Sekolah Unggulan Boleh Pungut Biaya, Wagub: Ruangan Guru Mirip Hotel

PALEMBANG, SIMBUR – Program sekolah gratis yang dicanangkan sejak sepuluh tahun lalu sebentar lagi akan berakhir. Sebab, Pemprov Sumsel sedang menggodok peraturan daerah (perda) baru. Sekolah gratis hanya berlaku pada sekolah standar saja. Bagi sekolah unggulan diperbolehkan untuk memungut biaya. Hal tersebut disampaikan Wakil Gubernur (Wagub) Sumsel, Mawardi Yahya dalam rapat Paripurna di gedung DPRD Sumsel, Seni (1/7).

Menurut Wagub, pertimbangan Pemprov Sumsel didasarkan karena  437 SMA/SMK negeri di Sumsel tidak semuanya memiliki fasilitas yang sama. Apalagi, dari ratusan sekolah itu, hanya 26 sekolah saja yang dinyatakan sebagai sekolah unggulan. Jika disamaratakan, APBD Pemprov Sumsel tidak mampu untuk membiayai seluruh kebutuhan sekolah yang pastinya sangat tergantung dengan fasilitas yang ada.

“Itulah perbedaan yang dimaksud. Kalau semuanya gratis, mungkin 437 sekolah itu akan disamakan fasilitasnya mungkin APBD Sumsel tidak mampu. Itu kami sampaikan apa adanya. Karena sekolah negeri di Palembang terkadang ruangan gurunya saja sudah mirip hotel, sedangkan di daerah bahkan terkadang jaringan listrik saja belum ada. Makanya, di sinilah mengapa ada sekolah standar yang tentunya benar-benar gratis. Untuk sekolah unggulan terserah tergantung kesepakatan antara guru dengan wali siswanya. Itulah yang harus dipahami bersama,” jelas Wagub.

Tinggal nanti, lanjutnya, dengan fasilitas yang lebih, mau tidak mau pasti ada tambahan biaya kecuali yang standar. Karena tidak sebanding, sekolah SMA/SMK di Sumsel berjumlah 437, sedangkan sekolah unggulan yang kami terapkan cuma 26 sekolah.

“Apabila nanti sekolah standar memungut biaya, jika perlu anggota dewan memberikan kami rekomendasi untuk kepala sekolahnya dipecat. Hal itu agar ke depannya lebih tegas. Jadi yang standar benar-benar gratis, yang unggulan sesuai dengan kemampuan wali siswanya,” tegasnya.

Ditambahkan, Wagub juga menyesalkan karena sejak 2017, program sekolah gratis tidak dibayarkan kepada sekolah-sekolah. Pada akhirnya, membuka peluang untuk pihak sekolah menarik biaya dari wali siswa. “Terkait pengawasan, sebenarnya siapa yang mau disalahkan, karena sejak 2017 sekolah gratis itu tidak dibayar oleh Pemprov Sumsel. Jadi akhirnya mereka mempunyai peluang menarik biaya. Selama itu, baru di akhir 2018 baru kami bayarkan seluruh hutang pemprov kepada seluruh sekolah baik swasta maupun negeri di Sumsel. Saat ini kami akan merumuskan, dan setelah Perda sudah diterapkan, kami akan benar-benar mengawasinya.

Ditambahkan, saat ini kami rumusan Perda masih di Kemendagri. Setelah mendapat persetujuan, baru diterapkan. “Tujuan Perda itu yang diharapkan dari 437 sekolah ada yang standar dan unggulan. Kalau statusnya unggulan, mau tidak mau pasti fasilitasnya bagus. Kalau fasilitas lebih konsekuensinya penerapan biaya. Kalau standar itu benar-benar gratis,” tambahnya.

Sebelumnya, secara bersamaan, wakil dari Partai Demokrat dan Gerindra meminta penjelasan Wagub terkait dengan peningkatan mutu pendidikan di Sumsel, sekaligus mengingatkan jika program sekolah gratis sudah diatur oleh UU yang ditindaklanjuti dengan perda dan sudah berlaku selama sepuluh tahun.

Diharapkan Pemprov Sumsel dapat lebih meningkatkan kualitas pendidikan kepada masyarakat sehingga hakikatnya yang namanya sekolah gratis benar-benar dirasakan masyarakat secara utuh gratisnya.

“Kami memahami pemerintah sedang merevisi, namun jangan sampai persoalan merevisi itu program sekolah gratis menjadi pudar (hilang), artinya ada yang berbayar dan tidak berbayar. Makna gratis itu tidak ada pengecualian, karena hakikatnya selama ini pemprov sumsel memberikan kesempatan masyarakat mengenyam pendidikan setinggi-tingginya tanpa ada kendala pembiayaan,” ujar MF Ridho dari Demokrat.

Begitupun dengan Solehan Ismail dari Gerindra yang meminta Pemprov Sumsel tegas dalam mengawasi sekolah-sekolah yang diduga masih bandel dengan memungut biaya yang tidak murah kepada wali siswa.

“Kalau melihat fakta di lapangan, hampir semua sekolah memungut biaya. Kami harap untuk diawasi karena terkadang programnya bagus, tetapi pengawasan seperti itu (lemah). Kalau tidak diawasi, saya yakin pungutan (ada) dengan bermacam-macam alasan. Kemudian, hal ini bukan rahasia lagi kalau mau masuk sekolah susah. Masyarakat mengeluh kalau tidak mengeluarkan biaya sekian (besar), anaknya tidak diterima. Jadi kepada Wagub, dimohon sekali-kali turun ke lapangan, karena terkadang wali siswa tidak mau mengaku jika ditanya (soal biaya),” pungkasnya. (dfn)