- Diapresiasi Ketua KPPU RI, Dandim 0402 Sebut Pembangunan Koperasi Merah Putih di OKI Sudah 83 Persen
- Menhan dan PWI Pusat Agendakan 200 Wartawan Ikut Retret di Akmil Magelang
- Jelang Pergantian Tahun, Pemerintah Percepat Pemulihan Bencana Sumatera
- Dianiaya di SPBU, Istri Almarhum Ketua SMSI Musi Rawas Polisikan Tetangga
- Jejak Melayu Jambi di Nganjuk, Hidup Damai Seribu Tahun
Target 2045 Indonesia Jadi Negara Maju
JAKARTA, SIMBUR – Indonesia ditarget menjadi negara maju pada 2045. Hal itu diungkap Joko Widodo dalam pidato pertamanya sebagai Presiden bersama pasangannya KH Ma’ruf Amin sebagai wakil presiden periode 2019-2024.
Jokowi menegaskan, tahun 2045 atau satu abad Indonesia merdeka, mestinya negara ini telah keluar dari jebakan pendapatan kelas menengah. Indonesia telah menjadi negara maju dengan pendapatan yang menurut perhitungan Rp320 juta perkapita per tahun, atau Rp27 juta per kapita per bulan.
“Itulah target bersama. Mimpi tahun 2045 produk domestik bruto Indonesia mencapai US$ 7 triliun, sudah masuk dalam lima besar ekonomi dunia dengan kemiskinan mendekati nol persen. Harus mendekati ke sana,” kata Presiden dalam pidatonya pada rapat paripurna di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Minggu (20/10).
Pemerintah, lanjut presiden, sudah melakukan kalkulasi dan target tersebut sangat masuk akal serta sangat memungkinkan untuk dicapai. Namun semua itu tidak datang secara otomatis dan mudah, harus disertai dengan kerja keras, cepat dan produktif.
Presiden Jokowi memaparkan visi misi pemerintah untuk lima tahun ke depan. Baginya, pada periode keduanya itu, saatnya semua program yang dilakukan harus dirasakan dan bermanfaat bagi masyarakat. Dikatakan, dalam dunia yang sangat dinamis dan kompetitif, pemerintah harus terus mengembangkan cara-cara dan nilai yang baru. Jangan sampai terjebak dalam rutinitas yang monoton. Inovasi bukan hanya pengetahuan, tetapi juga budaya.
“Jangan lagi kerja berorientasi pada proses tetapi kepada hasil yang nyata. Saya sering mengatakan pada para menteri bahwa tugas kami bukan hanya membuat dan menjalankan kebijakan, tetapi membuat masyarakat menikmati pelayanan dan pembangunan,” ujarnya.
Seringkali birokrasi melaporkan bahwa program telah dijalankan, anggaran telah dibelanjakan, dan laporan akuntabilitas telah selesai. Tetapi setelah dicek ke lapangan dan ditanyakan ke rakyat, ternyata mereka belum merasakan manfaat dan hasilnya.
“Sekali lagi, yang utama itu bukan proses tetapi hasilnya. Cara mengeceknya mudah. Jika kita mengirim pesan akan ada notifikasi sent, lalu jika diterima berubah menjadi delivered. Tugas kita menjamin delivered bukan hanya sent. Saya tidak mau birokrasi hanya sending saja, saya minta dan akan saya paksa bahwa tugas birokrasi adalah making delivered,” tegasnya disambut tepuk tangan.
Dilanjutkan, Saat ini Indonesia sedang berada di puncak bonus demografi, dimana penduduk usia produktif lebih banyak daripada usia tidak produktif. Itu adalah tantangan besar sekaligus kesempatan besar. “Itu menjadi masalah besar jika kita tidak mampu menyediakan lapangan kerja. Tetapi akan menjadi peluang besar ketika kita mampu membangun SDM yang unggul,” tekannya.
Didukung ekosistem politik dan ekonomi yang kondusif, ada empat hal penting yang akan dikerjakan dalam lima tahun ke depan. “Pertama, pembangunan SDM yang unggul. Namun hal itu tidak bisa dicapai dengan cara lama tetapi dengan cara baru. Kedua, pembangunan infrastruktur akan kami lanjutkan. Infrastruktur yang menghubungkan kawasan industri dan distribusi, mempermudah akses ke kawasan pariwisata, yang mendongkrak lapangan kerja baru yang mengakselerasi nilai tambah perekonomian rakyat,” ungkapnya.
Ketiga, segala bentuk kendala regulasi harus disederhanakan, dipotong, dipangkas. “Pemerintah akan mengajak DPR untuk menerbitkan dua Undang-undang (UU) besar yaitu UU cipta lapangan kerja dan UU pemberdayaan UMKM. Masing-masing UU tersebut sekaligus merevisi puluhan UU yang menghambat pengembangan lapangan kerja dan UMKM,” tegas Jokowi.
Terakhir adalah penyederhanaan birokrasi yang harus terus dilakukan besar-besaran. “Eselonisasi harus disederhanakan. Ke depan menjadi dua level saja, diganti dengan jabatan fungsional yang menghargai keahlian, kompetensi,” pungkas Jokowi. (dfn)



