- Pastikan Kesiapan Satuan, Pangdam II/Sriwijaya Kunjungi Kodim 0418/Palembang
- Dewan Pers Perkuat Legal Standing Ketua Umum PWI Pusat Zulmansyah Sekedang
- Arizki Fil Bahri Jadi Plt Ketua PWI Natuna, Raja Isyam Azwar Direstui Rekrut Anggota PWI Riau
- Pipa Induk Milik Perumda Tirta Musi Pecah akibat Pergerakan Tanah, Warga Talang Jambe Keluhkan Air Bersih Sering Tidak Mengalir saat Cuaca Ekstrem
- Dandim 0401/KBL Terima Kunjungan Kapolres Bandar Lampung
Terdakwa Bantah Dapat Fee dari Proyek Jargas, Hakim: Saksi Jangan kayak Ayam sama Telur

PALEMBANG, SIMBUR – Kasus dugaan tindak pidana korupsi, proyek jaringan instalasi pipa gas alam (jargas), oleh PT Sarana Pembangunan Pembangunan Jaya (SP2J) tahun 2019 senilai Rp 21,5 miliar, menelan kerugian negara Rp 3,9 miliar lebih. Persidangannya digelar Kamis (26/9/24) pukul 19.00 WIB, dengan agenda keterangan saksi – saksi.
Ketua majelis hakim Pitriadi SH MH didampingi Khoiri Akhmadi SH MH memimpin persidangan di Pengadilan Negeri Palembang kelas IA khusus. Empat terdakwa, AN Direktur Utama PT SP2J. Terdakwa AR selaku eks Direktur Jargas.
Ketiga, terdakwa R, sebagai eks Direktur Keuangan Jargas, didampingi kuasa hukumnya Nurmala SH MH. Sementara terdakwa S selaku eks Direktur Keuangan PT SP2J, didampingi kuasa hukumnya Redho Junaidi SH MH.
Advokat Nurmala SH MH mencecar saksi Ari selaku manajer di Jargas, ditanya perihal barang bukti fiting yang disita, kemudian masalah pajak, saksi telah berkonsultasi dengan Ridho dibagian keuangan pusat.
“Saudara saksi Ari, apakah menerima fee?’ tanya Nurmala.
“Fee diberikan dari PT WSKT ke pak Sarno tukang, lalu ditarik diserahkan ke AN (terdakwa). Saya sama pak Indra yang meminta ke vendor, lalu disetor ke rekening Sarno,” kata saksi Ari.
Saksi Ari mengatakan terkait fee ada uang Rp 90 juta dan ada fee Rp 94 juta, sewaktu dirapat SP2J dewan direksi menyebut senilai Rp 800 juta, untuk kebutuhan perusahan.
“Yang koordinasi dengan vendor pipa kami, dimana rapat terkait swakelola ada empat kali, 4 orang dewan direksi atau terdakwa hadir saat rapat,” timpal Ari.
Nurmala menyebutkan, dalam kasus ini jumlah saksi termasuk sedikit, hanya 25 orang, jika dibanding kasus korupsi lainnya.
“Saksi jadi siapa direksi yang mengarahkan? kalau lupa tidak apa, kalau pura – pura lupa, itu yang tidak boleh? Kenapa kamu tidak bisa menjawab pertanyaan mudah? siapa yang ngomong apa mimpi? Ingat pasal 21 dan pasal 22 KUHP bila memberi keterangan palsu, ancamannya 12 tahun,” desak hakim ketua, Pitriadi.
Saksi Ari mengungkapkan, supaya pihak vendor pipa, menyiapkan fee Rp 800 juta, untuk kebutuhan perusahaan. Dan setiap pencairan harus diberikan ke pak Nopan (terdakwa), dipotong sebelum tukang bekerja, karena kebutuhan direksi khususnya AN.
Nurmala kembali mengingatkan saksi Ari, bahwa keterangannya menentukan nasib 4 orang terdakwa merupakan atasannya.
Sebagaimana dakwaan JPU, dalam kasus instalasi pipa jargas ini, negara dirugikan Rp 1,8 miliar dan orang lain Rp 2 miliar lebih. Dengan menguntungkan terdakwa Ahmad Nopan Rp 1,8 miliar dan orang lain. Menggunakan dana APBD senilai Rp 21 miliar, dengan proyek telah selesai.
Keterangan kedua, dari saksi Soraya selaku staf keuangan jargas. Nurmala menyinggung, soal pemotongan gaji tukang Rp 10 ribu dan 20 ribu. “Itu atas perintah siapa?”
Soraya mengatakan, bahwa pemotongan uang Rp 10 ribu dan 20 ribu dari para tukang, atas perintah Ari dan Indra. Gaji tukang dibayar seminggu sekali, sesuai progres pekerjaan. Ditandatangani Indra sebagai ketua pelaksana dan ketua pengawas. AR sebagai PPK juga bertanda tangan,” kata Soraya.
Soraya juga menegaskan, dari pagu anggaran Rp 21 miliar, masih ada sisa Rp 1,4 miliar, meski pekerjaan sudah 100 persen. “Sisanya tidak tahu, karena diajukan ke kantor pusat di Km 12, dana sisa, karena tidak ada pembelian, seperti gas detektor. Ada juga disita barang stok dan uang Rp 20 juta dari gudang, oleh jaksa,” jelas Soraya.
Berikutnya majelis hakim Khoiri Akhmadi SH MH, giliran meminta penegasan dari saksi Ari sebagai manajer di Jargas.
“Saksi terlibat dalam negosiasi langsung? Seperti pembelian material, apa itu dibenarkan? atau sifatnya mengambil alih?” tanya Khoiri.
“Saya berkomunikasi ke vendor untuk pipa. Dan untuk negosiasi itu tidak dibenarkan. Saya sama pak Indra, yang membicarakan pembelian (instalasi pipa),” ujar Ari.
Khori Akhmadi terus mendalami keterangan saksi Ari. “Saksi siapa yang mengusulkan, ide pemotongan upah tukang? dan upah penyambungan pipa? Saksi jangan kayak ayam sama telur. Saksi sudah disumpah!,” tegas hakim.
“Itu inisiatif saya sama pak Indra, yang mulia, kemudian disampaikan ke mandor tukang. Itu ide kami berdua,” kata Ari.
“Kemudian siapa yang memerintah saksi bertemu pak Pekik Daru Putranto selaku vendor pipa di Tangerang? soal permintaan fee. Ingat saksi, jangan salah, jangan – jangan ada yang ditutup – tutupi!”
“Tidak ada pak, itu inisiatif kami,” kata saksi Ari.
JPU Kejaksaan Tinggi Sumsel pun, mendesak saksi Ari, supaya menjelaskan siapa yang memerintah saksi, jangan mengambang!
“Direksi empat orang, untuk fee Rp 800 juta,” cetus Ari.
“Berapa fee yang saksi terima? Dan pak AN (terdakwa) bilang apa?” timpal Khoiri.
“Fee senilai Rp 250 juta, dengan total Rp 750 juta, bertahap dikirim ke rekening pak Sarno tukang. Terus kami berdua lapor ke AN (terdakwa), itu harus cepat lapor. Kata AN, cepat mana uangnya,” cetus saksi Ari.
“Untuk fee sebesar Rp 750 juta itu, tiga kali diberikan? Jadi sudah ada meansrea ya,” cecar Khoiri.
“Bertahap yang mulia, kenapa tidak pakai rekening saya, karena takut ketahuan, jadi pakai rekening pak Sarno,” ujar Ari.
“Selain AN? dari pemberian itu, saksi Ari dan Indra dapat berapa? dari pak Pekik?” timpal Khoiri.
“Hanya pak AN saja yang mulia. Saya tidak ada, malah kena marah ada. Dari pak Pekik juga tidak ada,” kelit saksi.
Khori mengingatkan keterangan saksi harus bisa dibuktikan, dan sudah disumpah, sebab menyangkut nasib para pimpinan saksi.
“Saya tidak menerima sama sekali, hanya gaji dan honor saya, sebagai manajer. Semua itu saya lakukan, karena untuk kepentingan perusahaan,” ujar Ari.
Khoiri Akhmadi selanjutnya memeriksa saksi Soraya sebagai staf keuangan jargas.
Apakah saksi sering diperintah tidak jujur? Apa tidak bertanya ini jujur atau tidak?
Saksi Ari bisa dijerat, karena ada peran serta. Sebab total potongan sampai sekian miliar. “Saksi Soraya apakah dapat untung? ”
Soraya mengaku, sering diperintah tidak jujur, karena perintah atasan. Dimana uang potongan upah itu, saksi serahkan ke saksi Indra dan Ari, sejak awal tahun 2019 sampai bulan Maret tahun 2020.
“Saya tidak dapat, karena hanya menjalankan perintah. Saya dapat bonus saja, saat pembayaran honor, dikasih Indra sama pak Ari sebesar Rp 9 juta. Selama ini, saya tidak pernah dapat bonus,” ungkap Soraya.
Terakhir Saksi Ari menegaskan, ada penyerahan uang Rp 750 juta dan Rp 950 juta bertahap ke terdakwa dari 2019 – 2020. Dilakukan di luar kantor dan di jalan dua kali.
Terdakwa AN sendiri membantah keterangan saksi Ari, bahwa tidak ada penyerahan uang Rp 750 juta.
Terdakwa AN, malah menampik keterangan saksi Ari, ia tidak menerima sepeserpun sebagai dewan direksi.
Lalu terdakwa R, juga melayangkan keberatan, soal ada rapat meminta Rp 800 juta. “Saya malah wanti – wanti, jangan ada fee, mark up, proyek harus selesai, sesuai aturan sejak awal,” ujarnya.
Serta terdakwa S, juga menampik keterangan Ari sang manager, dimana tidak ada rapat soal pemotongan gaji tukang dan pemasangan pipa, “Tidak ada rapat direksi minta Rp 800 juta, untuk kebutuhan perusahaan,” tukasnya. (nrd)