Tongkang Batu Bara Kangkangi Perda

Banyak kapal/tongkang batubara yang lalu lalang di bawah jembatan Ampera. Rutinitas itu adalah pemandangan umum di perairan sungai Musi. Dari banyak kapal yang melintas, ternyata masih ada pemilik tongkang yang nakal dengan mengabaikan peraturan daerah demi mengeruk keuntungan semata. Padahal, sesuai aturannya kapal/tongkang yang mempunyai bobot diatas 300 feet dilarang melintas di sungai Musi.

 

————–

 

PALEMBANG – Keberadaan jembatan Ampera sangat penting dalam menghubungkan daerah Seberang Ulu dengan Seberang Ilir. Apalagi jembatan yang resmi beroperasi penggunaannya sejak 30 September 1965 itu sudah beberapa kali ditabrak oleh kapal tongkang dengan muatan dan ukuran yang besar, sehingga dikhawatirkan tabrakan itu akan mempengaruhi ketahanan jembatan. Oleh karena itu, pemerintah kota Palembang bersama dengan DPRD Kota Palembang telah mengeluarkan Peraturan Daerah No 14 tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Transportasi. Tujuan regulasi itu adalah untuk melindungi jembatan ampera agar tidak lagi ditabrak kapal tongkang yang bermuatan besar.

Pada pasal 106 Perda No 14/2011 itu dijelaskan bahwa setiap kapal/tongkang yang melintasi di bawah jembatan Ampera harus memiliki ketentuan, yaitu ketinggian muatan tongkang tidak melebihi delapan meter, bagian atas muatan harus rata atau tidak kerucut, wajib dipandu petugas Otoritas Pelabuhan dan/atau Unit Penyelenggara Pelabuhan serta pengamanan dan pengawasan lalu lintas di sekitar jembatan Ampera dilakukan petugas Dinas Perhubungan. Lalu, berlayar harus siang hari, terakhir tongkang yang diperbolehkan melintasi di bawah jembatan Ampera maksimal Length Over All (LOA) 300 feet dengan lebar maksimal 28 meter dan ditarik oleh kapal tunda minimal 1765 KW serta tug boat pendorong 1761 KW yang memenuhi persyaratan kelaikan laut.

Apabila ada kapal/tongkang di perairan sungai Musi yang mengakibatkan rusaknya fasilitas milik pemerintah seperti pelabuhan dan jembatan maka wajib memberikan jaminan kerusakan minimal Rp150 juta kepada pemerintah kota Palembang sambil menunggu selesainya penetapan besaran ganti rugi dari hasil pemeriksaan tim teknis terkait. Peraturan daerah itu lalu diperkuat lagi dengan keluarnya surat edaran No. UM.003/4/6/KSOP.PLG-16 tentang Lalu Lintas Kapal di Bawah Jembatan Ampera dari Kantor kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas II Palembang sejak tanggal 30 Maret 2016 yang ditandatangani Kepala KSOP Kelas II Palembang, Dian Lesmana.

Dalam edaran tertulis, tongkang batubara yang melintas di bawah jembatan Ampera berukuran maksimal 270 feet dengan memenuhi persyaratan nautis dan apabila akan menggunakan tongkang 300 feet harus dipandu kapal tunda dengan kapasitas mesin minimal 2200 HP. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, berdasarkan penelusuran Simbur Sumatera pada Sabtu (24/09), ternyata fakta di lapangan terdapat ada kapal yang mengabaikan perda tersebut. Pukul 13.00 WIB, wartawan koran ini bergerak dengan menyewa speed boat dari kawasan 16 Ilir untuk menyelidiki keberadaan kapal/tongkang itu berdasarkan informasi yang diperoleh.

Setelah menempuh perjalanan sekitar setengah jam, terlihat dari kejauhan aktivitas tongkang Kapuas Jaya 315 sedang melintas sungai Musi dari arah perairan Gandus. Kapal/tongkang milik PT Pelayaran Kapuas Jaya Samudera itu melebihi batas maksimum ukuran kapal yang boleh melintas dibawah Jembatan Ampera itu terlihat tetap dapat beroperasi. “Nah, itu tongkangnya. GT-nya 3632. Muatan 8600 ton. ” ujar seorang informan kepada Simbur Sumatera. Setelah olah data yang diperoleh, ternyata berdasarkan surat ukur internasional No. 4049/HH yang dikeluarkan Kepala KSOP Pontianak, tongkang itu mempunyai panjang keseluruhan (Length Over All), yakni 94,49 meter. Artinya, apabila dihitung ke dalam satuan feet maka tongkang itu mempunyai LOA 310 feet.

Menurut pantauan Simbur Sumatera, kapal tersebut memang terlihat berbeda dari segi ukuran dengan kapal/tongkang batubara yang lainnya. Tongkang tersebut ditarik dan dipandu oleh kapal Johan Jaya 125 dengan GT 232 sampai di perairan Kertapati. Setelah itu, tongkang itu ditarik dan dipandu oleh kapal TB Tanjung Buyut 2-212 milik Pelindo II menyusuri sungai Musi untuk melintas di bawah jembatan Ampera. “Kapal pandu mereka hanya batas perairan Kertapati, sebab kalau mereka mau dipandu dari awal perairan butuh banyak biaya. Makanya mereka punya pandu sendiri sehingga bisa hemat biaya.” ujar informan. Tongkang itu telah beroperasi keluar masuk Palembang sekitar enam bulan lalu.

Menariknya, diduga ada oknum TNI yang memback-up masuknya kapal/tongkang itu dengan turut campur dalam pengurusan kapal/tongkang di keagenan kapal. “Waktu itu ada pihak TNI yang membantu pengurusan kapal/tongkang tersebut. Surat spesifikasi kapal/tongkang itu ada di agen. Kalau pun diminta mungkin sulit. Sebab ada pihak yang melindunginya,” jelas informan lagi seusai menyusuri sungai Musi.

Walikota Palembang, Harnojoyo mengatakan apabila setiap yang melanggar aturan harus diberi sanksi sesuai mekanisme dan hukum yang berlaku. “Kita bersama-sama menjadi pengawas. Jadi, jika ada masyarakat yang melihat pelanggaran perda harus segera dilaporkan biar bisa diproses secara hukum. Kita akan tindak mereka itu,” ungkapnya kepada wartawan koran ini di Kertapati, Sabtu (15/10) seusai menemani Menteri Perhubungan meninjau proyek LRT.

Sementara itu, menurut seorang praktisi pelabuhan di Sumsel mengatakan  pada hakikatnya, Perda yang mengatur lalu lintas kapal di sungai Musi itu merupakan upaya untuk menjaga kekokohan jembatan Ampera sebagai salah satu icon kota Palembang. Sebab apabila tidak dibuat aturan ketat maka dapat saja terjadi kecelakaan kapal sehingga menyentuh pondasi Jembatan. “Jika hal itu terjadi, bukan tidak mungkin pondasi jembatan Ampera bergeser yang mengakibatkan ambruknya jembatan. Hal ini sebenarnya sudah dipikirkan sejak dulu mengingat usia jembatan Ampera yang sudah tua,” terangnya.

Sesuai Perda No. 14/2011, lanjutnya, kapal/tongkang batubara yang tidak taat aturan seharusnya dilarang untuk melintas di bawah Jembatan Ampera demi menjaga jembatan peninggalan Jepang tersebut kokoh berdiri sebagai cagar budaya yang tetap terjaga dari fisik dan sejarahnya. “Apabila pelanggaran ini terus dibiarkan, tidak menutup kemungkinan akan ada kapal-kapal yang lain melakukan hal serupa. Perda itu dibuat pada 2011, artinya kita duga kemungkinan sudah banyak kapal/tongkang yang melanggar perda sehingga dengan mudahnya melenggang masuk melintas di bawah jembatan Ampera,” tegasnya.

“Sebenarnya pusat pelabuhan barang di Palembang ada di Boom Baru, hanya saja pusat kegiatan ekonomi atau pengangkutan batubara lebih banyak di daerah Bukit Asam dan MK. Secara otomatis, kapal pengangkut batubara akan selalu melewati jembatan Ampera yang merupakan situs bersejarah. Makanya lalu lintas di bawah Ampera diatur dalam perda. Kebijakan itu selanjutnya diserahkan kepada pihak syahbandar (KSOP) untuk dilaksanakan dan dipatuhi oleh seluruh perusahaan pelayaran, nakhoda dan para pandu,” ungkapnya.

Ke depan, dirinya menilai pihak yang paling bertanggung jawab atas segala hal mengenai lalu lintas sungai Musi seharusnya menindak kapal yang melanggar Perda dengan menghentikan izin operasionalnya. “Pemerintah kota Palembang beserta DPRD kota harus mengusut pelanggaran yang sudah dilakukan kapal/tongkang Kapuas Jaya 315 apabila terbukti melanggar. Sebab jika pelanggaran terus dibiarkan akan berbahaya bagi keberadaan jembatan Ampera serta jembatan Musi 4 dan Musi 6 yang sedang dibangun yang letak keduanya berada di hilir sungai Musi,” jelasnya.

Terkait adanya oknum yang terlibat, praktisi pelabuhan itu angkat bicara bahwa wilayah pelabuhan memang sangat rawan terjadi tindak pidana suap dan lainnya. “Pelanggaran ini diduga penuh dengan kongkalikong melibatkan agen pelayaran dan petugas syahbandar. Dugaan ini bukan tanpa dasar sama sekali sebab semua kapal yang mau masuk harus mendapat izin gerak dari syahbandar. Setelah mendapatkan izin gerak, diserahkan lagi kepada kepanduan yang akan memandu jalur kapal melewati jembatan Ampera. Biaya untuk semua proses itu mulai dari masuk sampai keluar sekitar 75 juta khusus untuk angkutan batu bara,” ungkapnya.

“Sebaiknya ke depan, kapal/tongkang batubara tidak lagi melewati jembatan Ampera, artinya pengangkutan batubara lebih baik dialihkan ke moda kereta. Sungai Musi diarahkan hanya diperuntukkan untuk kapal-kapal yang ukuran drafnya setengah meter dan kapal-kapal yang akan ke Palembang seperti kapal wisata. Keterbukaan Informasi Publik melalui seminar dan usulan-usulan yang bermuara pada pelestarian jembatan Ampera harus diagendakan pemerintah kota. Jangan sampai hanya karena rupiah, kepentingan dan keselamatan publik diabaikan,” urainya. (tim/berbagai sumber)

Leave a Comment