- Pangdam II/Sriwijaya Ikuti Rakor Virtual Tingkat Menteri soal Peluncuran Desk Koordinasi Penanganan Karhutla dan Perlindungan PMI-TPPO
- Perkuat Keamanan dan Pembinaan, Kodim 0415/Jambi Jalin Sinergi dengan Lapas Kelas IIB Muara Bulian
- Petik Berkah Ramadan, Korem 043/Gatam Berbagi Takjil Gratis untuk Masyarakat
- Cuaca Ekstrem Berpotensi Bencana, Sumsel Dilanda Hujan Deras hingga Jelang Lebaran
- Jaksa KPK Ragukan Keterangan Berbeda dari Terdakwa Kontraktor
Pemprov Sumsel Wajib Ganti Rugi Lahan Proyek Masjid Sriwijaya Rp13,8 Miliar

Pembangunan Masjid Nasional Sriwijaya yang digadang-gadang menjadi masjid termegah di Indonesia dan tercantik di Asia diduga belum clean and clear. Pasalnya, ganti rugi Rp13,8 miliar belum dilunasi bahkan menurut informasinya belum sama sekali dibayarkan kepada ahli waris warga pemilik lahan selama hampir dua tahun. Putusan itu wajib dipenuhi Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan setelah kalah telak dalam gugatan banding hingga kasasi serta peninjauan kembali (PK) di Mahkamah Agung (MA). Berikut laporan Simbur hasil penelusuran informasi tersebut.
PALEMBANG, SIMBUR – Bukan hanya persoalan dana yang menjadi cerita di balik fondasi Masjid Sriwijaya. Ganti rugi kepada ahli waris tanah tersebut belum dibayarkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumsel selama hampir dua tahun. Kewajiban tersebut berdasarkan hasil putusan sidang perkara di Mahkamah Agung (MA) dengan nomor perkara 1637.K/PdT/2017.
Kuasa hukum ahli waris pemilik lahan, Rustam Saleh SH mengungkapkan jika sejak putusan MA (September 2017) ketok palu. Menurut dia, kliennya belum sepeser pun menerima ganti rugi lahan. “Sesuai dengan putusan MA, mereka (Pemprov Sumsel) harus bayar (ganti rugi). Sampai sekarang belum dibayarkan dan itu sejak September 2017. Semestinya hanya enam bulan (tenggat waktu bayar ganti rugi). Ini sepeserpun belum dibayar,” tegasnya kepada Simbur Sumatera saat dikonfirmasi beberapa waktu lalu.
Rustam Saleh yang tergabung dalam Law Firm Rustam Husni Saleh SH & Rekan itu, menceritakan kronologi sengketa yang telah mereka menangkan. Diceritakan Rustam, tanah Masjid Sriwijaya itu punya ahli waris (alm. Yahuya Bin Madun) dan jelas terpampang di papan. Ahli waris melalui istri almarhum Yahuya Bin Madun, Siti Khadijah dan kawan-kawan kemudian menunjuk pihaknya sebagai kuasa hukum untuk menggugat di pengadilan Negeri (PN) Palembang. “Gugatan kami sebesar Rp 200 miliar, dan dikabulkan oleh hakim Rp 13,8 miliar. Setelah itu mereka (Pemprov Sumsel) melakukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Palembang. Hasilnya putusan PT menguatkan hasil putusan PN Palembang,” ujarnya.
“Mereka lalu melakukan upaya kasasi ke Mahkamah Agung (MA), mungkin mereka mau menghambat (memperlama) saja. namun, mereka kalah lagi (di MA). Tidak sampai disitu, mereka kemudian melakukan peninjauan kembali (PK), dan kembali kalah,” tambah Rustam.
Rustam menegaskan jika dalam kasus tersebut, pihaknya menggugat Gubernur Sumsel yang saat itu masih dijabat oleh Alex Noerdin, atas nama negara. Dalam hal ini pemerintah Provinsi sebagai perwakilan negara di daerah harus membayar ganti rugi sesuai dengan hasil putusan MA. “Harapan kami, tolong disampaikan kepada Gubernur baru (Herman Deru) terkait masalah ini,” pungkasnya.
Menanggapi perkara tersebut, Gubernur Sumsel, Herman Deru menyesalkan sebab pembangunan Masjid Sriwijaya dianggap belum layak dilakukan karena belum clear and clean (jelas dan bersih).
“Inilah nah. Itukan persoalannya. dulu dihibahkan kepada yayasan itu status tanahnya belum clear and clean. Ternyata ada yang kalah kan di pengadilan (Pemprov Sumsel). Katanya Musawir yang menang. Inikan yang menjadi problem (masalah). Harus duduk bersama-sama, harus diperbaiki sama-sama,” ujarnya saat dikonfirmasi Simbur beberapa waktu lalu.
Terkait itu, Gubernur Herman Deru berencana untuk mengundang pihak-pihak yang berkepentingan dalam perkara tersebut. “Ini harus dipanggil lagi yayasan dan semuanya yah,” singkatnya.
Dari penelusuran Simbur, jelas Pemprov Sumsel kalah telak atas gugutan Siti Khodijah binti Bidin, Musawir bin Yahuza, Suhartati, Rismarini, dan Erna Astuti yang semuanya merupakan ahli waris dari almarhum Yahuza bin Madun. Putusan PN nomor 200/PdT.G/2015/PN.PLG jelas memenangkan pihak ahli waris dan berhak mendapatkan ganti rugi sebesar Rp13,8 miliar. Begitupun keputusan sidang banding PT nomor 102/PDT/2016/PT.PLG semakin menguatkan putusan PN Palembang. Putusan MA dalam sidang kasasi dengan nomor 1637.K/PdT/2017, semakin menenggelamkan Pemprov Sumsel dan mewajibkan untuk melunasi utang kepada ahli waris dalam jangka waktu enam bulan.
Diwartakan sebelumnya, pendanaan yang diperoleh dari Yayasan Masjid Nasional Sriwijaya ini dilaksanakan melalui saweran para pengurus yayasan masjid nasional Sriwijaya. Yang tidak lain dan tidak bukan adalah tokoh-tokoh nasional asal Sumatera Selatan, seperti mantan Ketua Komisi Yudisial yang juga Pembina Yayasan Masjid Nasional Sriwijaya Jimly Asshidiqie, mantan anggota DPR RI Asmawati dan Mala Fatma Noerdin, serta beberapa tokoh lainnya.
Saweran yang dilakukan para pengurus dan tokoh-tokoh asal Sumsel yang notabene berkiprah di kancah nasional ini/ guna mendukung kelancaran pembangunan Masjid Raya Sriwijaya agar segera rampung dan berkelanjutan. Selain mendapat suntikan dana dari Islamic Development Bank dan negara-negara Islam lainnya juga peran serta putra putri Sumsel yang saling bersinergi bersatu padu turut serta dalam pembangunan masjid.
Diberitakan Simbur pada 2 Juni 2017 lalu, pembangunan Masjid Sriwijaya Palembang yang ditargetkan rampung tahun 2018 ternyata molor dan mangkrak akibat pembebasan lahan. Dua tahun terakhir (2016 – 2017) diketahui telah menyerap danah hibah Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Selatan (Sumsel) sebesar Rp130 miliar dari total anggaran yang dibutuhkan sebesar Rp1,4 triliun. Hal itu disampaikan oleh Ketua Panitia Pembangunan Masjid Sriwijaya yang sekaligus Sekretaris Jenderal (Sekjen) Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya Palembang, Prof Marwah M Diah usai Rapat Penjelasan Kemajuan Fisik Pembangunan Masjid Sriwijaya kala itu.
Menurut Marwah, bantuan dana hibah dari Pemprov sebesar Rp80 miliar untuk tahun 2017. Sebelumnya, tahun 2016 Pemprov sudah mengeluarkan dana untuk pembangunan masjid Sriwijaya sebesar Rp50 miliar. Sampai saat ini sudah berjumlah Rp130 miliar dari kebutuhan sebesar Rp1,4 triliun.
Dijelaskan, untuk biaya pembangunan fisik masjid saja, membutuhkan anggaran sebesar Rp668 miliar. “Jadi Rp1,4 triliun itu adalah biaya seluruhnya termasuk infrastruktur pendukung seperti gudung serba guna, sekolah, taman, perpustakaan, bisnis center, islamic center dan lain-lain,” ungkapnya.
Diwartakan pula sebelumnya, H Alex Noerdin yang saat itu menjabat Gubernur Sumsel menjelaskan jika selama proses pembangunan, baik panitia maupun pemerintah menemui banyak kendala, termasuk mengenai pendanaannya. Alex Noerdin tidak ingin berspekulasi dan telah berusaha mencari bantuan tanpa membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APDB).
“Kalau pakai APBD terlalu besar. Tidak sanggup APBD mendukungnya, apalagi APBD banyak untuk yang lain. Jadi harus mencari bantuan dari pihak ketiga, baik itu dalam maupun luar negeri,” ungkap Alex kala itu.
Tertundanya pembayaran hutang Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Selatan (Sumsel) atas lahan milik ahli waris almarhum Yahuza Bin Madun, sejak Mahkamah Agung (MA) menolak upaya kasasi pemprov Sumsel menjadi tanda tanya banyak pihak. Pasalnya, pembayaran hutang atas tanah seluas 79.735 meter persegi itu, bisa saja menggunakan APBD. Hal itu disampaikan kepala Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Sumsel, Maman Abdulrachman SE MM kepada Simbur saat ditemui dikantornya belum lama ini.
“Ya bisa (untuk membayar utang ganti rugi). APBD itu diantaranya ada akun untuk membayar utang. APBD disusun oleh TAPD dibawah pimpinan daerah. Setelah itu dimasukkan ke DPRD dan dibahas lagi dengan badan anggaran (banggar),” ungkapnya.
Artinya lanjut kepala BPK, dua lembaga iti baik bupati maupun DPRD sudah setuju. “Kalau keduanya setuju, maka ditetapkanlah peraturan daerah tentang APBD,” pungkasnya. (dfn)
(Baca berita selengkapnya di surat kabar Simbur Sumatera edisi XXVIII)