sumatera Selatan sampai hari Rabu (19/10) termasuk dalam wilayah yang dinyatakan tidak ditemukan kasus aktif atau zero case, merujuk arahan Ketua Satgas PMK Nasional, bahwa hal itu tetap harus menjadi perhatian seluruh komponen untuk tidak lengah. Sebab, beberapa wilayah tetangga seperti Jambi, Bengkulu, Riau dan Bangka Belitung masih dinyatakan zona merah.

Di samping itu, kewaspadaan tetap harus ditingkatkan mengingat riwayat penularan penyakin PMK di wilayah Sumatera Selatan berasal dari Pulau Jawa, mulai dari lalu lintas hewan atau produknya dan dari manusia yang berkunjung ke kandang ternak. Brigjen TNI Lukmansyah juga menjelaskan kenapa dalam penanganannya, Satgas melibatkan TNI, Polri dan para Sekda. “Kenapa TNI Polri (Dandim dan Kapolres) kita libatkan juga para Sekda karena untuk penanganannya Polri punya pasukan yang banyak, begitupun BPBD karena mereka punya alat, kendaraan dan lainnya. Begitupun para Sekda punya staf yang memang memiliki penilaian dalam penanganan PMK. Semua harus kerahkan kemampuan agar ini tidak hanya jadi beban Peternakan saja,” tegasnya.

Menurutnya semua harus bahu membahu menangani PMK, agar para petani tidak semakin terpuruk. “Kasihan Petani harus jika harus potong bersyarat, sebab ini aset mereka. Selain itu ini juga akan  berpengaruh ke perekonomian seperti saat Idul Adha yang lalu sapi-sapi tidak boleh bergerak ke tempat lain yang daerahnya masuk kategori merah,” tambahnya.

Sebagai upaya mendorong kewaspadaan Pemda, pihaknya kata dia terus melakukan monitoring dan evaluasi. Terlebih dalam waktu dekat sekitar 25 juta vaksin akan didatangkan kembali. ” Untuk Sumsel agar siap-siap menerima tambahan vaksin. Siapkan juga siapa yang akan melakukan vaksinasinya. Ini harus diorganisir agar bisa ditangani dengan baik,” ujarnya.

Sementara, Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Sumatera Selatan, Supriono berkisah, kejadian PMK di wilayah Sumatera Selatan bermula dari adanya lalu lintas hewan ternak yang masuk ke Kota Lubuklinggau pada bulan Mei 2022.

Selang beberapa waktu kemudian, virus PMK menyebar ke delapan kabupaten/kota lainnya meliputi Musi Rawas, OKI, Palembang, Lahat, Banyuasin, Pali dan Muara Enim. Sebagai upaya penanganannya, Supriono mengatakan bahwa seluruh komponen terkait di Provinsi Sumatera Selatan segera mengambil langkah-langkah strategi mulai dari membentuk gugus tugas, pendirian posko, distribusi logistik seperti vaksin, disinfektan, obat dan vitamin. Kemudian dilanjutkan pembatasan lalu lintas hewan, produk hewan rentan PMK sampai dengan peningkatan komunikasi, informasi dan edukasi kepada masyarakat. “Berkat kerja sama dan koordinasi yang terjalin dalam Satgas Penanganan PMK di Sumsel, kejadian PMK bisa dikendalikan,” terang Supriono.

Data per Rabu (19/10), ternak terdampak PMK di Sumatera Selatan ada sebanyak 271 ekor dengan tingkat kesembuhan mencapai 87,82 persen atau 228 ekor. Sementara ternak yang mati tercatat ada sebanyak 12 ekor dan potong bersyarat sebanyak 31 ekor. Berdasarkan data siagapmk_crisis center, capaian vaksin PMK di Sumatra Selatan sudah mencapai 85.312 dosis atau 69,93 persen dari total vaksin yang didistribusikan sebanyak 122.200 dosis.

Sekda Provinsi Sumsel yang juga Ketua Satgas Penanganan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) Provinsi Sumsel dalam sambutannya menjelaskan PMK adalah penyakit infeksi virus yang bersifat akut dan sangat menular. Penyakit ini menyerang semua hewan berkuku belah/genap, seperti sapi, kerbau, babi, kambing, domba termasuk juga hewan seperti gajah, rusa dan sebagainya.

PMK menurutnya  menular sangat cepat melalui kontak langsung. tidak langsung dan dapat ditularkan melalui udara. Namun demikian daging tetap dapat dikonsumsi oleh manusia dengan persyaratan pemotongan yang ketat dan organ terinfeksi harus dimusnahkan (agar tidak menyebarkan virus ke ternak).

Tak hanya menular dengan cepat,  potensi kerugian ekonomi akibat PMK di Indonesia dapat mencapai Rp9,9 triliun per tahun (akibat penurunan produksi, kematian ternak, harga jual murah), pelarangan/pembatasan ekspor ternak, produk ternak dan turunannya (olahan daging, susu, kulit, dan produk sampingan ternak, serta biaya vaksinasi). “PMK disebabkan oleh virus, tidak ada obat tapi dapat dicegah dengan vaksinasi serta lesi pada kaki dan mulut dapat sembuh (setelah diberikan terapi antibiotik, antipiretik, multivitamin dll),” jelasnya.

Kejadian PMK di wilayah Sumsel bermula dari adanya lalu lintas hewan masuk ke kota Lubuklinggau pada bulan Mei 2022, kemudian menjangkit ke 8 kabupaten/kota lainnya (Musi Rawas, OKI, Palembang, Lahat, Banyuasin, Pali dan Muaraenim). Berkat kerjasama dan koordinasi yang terjalin dalam satgas penanganan PMK di Sumsel, kejadian PMK di Sumsel bisa dikendalikan.

Adapun Strategi pengendalian PMK di Sumsel dilakukan dengan beberapa aksi. Pertama yakni membentuk gugus tugas, membentuk posko, kedua melakukan distribusi bantuan logistik (vaksin, desinfektan, obat, vitamin. Ketiga melakukan pembatasan lalu lintas hewan, produk hewan rentan PMK. Keempar melakukan peningkatan komunikasi, informasi dan edukasi ke masyarakat.

“Untuk itu melalui rapat evaluasi ini Saya harap semua pihak terkait dapat meningkatkan kinerja pemberantasan PMK. Semoga target vaksinasi Provinsi Sumsel dapat mencapai 100 persen bahkan lebih. Untuk itu kita meningkatkan kerjasama sebaik mungkin,” paparnya. (kbs/red)